8. Bidadari di Toko Roti

13 0 0
                                    



Petugas haji non kloter ditempatkan di tiga daerah kerja (daker) yakni daker Mekah, Jeddah dan Madinah. Selepas umroh, petugas haji daker Mekah langsung menuju ke wisma haji Mekah, petugas daker Madinah menuju Madinah dan petugas daker Jeddah kembali ke Jeddah. Masing-masing daker dipimpin oleh Kepala Daker, biasanya setingkat pejabat eselon tiga di kementerian.

Wisma haji Indonesia Jeddah, disitulah tempat tinggal mereka selama bertugas di Jeddah. Letaknya di Madinah Street. Wisma berlantai delapan ini fasilitasnya memadai. Satu Kamar ditempati untuk enam orang dengan tempat tidur bersusun. Petugas media center Jeddah yang berjumlah 13 orang menempati kamar di lantai tiga.

Sesuai jadwal, hari ini kloter pertama jamaah haji Indonesia tiba. Saatnya petugas haji menunaikan tugasnya melayani jamaah. Konsentrasi petugas Daker Jeddah saat keberangkatan jamaah haji adalah di bandara King Abdul Azis. Para petugas menggunakan sistem shift untuk menjaga kondisi tubuh. Apalagi di Arab Saudi perubahan iklimnya sangat ekstrim.

Hari itu, Zul, Kohar dan Bang Badrun mendapat giliran shift pertama dari pagi sampai sore. Tugas utama media center melakukan peliputan berita selama di Arab Saudi untuk dipublikasikan di situs informasi haji milik Kementerian Agama dan di media masing-masing. Untuk peliputan, mereka disediakan sebuah mobil dengan seorang driver bernama Syaifu, seorang mukimin, yakni orang Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Pria asli Madura ini tinggal bersama istrinya di Jeddah selama 5 tahun. Selain fasih bahasa Arab, Syaiful juga hafal jalan-jalan di Jeddah.

"Kalau musim haji tiba, kebanyakan mukimin ingin menjadi petugas haji," ujar Syaiful.

Menurutnya, para mukimin ada yang bekerja sebagai sopir, penerjemah, tukang masak dan sebagainya. Pengetahuan wilayah dan bahasa Arab menjadi nilai tambah para mukimin.

"Kita diseleksi di Konjen, tidak semuanya lulus," ujar Saiful seraya melaju mobilnya.

"Alasannya apa jadi petugas?" tanya Kohar.

"Ya fulus (uang), kalau kita bertugas di musim haji digaji tujuh puluh riyal perhari, kalau ada perjalanan dinas ke luar kota ada tambahan, ya minimal sebulan dapat 2500 riyal. Kalau sopir pribadi, gaji kita hanya seribu riyal. Sementara biaya hidup di sini tinggi. Untuk kontrak rumah saya saja sebulan empat ratus riyal," kata Syaiful.

"Apa majikan mengijinkan?" tanya Zul.

"Tergantung majikannya, kalau pengertian dikasih cuti dua bulan. Kalau yang kaku ya nggak. Tapi ada juga yang nekat keluar dari pekerjaan, terutama yang gajinya kecil. Apalagi pembantu, gajinya hanya 600 riyal, mendingan jadi juru masak untuk petugas," jelasnya.

"Oh ya sebentar lagi kita sudah masuk bandara. Di depan ada check point, tolong disiapkan kartu ID-nya," Syaiful mengingatkan.

Zul langsung memegangi kartu yang terpasang di saku baju. Badrun, sibuk mencari kartunya.

"Oh , ini dia di tas, syukurlah," ujarnya lega.

" Waduh, kartuku ketinggalan," teriak Kohar panik.

Rombongan pun kaget, bagaimana bisa ID Card Kohar ketinggalan. Padahal sebelum berangkat dia yang paling kencang, mengingatkan yang lain agar membawa kartu ID.

"Wah gimana nih, bisa dihukum," ujar Syaiful kebingungan.

Mobil terus meluncur. Beberapa meter lagi pos pemeriksaan. Dua askar ceking, satu petugas bersorban putih dan dua tentara berbadan kekar dengan kumis tebal menghentikan mobil mereka. Ini negeri orang, nyali mereka tidak sebesar di negeri sendiri. Apalagi nyali si Kohar, dia mulai gelisah. Mobil berhenti dan kaca dibuka. Mereka pun menunjukkan identitas. Giliran si Kohar, tentara Arab memintanya turun. Kohar masih diam, dia tidak paham bahasa Arab.

Senandung Bukit CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang