BAGIAN DUA

50 0 0
                                    

Kesempatan dan Penjelasan

Saat ini. Tepat tanggal 7 Januari 2016 pukul sepuluh kurang lima belas menit. Aku berdiri di pinggir jalan depan kafe langganan kami. Didepanku berdiri Raka yang sedang mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Aku minta maaf."

Hanya itu yang mampu ia katakan setelah kejadian tadi.

"Aku nggak perlu maaf kamu. Yang aku perlu sekarang adalah penjelasan kamu."

Raka diam. Ia tidak langsung menjawab. Ia memandangku dalam diam. Memandang wajahku yang merah dan mataku yang sembab karenanya.

Aku tidak mampu melihatnya lama-lama. Aku alihkan wajahku ke arah jalan raya. Dan berusaha agar tidak mengeluarkan air mata ini.

Tapi aku tidak bisa menahan benda sialan ini. Benda ini tidak bisa diajak kerja sama. Selalu saja membantah apa yang otak perintahkan.

Tanpa aku sadari, Raka maju dua langkah ke depan wajahku dan menghapus bulir air mataku.

"Jangan sentuh aku, Rak." Aku menggeleng lemah. "Cukup kamu jelasin ke aku apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kamu lupa sama janji kita di kafe ini, siapa perempuan tadi, dan kenapa kamu dengan enaknya cium kening perempuan itu."

Raka menghembuskan napasnya dengan kasar. Aku melihat kerutan di dahinya. Menandakan kalau dia sedang berpikir keras.

Saat Raka ingin berbicara, perempuan tidak dikenal itu datang menghampiri kami.

"Maaf. Ini semua diluar kendali saya, Mbak ..."

"Ara."

Perempuan tadi menjulurkan tangannya tapi aku tidak membalasnya. Aku hanya melirik sedikit tanpa ada niatan untuk menyalaminya. Lalu, perempuan itu mengangguk mengerti.

"Saya benar-benar minta maaf. Ini semua diluar kendali saya, Mbak Ara. Kalau boleh saya memperkenalkan diri, saya Anis. Mantan pacar Raka."

Aku tersentak. Jadi, sebelumnya Raka sudah pernah berpacaran? Bagaimana bisa? Raka tidak pernah cerita kepadaku. Bahkan dia mengaku kalau aku perempuan yang pertama kali dia pacari.

" ... mungkin selanjutnya biar Raka saja yang menjelaskan semuanya. Saya permisi, Mbak Ara." Lalu perempuan itu pergi menaiki mobil hitam yang terparkir tepat di depanku.

"Kamu ternyata bohong sama aku. Apa maksudnya, Rak? Mantan pacar?" Aku kembali menangis. Baru kali ini aku menangis karena laki-laki brengsek seperti dia.

"Ra, tolong maafin aku."

Aku menggeleng lemah. Aku mundur dua langkah, bersiap untuk pergi dari hadapannya. Aku bersumpah aku tidak akan pernah lagi ingin menemui Raka. Aku bersumpah aku tidak akan pernah lagi memintanya berdiri di sampingku lagi.

Cukup sudah dia menaburkan duri tajam di tubuhku ini.

"Tolong, Ra. Kasih aku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki semuanya."

"Kamu ngerti nggak yang aku minta itu apa? Yang aku minta dari kamu itu adalah penjelasan."

"Oke. Aku akan ngejelasin semuanya." Raka menghembuskan napasnya sebelum menceritakan semuanya.

Layang-Layang Tanpa ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang