Beberapa minggu telah berlalu semenjak Konohagakure no Sato merayakan salah satu hari terpenting. Hari dimana seorang pemimpin baru akhirnya muncul dan mengemban seluruh tanggung jawab yang cukup berat. Hari saat Hatake Kakashi menjadi seorang Rokudaime, menggantikan pendahulunya, Tsunade Senju yang kini memutuskan untuk menjadi penasihat di rumah sakit Konohagakure.
"Aku masih tak percaya pria tua mesum itu bisa menjadi Hokage.", Naruto mengernyitkan dahinya sembari menyeragamkan langkah dengan kedua orang lain yang berjalan tak jauh didepannya.
"Seorang ninja idiot juga ingin menjadi Hokage, tapi aku tak mempermasalahkan hal itu, Usuratonkachi.", sahut seorang pemuda dengan lambang Uchiha dibelakang bajunya.
"Eeehh? Seorang ninja idiot? Siapa itu, ttebayo?", Naruto yang tampak masih belum menyadari apapun kini nenunjukkan ekspresi berpikir.
.
.
.
.
.
."TEME, KAU BRENGSEK !!"
Sakura, yang kini berjalan ditengah kedua rekan tim nya hanya bisa menghela nafas mendengar pertengkaran yang memang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak tahun awal mereka sebagai gennin. Seperti biasa, ia hanya berusaha menahan dirinya untuk tidak melayangkan pukulannya kearah dua idiot itu.
Langit Konohagakure tampak berhiaskan kemilau warna senja, ditemani dengan suara kepakan sayap burung yang tampak bergegas kembali ke sarang mereka masing masing. Angin sore dengan lembutnya menyapu rumput yang mulai tumbuh tinggi di suatu padang dekat hutan.
"Eeh..bukankah tempat ini terasa begitu familiar?", Naruto menghirup nafas dalam saat kedua mata birunya menelusuri tempat itu.
"Ah, tempat ini? Ya. Begitulah.", sang kunoichi menjawab pertanyaan rekannya sambil turut melihat keadaan sekeliling.
Sasuke yang berada tak jauh dibelakang mereka juga turut tenggelam dalam pikirannya. Kenangan yang ada di tempat ini bukanlah hal yang dapat hilang dengan mudah dari ingatan.
Daisan Enshujo, dan banyak ingatan didalamnya.
"Kau ingat saat Kakashi-sensei menyuruh kita untuk merebut kedua bel aneh itu darinya? Hari itu sangat menyebalkan, ttebayo!", seru Naruto sambil tertawa kecil saat ingatan itu kembali melintas di kepalanya.
"Tch, kau sangat payah Dobe.", timpal sang Uchiha sambil melemparkan pandangannya ke setiap sudut lahan itu.
"Eh?! Setidaknya aku tak terkubur hidup hidup!", balas Naruto lagi dengan nada tak terima.
"Kalian berdua, hentikan. Jangan buat aku menghancurkan tempat ini untuk yang kedua kalinya.", ucap sang gadis bersurai merah muda dengan nada datar. Kepalanya telah dipenuhi dengan berbagai masalah di rumah sakit sepanjang hari tadi, dan mendengar kedua rekannya bertengkar takkan membuatnya lebih baik.
Dibelakangnya, kedua orang yang sedari tadi berselisih hanya bisa diam mematung tanpa adanya perlawanan. Membuat seorang Haruno Sakura marah bukanlah suatu pilihan yang bijak. Sasuke sendiri memang tidak melihat secara langsung bagaimana gadis itu menghancurkan tempat ini.
Namun, seorang gadis yang mampu menghantam kepala milik Kaguya Otsusuki bukanlah orang yang bisa kau anggap remeh. Ia tak ingin pulang dengan tulang retak di sekujur tubuh.
Keadaan sang Uzumaki tak jauh berbeda. Keringat dingin kini mengalir di pelipisnya. Ingatan saat Sakura menghancurkan tempat ini masih begitu segar di pikirannya.
.
.
.
Matahari tampak telah menghilang dibalik gunung batu yang berdiri gagah. Irama kesibukan desa mulai menghilang, tergantikan dengan suara hewan malam. Bintang mulai tampak menghiasi langit bak kristal di lautan luas.Ketiga shinobi tadi kini tengah melangkahkan kaki mereka menyusuri jalan desa yang tak terlalu ramai. Obrolan demi obrolan mengalir begitu saja mengisi keheningan langit malam. Sesekali, suara tawa terdengar diantara mereka.