4. Audensi Penghibur Hati

26 0 0
                                    



Zul bersama pak Waluyo, pak Asnawi, dan pak Sinaga, kepala bagian Marketing akan menemui Menteri Agama. Pak Wal sejak awal ingin tim pengelola Majalah yang dia dirikan bisa bertatap muka dan bertukar pikiran dengan Menteri. Keinginan pak Wal menjadi kenyataan. Pertemuan ini sangat penting sebagai sarana menjalin silaturahmi dan kerjasama karena Kemenag adalah mitra utama dan strategis majalah itu.

Setelah menunggu sesaat di ruang tamu, rombongan majalah Mabrur pun dipersilahkan masuk oleh sekretaris Menteri. Rupanya pak Menteri dan pak Dirjen Haji sudah menunggu di ruangan. Dengan hangat mereka menyambut kedatangan awak majalah Mabrur. Pak Waluyo bercerita tentang kehadiran dan rencana ke depan Majalah Mabrur. Pak As berbicara tentang isi majalah dan meminta dukungan peliputan berita. Tak lupa, "si otak bisnis" pak Sinaga mengajak Kemenag untuk menjalin kerjasama.

Pak Menteri menanggapi positif paparan mereka. Dia juga memberi masukan untuk perkembangan Majalah ke depan. Pak Dirjen minta agar mereka membuat peliputan yang cerdas dan membangun untuk pelayanan haji yang lebih baik. Setelah inti masalah dibicarakan, Zul yang dari tadi diam mulai angkat bicara.

"Pak Menteri, Majalah Mabrur kan satu-satunya majalah yang mengupas tentang haji, rasanya kita tidak bisa mendapat berita update kalau tidak bisa berangkat liputan ke tanah suci," kata Zul.

"Iya pak, mungkin bisa dibantu untuk peliputan reporter kita disana," pak As menimpali.

Pak Menteri tersenyum. Dia menengok ke arah pak Dirjen.

"Iya ya, masak majalah umum bisa berangkat, kok majalah yang nulis haji tidak, Pak Dirjen mohon dibantu," jawab pak Menteri.

Pak Dirjen mengangguk.

"Baik nanti kita daftarkan ke MCH. silakan dimasukkan saja berkasnya," jawab Dirjen Haji.

Alhamdulillah, kata Zul dalam hati. Terasa plong dadanya, bolong seperti kue donat. Pertanda positif. Ternyata alam pun ikut tersenyum hari itu. Langit cukup cerah menyambut kepulangan mereka dengan wajah sumringah. Hampir semua misi yang diemban tercapai. Kata pak Menteri, Kemenag akan mensupport berita tentang haji. Dirjen Haji menyanggupi untuk berlangganan Majalah Mabrur sebanyak 1000 eksemplar per bulan. Cukup untuk menyokong biaya operasional sebuah majalah baru.

Zul bisa bernafas lega, ia tinggal mengurus "jalur khusus" untuk menjadi petugas haji. Meski baru secara lisan, bagi Zul ucapan pak Menteri dan Dirjen haji adalah sebuah big winning. Anak muda itu senang bukan main karena baru pertama kali bertemu dengan pejabat tinggi Kemenag dan langsung mendapat kesempatan yang didambakan umat Islam. Yakni ke tanah suci untuk bertugas dan beribadah haji merupakan syarat menggenapkan rukun Islam. Sebagai rasa syukur. pak Wal mentraktir mereka makan siang di bakmi Menteng. Tak lupa pak Wal menyelipkan uang Rp 300 ribu ke dalam saku anak muda itu, sebagai bentuk terima kasih. Zul senang, mendapat suntikan dana segar karena di dompetnya memang tinggal deretan kertas bergambar pejuang Patimura yang menenteng pedang.

***

Kemudian Zul segera mengurus syarat-syarat untuk memenuhi prosedur menjadi petugas haji. Sebagai lembaga pemerintah, Kemenag tak lepas dari birokrasi. Syaratnya tidak terlalu sulit, untuk formalitas saja. Beberapa hari kemudian Zul segera memasukkan berkas yang diperlukan ke Subdit Petugas Haji untuk diproses. Seminggu kemudian bagian humas mengeluarkan daftar petugas haji bidang MCH, Media Center Haji yang akan bertugas ke tanah suci.

"Alhamdulillah," Zul sujud syukur setelah namanya tercantum.

Ada beberapa nama yang ia kenal dalam deretan petugas MCH tahun ini, seperti Mas Imam, Soleman, Kohar dan "langganan haji" pak Abdul. Kalau nggak salah ini hajinya ke -12. Pak Abdul. Kayak haji Ali, saudagar kaya di Tanah Abang yang sudah belasan kali naik haji. Bedanya pak Abdul berangkat dengan gelar haji Abidin (atas biaya dinas), sedangkan haji Ali bergelar haji Basri (bayar sendiri).

Setelah lega mengetahui pengumuman itu, sebagai bentuk syukur Zul mengajak Kohar makan di kantin Kemenag. Reporter radio yang gemuk itu, hobinya makan. Zul baru mengenalnya dua bulan lalu tapi ia merasa akrab dengannya. Kohar, orangnya humoris dan bicara apa adanya.

"Zul, aku mau buka rahasia nih, karena kamu mau mentraktir aku heheh, kemarin waktu pembahasan nama wartawan yang berangkat bertuga, ramai banget," katanya mulai cerita.

"Komisariat Wartawan Kemenag sudah memasukkan 15 nama, tapi terpaksa dicoret 3 orang, karena tiga jatah itu untuk wartawan di luar komisariat yakni pemenang MTQ wartawan, dan rekomendasi pejabat ada dua orang," lanjutnya sambil menyantap telur dadar.

Zul paham salah satu yang direkomendasikan adalah dirinya.

"Jatah 12 orang itu menjadi rebutan karena tidak ada yang mau mengalah. Apalagi wartawan senior pada sentimen, khususnya padamu. Mereka bilang wartawan baru kok sudah dapat jatah,"

Zul masih mendengarkan cerita Kohar. Meski stand by di Kemenag, tapi tidak setiap hari anak muda itu datang. Berita pencantuman namanya ternyata cukup menggemparkan kalangan wartawan senior.

"Terus gimana?" tanya Zul.

"Pak Mahmud turun tangan, 3 orang wartawan yang tidak bisa berangkat tahun ini akan diprioritaskan untuk bertugas tahun depan. Lagian orang-orang yang nggak jadi bertugas itu sebenarnya sudah pernah ke Mekah semua, mereka tidak mengejar ibadah tapi duitnya. Jadi kamu tenang saja," tutur Kohar menepuk pundak Zul.

Sejak pengumuman itu, Zul memang merasakan sikap beberapa orang wartawan Kemenag bersikap berbeda padanya. Yang paling menonjol adalah Cak Kandar dan Junaedi. Mereka berdua pernah menyindir Zul secara langsung. Yang lain biasa saja, meski agak masam mukanya. Namun Kohar tampil sebagai pembeda. Zul senang Kohar bisa memahami posisinya.

"Cak Kandar sentimen karena dia itu koordinator wartawan Kemenag, dia merasa dilangkahi kalau ada petugas MCH tidak mendaftar padanya, sedang Junaedi namanya hampir dicoret gara-gara ada wartawan yang direkomendasikan Menteri. Dia langsung menghadap Direktur yang satu kampung dengannya, akhirnya lolos," ujar Kohar.

"Hmm ternyata KKN semua..." gumam sang Anak muda .

***

Zul yakin didapatkannya kesempaan menjadi petugas haji adalah jawaban Tuhan atas ketidakadilan yang dilakukan kawan-kawannya. Anak muda itu baru saja mendapat ganti yang lebih besar setelah kehilangan emasnya. Zul merasa senang, meski uang di sakunya hanya cukup buat makan seminggu, sementara gajian masih lama. Anak muda itu tak merasa risau karena mendapat kemudahan untuk ke tanah suci tanpa biaya sepeser pun.

"Keikhlasanmu telah diganti Allah dengan nilai yang berlipat ganda. Segala Puji bagi Allah yang senantiasa memberi nikmat pada hambanya. Namun, banyak orang yang tidak pandai bersyukur atas nikmat-Nya. Nikmat Tuhan yang mana yang telah engkau dustakan.," kata pak As bertauziah, saat Zul menelponnya memberitahu namanya tercantum dalam daftar petugas haji musim ini.

-0-


Senandung Bukit CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang