Bahagiaku Terhalau Kata "Walau"

32 6 4
                                    

Pintu kelas berdecit, pertanda ada seseorang yang datang membuka pintu. Aku merasa lega, akhirnya aku tidak sendirian lagi di dalam kelas dengan suasana yang mencekam. Aku berangkat terlalu pagi, langit pagi ini sangat gelap tertutup mega mendung. Angin berhembus sangat kencang. Membuatku sedikit bergidik ngeri memandang luar dari balik jendela.

Aku penasaran dengan siapa yang datang. Seseorang itu tak langsung menampakkan mukanya. Ia hanya menunjukkan sepatu sebelah kirinya dari sela pintu yang belum terbuka sepenuhnya. Dia laki laki. Karena suasana hening dan ia tak kunjung masuk, Aku pun menyapanya singkat. "Haloo?"

Dia tak menjawab sepatah kata pun. Sekarang dia sudah berada di dalam kelas. Namun Ia masih berdiri di depan pintu sembari membelakangiku. Kini Aku tahu siapa sosok itu. Dia adalah Rizal, mantan kekasihku setahun yang lalu. Ia memiliki perawakan yang tinggi kurus dan berambut ikal. Tak ku sangka Ia bisa datang sepagi ini. Padahal setahuku dia selalu datang terlambat.

Aku berubah gugup. Kuakui Aku masih menyimpan rasa kepadanya walau masa pacaranku dengan Rizal tak lebih dari satu bulan. Semenjak putus dengannya, tulisanku selalu dipenuhi oleh tentangnya. Aku tahu cintanya padaku telah mati. Namun dia akan selalu hidup dalam tulisanku.

Sekarang kegugupanku semakin bertambah. Dengan senyum ramah yang mengembang Ia memintaku agar memperbolehkannya untuk duduk sebangku denganku. Aku yang memang selalu duduk sendiri pun mengiyakan. Kini hatiku dipenuhi oleh bunga bunga layaknya musim semi. Tak peduli dengan suasana asli di luar sana yang hujannya semakin lebat. Aku harap, pipiku tak memerah.

"Sudah jam 6.20 tapi kok masih sepi?" Ucap Rizal sambil melirik jam tangannya.

"Eemm.. mungkin mereka nunggu anginnya sampek gak sekenceng ini lagi. Hujannya juga lebat banget pasti susah mau berangkat" jawabku panjang lebar seperti biasanya.

Aku memang tipe orang yang cerewet. Berbeda dengannya yang irit bicara. Setelah itu suasana menjadi hening lagi. Percakapan kami berhenti.

Rasa dingin menusuk tulang tulangku. Aku memeluk erat tubuhku sendiri. Aku lupa tak memakai sweater hari ini. Benar benar bodoh. Mengapa Aku selalu saja pelupa. Menurutku hari ini sangat aneh, tak ada satupun tanda tanda kalau pelajaran akan segera dimulai. Sekolah masih sepi, pagi tadi aku hanya melihat pak satpam berjaga. Lalu tak ada siapa siapa. Aku menundukkan kepala ke meja. Aku tidak kuat dengan dingin yang teramat sangat.

Hangat, Aku merasakan rasa hangat tiba tiba menjalar ke punggungku. Ku angkat kepalaku dan menoleh ke arah Rizal.
"Aku tahu kamu orangnya nggak kuat dingin, jadi pake jaket ku yaa. Aku bawa jaket dua. Kalau masih dingin ini Aku bawa teh anget. Kita minum bareng bareng ya" Ucapnya dengan raut wajah tampan yang selalu membuatku terpesona tak ada habisnya. Hari ini benar benar aneh. Kenapa Rizal seperti telah mempersiapkan semuanya?

Sambil menyeruput sedikit demi sedikit teh hangat buatannya, aku memandangi Rizal yang juga sedang minum teh. Ribuan tanda tanya muncul dalam benakku. Semenjak kami putus, kami tak pernah sedikitpun bertegur sapa. Apalagi berbicara dan melakukan hal seromantis ini.

"Ada apa shin? Kok liatinnya gitu banget? Hehe" tanyanya kepadaku. Aku menjadi salah tingkah tak karuan. Aku hanya menggeleng.

"Shin? Shintaa?" Dia memanggilku lagi dengan nada suara yang lembut.

"Ehh.. i.. iya apa?" Jawabku gugup.

"Udah lama ya kita gak ngobrol. Oh iya aku habis bikin scrapbook. Baca ya" Balasnya sambil menyodorkan buku yang ia maksud.

Aku membukanya dengan perasaan yang berbunga bunga. Tak kusangka Ia selama ini mengumpulkan foto foto ku yang Ia ambil secara diam diam. Dibawahnya Ia juga membubuhkan kalimat kalimat romantis yang menandakan bahwa Ia masih mencintaiku. Apa? Cinta?

"Aku masih mencintaimu Shin" ujarnya.

Kali ini kalimat singkat itu berhasil membuatku melayang terbang. Aku memandang nya mencari titik kebohongan yang tersirat. Namun percuma, tak ada. Ia jujur.

"Aku ju..."

Kring.....kring.....kring........
Bayangannya memudar seiring bunyi alarm yang berbunyi nyaring. Aku segera terbangun dari alam mimpiku. Mimpiku yang indah yang terasa nyata. Aku segera bersiap siap untuk pergi sekolah. Berharap mimpi semalam berubah menjadi nyata. Aku sengaja berangkat lebih awal, walaupun mendung tak sedang menyelimuti bumi.

Aku memang menjadi yang pertama datang. Namun Rizal bukanlah yang kedua. Aku menunggu sambil menerbangkan beribu ribu semoga. Aku menanti penuh harap. Hingga seseorang yang ku tunggu akhirny datang dengan muka yang sama saja. Apalagi ketika menatapku. Ia hanya melirik sebentar lalu memalingkan wajahnya. Dan seketika harapku pun musnah. Tapi setidaknya Aku bahagia bisa sempat memilikimu lagi walau dalam mimpi. Bahagiaku terhalau kata "walau" seandainya tak ada kata itu. Pasti aku sangat bahagia

Dee's Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang