BAGIAN LIMA

18 0 0
                                    

Realita

Sungguh menyenangkan bisa mengenal Ara disaat aku butuh seorang pengobat hati. Seseorang yang rela memberikan senyuman tulusnya demi aku yang dilanda patah hati. Seseorang yang selalu memberikan kabarnya kalau ia baik-baik saja dan bahagia bersamaku. Seseorang yang rela menghabiskan waktu berjam-jam duduk berdua denganku di kursi taman kota sambil menghitung burung gereja yang terbang berkeliaran di langit sore pukul lima.

Kami mulai mengubah status hubungan dari fase teman menjadi pacaran setelah satu bulan selalu saling bertukar kabar. Setiap hari selalu kami sempatkan sedikit waktu untuk bertatap muka via video call walaupun hanya bertukar senyum. Tapi itu lebih sekedar cukup untuk aku dan Ara bahagia.

Di akhir pekan kami selalu menghabiskan waktu bersama. Dari menonton film di bioskop, pergi ke toko buku walaupun tidak membelinya. Makan di restoran cepat saji, duduk-duduk santai di atap gedung, sampai mengelilingi kota di bawah langit hitam yang dipenuhi bintang-bintang.

Setiap hal yang kami lakukan bersama memang berjalan sangat indah. Retakan itu hampir sepenuhnya hilang berkat Ara. Gadis itu memang hadiah yang sangat tepat untukku sekarang.

Tapi memang tak bisa aku pungkiri kalau aku masih mengingat Anis disela-sela bersama Ara. Anis memang masih setia berada dalam pikiranku. Sebagian hatiku juga masih terisi Anis. Degup jantungku juga masih tertuju pada Anis. Rinduku juga masih tentang Anis.

Sepertinya memang melupakan seseorang yang berharga dimasa lalu tidak semudah yang aku kira. Memilih berdamai dengan masa lalu memang bukan perkara mudah. Itu harus dilakukan dengan lapang dada, ikhlas. Harus merelakan yang berharga pergi memilih jalannya sendiri.

Sudah hampir enam bulan aku bersama Ara tapi Anis senantiasa menetap dalam diriku. Memang posisinya sudah sedikit digeser oleh Ara. Tapi tetap saja Anis selalu menjadi topik terhangat untuk aku ingat.

Disaat aku berusaha keras melupakannya, yang tak terduga datang. Anis kembali menghubungiku. Bertanya bagaimana kabarku. Bagaimana keadaanku. Ia jelas meminta aku kembali padanya.

Dinding yang aku buat untuk melupakan Anis runtuh sedikit demi sedikit. Setiap hari Anis menghubungiku, mengajak aku bertemu, setiap hari pula perasaanku kepada Ara memudar. Hati yang sebagian sudah dihuni Ara, kembali ditempati penghuni lama. Kabar yang selalu aku sampaikan kepada Ara, sudah mulai berkurang digantikan posisi Anis.

Hari Sabtu menuju petang, aku dan Ara sepakat besok akan bertemu di kafe langganan kami. Kami berencana akan sarapan di sana. Aku sepakat mengikuti kemauan Ara.

Tidak aku sangka, Sabtu malam Anis menelpon ingin bertemu. Katanya sangat penting. Bodohnya aku karena saking senangnya ingin bertemu Anis, aku lupa kalau besok pagi aku juga punya janji bertemu dengan Ara. Aku melupakan kekasihku demi masa laluku.

Maka terjadilah. Aku lupa masih punya janji temu dengan Ara. Aku lupa bahwa aku masih punya janji setia dengan Ara. Aku lupa bahwa Ara yang sudah mengobati luka hatiku, membuat aku bahagia setiap harinya. Berbulan-bulan Ara melakukan itu demi mengobatiku, tapi sebegitu cepatnya aku melupakan ketulusan hatinya demi masa laluku.

●●●

"Maafkan aku, Ra. Aku melampiaskan semuanya ke kamu. Aku jadikan kamu pasangan untuk menemaniku berlari pergi dari masa lalu. Tapi aku tinggalkan kamu begitu saja saat dia kembali mengusik aku. Harusnya aku terus berlari bersamamu, meninggalkan masa lalu itu untuk masa depan kita. Tapi aku malah berhenti. Aku menyerah dan terlena akan kehadirannya. Maaf, Ra. Aku sungguh bodoh. Aku sangat menyesal."

Aku selesai bercerita. Lalu, Ara menangis sejadi-jadinya saat itu. Ingin sekali aku memeluknya tapi dia tidak mengizinkan aku menyentuhnya barang satu inci pun.

Ara menatapku lekat. Sedikit mengambil napas lantas mulai berbicara dengan suara seraknya. "Aku ngga nyangka sama apa yang kamu perbuat, Rak. Aku kira kamu memang cinta sama aku, sayang sama aku. Tapi nyatanya, di hati kamu jelas belum bisa lupain Anis. Hati kamu masih ada untuk Anis. Mungkin kalau waktu itu kita ngga ketemu dan Rendi ngga ngenalin kita berdua, mungkin kamu akan terus kejar Anis sampai dapat. Jadi semua hal yang aku lakukan ke kamu agar kamu bisa sembuh, sia-sia kan? Toh, ujung-ujungnya hati kamu hanya untuk Anis."

"Awalnya aku memang ragu. Tapi kamu selalu membuatku percaya bahwa kita bisa melewati ini. Bahwa aku bisa menggantikan posisinya. Iya, aku berhasil, Rak. Tapi tidak untuk selamanya."

"Tidak ada ruang sedikit pun untuk aku menyentuh hati dan raga kamu, Rak. Aku hanya pemeran pengganti karena pemeran utamanya sementara tidak hadir. Lantas setelah pemeran utama hadir kembali, kamu membuang pemeran pengganti itu. Aku berusaha keras bertahan diposisi berjuang sendirian demi menyembukan hati kamu. Tapi ini balasannya? Ternyata ini yang aku dapatkan."

"Ra, aku mohon kasih satu kesempatan untuk aku perbaiki semua yang salah dalam hubungan ini. Aku akan mencoba mencintaimu dengan tulus, bukan dalih untuk melupakan masa lalu. Aku akan mencobanya demi kita, Ra. Kita mulai dari awal lagi."

Ara menggeleng keras. Ia tetap pada keputusannya. "Maaf, Rak. Aku rasa kita cukup sampai di sini. Kita berhenti saja. Aku menyerah. Hati kamu bukan untuk aku, Rak. Hati kamu sepenuhnya masih untuk Anis. Aku harap kamu bahagia selalu. Aku akan mencoba berdamai dengan kamu. Aku akan coba mengenang kamu tanpa mau lagi aku datangi. Jadi aku harap kamu tidak lagi menghubungi aku. Aku juga tidak akan menghubungi kamu lagi, Rak. Selamat tinggal. Aku mencintaimu walaupun menyakitkan harus jatuh cinta sendirian."

Ara pergi. Ia berlari sambil menangis. Gadis itu terus berlari tanpa ada niat untuk berhenti atau bahkan sekedar menengok ke belakang. Ia mantap berlari meninggalkan aku yang diam membisu. Kakiku dengan bodohnya tak berniat mengejarnya. Tanganku pun tak niat meraihnya. Padahal hatiku sangat teramat sakit melihatnya menangis. Sangat teramat sakit melihatnya pergi. Tapi bodohnya aku hanya berdiri mematung melihat kepergiannya. Dan akan menjadi lebih bodoh lagi bahwa nantinya aku akan sangat menyesal karena tidak menariknya kembali.

Layang-Layang Tanpa ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang