BAGIAN ENAM

19 0 0
                                    

Hilang

Sudah dua minggu semenjak Ara pergi dan Ara selalu mengabaikan pesan dan telepon dariku. Gadis itu sama sekali tidak berniat membalasnya. Setiap hari aku kirimkan pesan dan meneleponnya untuk kembali bersamaku. Tapi hasilnya nihil. Gadis itu benar-benar melakukan apa yang ia katakan kala itu bahwa ia tidak mau lagi menghubungiku.

Karena selalu diabaikan, aku memilih untuk mengecek indekosnya. Siapa tau Ara akan keluar kalau aku datang langsung.

Aku memarkir motor di depan gerbang rumah tingkat 2 dengan cat berwarna putih. Di halaman rumah tersebut ada seorang wanita paruh baya yang sedang asyik menyiram bunga. Wanita itu menghampiriku karena mendengar aku menggeser pagarnya.

"Cari siapa, Mas?"

Aku berdehem. "Mau cari Ara, Bu."

Wanita paruh baya itu tampak bingung mendengar nama Ara. "Maksud Mas, Neng Novi?"

Aku mengangguk. "Iya, Bu. Ada nggak, Bu?"

"Emang Mas nya ngga tau ya kalau Neng Novi udah pindah? Neng Novi udah pindah dua minggu yang lalu."

Aku sangat terkejut. Ara pindah tanpa memberitahuku? "Ibu tau ngga pindah kemana?"

Wanita itu menggeleng. "Saya kurang tau, Mas. Mungkin pulang ke rumah orang tuanya. Tapi yang saya liat pas Neng Novi pindah, mukanya lesu banget. Matanya sembab, badannya juga agak kurus. Kayaknya Neng Novi ada masalah, Mas, makanya pindah."

Aku berteriak kesal. Wanita paruh baya itu terkejut. Ara pasti sangat sedih dan tertekan dan itu semua salahku.

"Ara beneran nggak ngomong apa-apa ke Ibu mau pindah ke mana?"

Wanita itu menggeleng kuat sambil mengangkat 2 jarinya membentuk huruf V. "Bener, Mas. Suer saya. Neng Novi ngga cerita apa-apa. Neng Novi cuma bilang dia mau lari dari semuanya biar tenang. Saya tanya mau pindah ke mana, Neng Novi jawab saya ngga perlu tau, rahasia."

"Yaudah, terimakasih banyak ya, Bu. Saya pamit." Aku bergegas kembali ke motorku. Tapi langkahku terhenti karena ibu tadi memanggilku.

"Kamu Mas Raka, ya?" Tanya wanita itu.

"Iya, Bu. Kenapa?"

"Sebentar, saya mau ngasih sesuatu." Ibu itu langsung masuk ke rumahnya, sedikit berlari entah untuk apa.

Wanita itu keluar membawa kotak berwarna biru laut dengan pita kecil di sudut kanan. "Saya baru inget Neng Novi bilang kalo ada yang cari dia laki-laki namanya Raka, katanya ngga usah cari-cari lagi. Terus saya dikasih kotak ini. Katanya seandainya ketemu, tolong kasih ke dia."

Wanita itu menyodorkan kotak tersebut. Aku meraihnya dan membukanya. Benar dugaanku. Semua hadiah yang aku berikan untuknya, ia kembalikan. Termasuk dompet kesayangannya. Dompet itu hadiah pertama dariku ketika kami baru satu bulan berpacaran. Aku sengaja memberikannya dompet karena saat itu ia bilang dompet yang ia pakai sudah jelek dan rusak. Saat aku berikan dompet itu, ia senang sekali. Wajahnya berseri-seri. Katanya dompet itu persis seperti dompet yang ia mau. Entah benar atau tidak. Yang jelas ia senang menerima dompet itu. Ara berjanji katanya dompet itu akan selalu ia rawat agar awet, bisa dipakai terus-terusan.

Nyatanya ia kembalikan dompet itu padaku.

•••

"Terus lo mau cari Ara ke mana lagi?" Rendi bertanya sambil terus fokus terhadap game di handphonenya.

"Gue ngga tau. Gue kehabisan akal. Pikiran gue kacau banget. Dua minggu terakhir adalah waktu paling menyiksa selama gue hidup. Dua minggu terakhir menyita semua pikiran dan tenaga gue ke Ara."

"Apa lo udah coba hubungin semua temen-temennya? Siapa tau lo kelewat satu orang, dan mungkin dia tau di mana Ara sekarang."

"Gue rasa udah semua dan ngga ada yang terlewatkan. Satu pun ngga ada yang tau di mana Ara sekarang."

Raka menghela napas, gusar. Ia kesal tidak dapat mengetahui di mana Ara sekarang. Ia kesal tidak tau di mana Ara bersembunyi, lari membawa lukanya. Ia kesal karena ia rindu gadisnya, rindu segala apa yang melekat pada Ara. Sedih ataupun senang. Bagi Raka saat ini, Ara adalah dimensi yang paling membuatnya bahagia. Raka menyesal karena ia tau hal itu saat Ara sudah pergi. Saat Ara memilih pergi ke dimensi lain dan meninggalkannya.

Saat itu rasa bosan melanda Raka. Yang ia lakukan saat itu membuka akun instagramnya. Di halaman utama muncul nama Ara, membuat Raka semangat. Lalu muncul sebuah foto. Hutan pinus yang cantik dengan sebuah rumah kecil disekeliling hutan pinus tersebut. Tertulis di bawah foto itu sebuah kalimat. Itu pesan Ara untuk Raka. Bunyi kalimatnya seperti ini:

Jangan tanya kabarku, karena aku tidak baik-baik saja. Jangan tanya pula di mana aku, kamu tidak perlu datang mencari. Aku hanya ingin menghilang dari dunia ini, menghilang dari duniamu walaupun aku tahu sama sekali tidak mudah jalannya. Penuh lika-liku. Aku hanya ingin menghapus semua rasa yang masih tersisa hingga habis dimakan waktu. Aku tidak mau lagi terjebak di dalam dirimu, Sayang. Aku tidak mau lagi terjebak di dalam hatimu, tidak mau lagi mendekam di hatimu karena sekarang aku tahu, yang ada di hatimu hanyalah dirinya. Jadi, bantu aku ya, Semesta? Bantu aku menghilangkan semua yang aku inginkan tadi. Termasuk menghilang darinya.

Setelah membaca kalimat itu, Raka melihat foto tersebut. Rasa-rasanya ia kenal rumah itu. Rumah dengan lampu kuning di depan pintunya, dengan jendela panjang persis di samping pintu kayu. Juga dengan hutan pinusnya. Raka tidak asing dengan foto itu, tapi ia tak tau di mana tepatnya.

"Ara lagi di Bandung, ya? Dari foto yang dia unggah di instagram, itu kayak hutan pinus yang ada di Lembang."

Raka berseru senang. "Grafika Cikole! Iya, itu dia. Ara sering bilang kalau dia mau ke tempat ini."

"Berarti sekarang Ara ada di Bandung. Entah sama siapa."

Raka mengangguk. "Siapin baju, Ren. Kita ke Bandung besok pagi."

Layang-Layang Tanpa ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang