39. Apa?!

109 8 2
                                    

Bel telah berbunyi semana mestinya, kini hukuman Vina dan Rini telah selesai, BuTet juga telah membebaskan mereka dengan syarat mereka jangan mengulanginya lagi.

Dengan baju yang kini sedikit basah, Rini berjalan, berjalan dengan bosan, berjalan dengan enggan.

"Rin, ayo masuk! Kita udah ketinggalan tiga les pelajaran." Ajak Vina dengan semangat 45, bagaimana tidak jika sekarang mata pelajaran biologi kesukaannya sedang berlangsung.

"Baju gue basah, risih banget." Keluh Rini mengeluarkan bajunya dari rok.

"Terus gimana? Lo juga enggak bawa baju ganti kan?"

Rini manyun. "Emang di loker lo enggak ada baju? Gue pinjem dong, toh baju lo enggak basah-basah amat."

"Enggak ada. Kalau baju Abdi mau enggak lo? Tapi nanti lo cuci, balikin ke gue lagi." Jawab Vina mengingat, kalau Abdi pernah memberi satu kunci lokernya ke Vina, agar Vina tidak susah-susah menghibungi Abdi untuk meminjam sesuatu, lagian Abdi bukan tipe anak yang suka membawa buku ke rumah, lain kalau ada pr ya.

Rini yang belum mengetahui pun terkejut. "Wah, kok ada di elo? Ayo kalian ada apa?"

"Lo mau ganti enggak, sih?" Jawab Vina dengan wajah datar.

Namun Rini memasang wajah memohon jawaban yang membuat Vina berdecih. "Ck, nanti gue ceritain." Jawabnya meninggalkan Rini.

Sampai di depan loker, Vina langsung membuka dam memberi baju olahraga yang lumayan besar ke Rini. "Inget pesen gue, abis dicuci balikin ke gue. Yaudah deh, gue masuk diluan, lo mau ke toilet kan?"

Rini mengangguk. "Iya gue inget, yaudah sana balik." Jawab Rini ketika baju olahraga Abdi sudah berada di tangannya.

Vina meninggalkan Rini dengan rasa takut, takut-takut kalau setelah balik ke kelas Rini bakal nagih untuk diceritain.

Ketika di kelas Bu Intan guru kesayangannya ternyata tidak datang dan hanya di beri tugas.

Mata Alvin terus menatap Vina tajam, mengingat kejadian kemarin, ingin rasanya ia menanyakan ke Vina tentang dirinya dengan Abdi, namun malang pasti Vina tidak mau jujur terlebih lagi ada Vino yang harus dijaga perasaannya agar tidak cemburu.

"Awas keluar tuh mata, ngeliatin gue segitunya, tambah manis ya?" Tanya Vina yang tak luput dari sikap pedenya.

"Dari mana aja lo?" Kini Vino yang bertanya.

"Tumben banget ngawatirin gue."

"Cewe stress! ditanya enggak dijawab, enggak ditanya dicap enggak perhatian. Semerdeka lo deh."

"Lo maunya apa sih, No? Dari kemarin ngajak ribut mulu."

"Kalau lo enggak stress mungkin lo enggak bakal ngechat Abdi kemaren, Na. Lo--" Alvin langsung menutup mulutnya, dislentik-slentik agar mulutnya tidak terbiasa untuk keceplosan.

Vina langsung melirik Alvin, wajahnya sudah memerah menahan malu. "Idih, sok tau banget! Inget ya, Vin. Lo bukan dukun!"

Vino melirik Alvin meminta kejelasan sementara yang dimintai kejelasan malah memasang muka lugu. "Aduh, iya gue inget gue bukan anak dukun, btw gue ke kamar mandi dulu ya, sumpah sabok gue," jawab Alvin menghindar "Oi, ketua permisi ya gila sabok banget."

Alvin berlari meninggalkan kelas, Vino dilarang tau hal ini untuk sementara waktu karena belum tentu Vina dan Abdi seperti yang ada dipikiran Alvin.

Alvin keluar kelas mencari alibi atas keceplosannya tadi jika ditanya suatu hal, sementara dia mencari alibi, matanya tak sengaja menyorot kehadiran Rini yang baru saja keluar kamar mandi. "Rin? Psstt! Woi tuli." Umpatnya kesal karena yang dipanggil tak kunjung sadar.

Dear diaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang