"Ada apa dengan istrimu? Kenapa cemberut begitu? Tidak biasanya dia langsung masuk kamar setelah makan malam." Renata bertanya ketika menyadari menantunya sudah tidak ada di antara mereka. Sementara kedua tangannya masih sibuk memijat pundak Adi yang berbaring di pangkuannya. Sesekali pandangannya beralih dari tv pada anaknya.
"Mungkin lagi bad mood, bu. Kan ibu yang bilang kalau wanita hamil itu suka berubah-ubah moodnya." Adi menjawab tanpa merubah posisinya.
"Ya, tapi tidak biasanya Alleiya seperti itu. Apa ada masalah?"
Adi menggeleng. "Tidak ada, bu. Mungkin dia masih kesal aja sama ibu-ibu gosip di minimarket tadi."
"Ibu-ibu gosip?" Alis Renata terangkat saat bertanya.
"Hm," dehem Adi. "Yaa, sedikit banyak mereka mengatai kami. Dan sialnya, Alleiya mendengar mereka."
Renata menghela nafas. Tangannya berhenti memijat. "Kamu sudah menduga sejak awal kalau hal ini akan terjadi kan? Jangan biarkan Alleiya kepikiran dengan hal-hal tidak penting seperti ini."
Adi yang merasakan pijatan ibunya berhenti memilih untuk duduk. "Iya, bu. Aku sudah memikirkannya."
"Bukan hanya dipikirkan. Tapi lakukan!" Anton menimpali dari sebelah.
"Percayakan saja pada anak ayah ini," kata Adi menyombongkan diri.
Renata malah menepuk punggung lebar Adi. "Ya sudah, sana!"
Bukannya melakukan perintah ibunya, Adi malah berbaring kembali di pangkuan ibunya. "Tapi pijatannya masih kurang, bu," keluhnya. "Punggungku masih pegal."
Kenyataan kalau Adi adalah anak terakhir di rumah ini yang berstatus lajang membuatnya sedikit manja di usia dewasanya. Terlebih pada Renata. Bahkan Divya yang adalah putri tunggal dan bungsu dalam keluarga ini tidak semanja dirinya.
"Kamu kan bisa minta bantuan Alleiya. Udah punya istri, masih saja meminta bantuan ibu untuk memijat," kata Renata. "Hitung-hitung, sekalian mengalihkan perhatian Alleiya biar dia tidak kepikiran terus sama gosip."
Adi terduduk kembali. "Iya juga yah?" tanyanya lebih pada diri sendiri. Tidak menunggu perintah lagi, ia berlalu ke kamarnya. Meninggalkan senyum geli dari kedua orang tuanya.
"Anak ini," gumam Anton. "Ibu sih, terlalu memanjakan dia."
"Dia hanya merasa kesepian, yah." Renata membela Adi.
***
Di dalam kamar, Adi menemukan istrinya tengah mengerjakan sesuatu di notebook. Ia memelankan langkah kaki sembari berpikir, benarkah Alleiya sedang kesal?
"Ngapain?" Adi bertanya dengan suara pelan. Wanita itu bisa ngamuk dan menghajar dirinya habis-habisan bila membuatnya kaget. Alleiya sangat tidak suka diisengi dengan cara seperti itu.
Alleiya menoleh. "Eh? Ini, cuma mau cari sesuatu aja di internet," katanya dan mengembalikan fokusnya pada layar.
"Cari apa?" Adi menunduk, mensejajarkan wajah dengan Alleiya untuk melihat sendiri. "Nama?"
Alleiya mengangguk. "Nggak tau kenapa, pengen aja."
Kali ini Adi melingkarkan kedua tangannya di leher Alleiya. Memberikan sebuah kecupan di pipi wanita itu. "Bukankah tante Tania bilang nama ayahnya yang akan diberikan untuknya?" tanyanya tanpa nada cemburu.
Alleiya menatap suaminya. "Hanya menyematkan, bukan sepenuhnya. Jadi aku juga harus mencarikan nama yang baik untuknya."
"Baiklah, biar abang bantu." Pria itu mengambil posisi duduk di sebelah Alleiya. Ia mengamati layar sejenak, kemudian beralih menatap wajah Alleiya, membuat wanita itu menatapnya balik dengan wajah penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alleiya (COMPLETED)
AléatoireKisah kasih seorang gadis bernama Alleiya Winanta.