Sepuluh juta rupiah, uang hadiah yang didapat Zul dari lomba penulisan novel anak. Ia merasa senang dan tenang. Senang karena ini adalah lomba yang pertama kali ia menangkan di penulisan novel. Tenang karena dia mempunyai sangu menjelang berangkat haji.
Zul pun datang ke acara pemberian hadiah di kantor Litbang Kemenag. Di sana dia mendapatkan piagam dan uang tunai yang diberikan langsung oleh kepala Litbang. Rasa senang dan bangga menyelimuti hatinya. Anak muda itu kaget karena ada beberapa wartawan yang dikenalnya meliput acara itu, siapa lagi kalau bukan Cak kandar dan Junaedi. Sepertinya dua orang kuli tinta itu kurang suka dia menjadi juara, sentimen mereka terlalu membabi buta sehingga tidak mau melihat kelebihan yang ada pada diri orang lain. Begitulah para pembenci, mereka terlalu fokus membenci sesuatu meski yang dibencinya itu ada kebaikan sekalipun. Orang bilang mereka belum "move on".
Anak muda itu tak mau terbawa emosi mereka, ia berusaha bersikap wajar dan tidak terbebani masalah. Namun senyumannya ketika akan pulang kepada dua wartawan senior itu tak mendapat jawaban yang ramah. Muka mereka malah melengos dan cuek untuk menghindar tegur sapa. Aneh memang dunia.
Sesampai di rumah, pikiran pertama anak muda itu adalah menebus emas yang ia berikan kepada Nyai Sukesi sebesar Rp 3 juta. Sepulang kerja ia pun mengajak Bondi menuju rumah Nyai Sukesi. Bondi mau diajak karena ia biasanya akan ditraktir makan setelah urusan selesai. Apalagi Bondi tahu Zul lagi ada rezeki, sehingga ia sudah membayangkan menu makanan yang enak-enak.
Sesampai di rumah Nyai Sukesi, mereka kaget, ternyata tempat prakteknya sudah tutup dan disegel polisi. Zulpun menanyakan kepada seorang tetangga yang tak jauh dari rumah itu.
"Nayi Sukesi ditahan polisi karena melakukan penipuan, semua asetnya disita polisi." ujar sang tetangga.
Zul lemas, karena emasnya belum ia tebus. Bukan harganya, tapi nilainya sebagai warisan ibunda. Baginya kejadian yang menimpa Nyai Sukesi terlalu cepat. Hanya seminggu saja, namun nasib sudah mengubah takdirnya.
" Maafkan aku Zul, aku nggak tahu dia akan dipenjara..."
"Ya aku juga merasa heran dengan ramalannya..."
"Memang begitulah kerjanya peramal, sebenarnya semua sama saja," tiba –tiba Bondi keceplosan.
"Maksud kamu, peramal itu ...."tanya si anak muda
"Yaaa katanya akan tirakat padahal dia tidak melakukan apa-apa. Kalau ada yang sama dengan ramalannya itu sebanarnya hanya kebetulan saja, " jelas Bondi.
"Mengapa kamu mengajakku kemari, ?"
Bondi diam sebentar.
"Aku lagi membutuhkan uang, aku dapat fee Rp 500 ribu jika mengajak orang ke sini.."
Anak muda itu menggelengkan kepalanya. Ia merasa kecewa dengan teman kerjanya yang rela menipunya. Lalu Zul menaruh uang Rp 50 ribu ke saku Bondi.
"Ini buat beli makan, " katanya sambil berlalu.
Untuk kedua kalinya Zul merasa ditipu oleh Bondi. Tapi kali ini Zul tidak terlalu kecewa karena dia sudah mendapat gantinya. Keyakinannya sangat kuat, sehingga ia selalu bersemangat mengejar impiannya.
***
Malam menjelang keberangkatan ke tanah suci, ul bersama para petugas haji lainnya menginap di asrama haji Pondok Gede. Sore itu, kakaknya datang bersama suami dan keponakannya. Itulah satu-satunya saudara yang ia punya di Jakarta, karena keluarga besarnya tinggal di Jawa. Kakaknya minta didoakan agar menjadi orang yang pandai bersyukur. Kata orang, berdoa di Mekah itu tempat yang mustajab sehingga terkabul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Bukit Cinta
RomanceSINOPSIS Senandung Bukit Cinta adalah sebuah kisah roman yang berawal dari mimpi. Ketika seorang anak muda bermimpi bertemu dengan pujaan hatinya di sebuah Bukit di dataran yang luas. Anak muda itu meyakini mimpinya akan menjadi kenyataan dan beru...