“Jika kau meninggalkan sesuatu karena Allah. Maka Allah akan memberimu ganti yang lebih baik”
Pagi ini, Aku sedang menonton ceramah seorang ustadz secara online di HP mama. Entah mengapa tema yang tengah dibawakan membuatku tenang. Aku kembali mengingatnya. Sudah dua bulan Aku tega mengurangi komunikasiku dengannya. Tapi, dengan begini rasanya hidupku lebih melegakan. Tak ada yang perlu kusembunyikan. Toh, jika ia benar berjodoh denganku, takdir akan membawanya kembali kan?
Namun, disamping itu sebenarnya ada satu sosok laki-laki baru dalam kehidupanku. Dia pernah mampir kerumah dan sempat berbincang dengan kedua orang tuaku. Lebih mengejutkannya lagi, selepas itu, mama datang menghampiriku
“Nak, kalau cari pasangan ya lebih baik yang kayak dia. Atau biar nggak repot, dia aja deh hehe” Mama bergurau—namun serius.Aku senyum-senyum sendiri membayangkan hal itu. Sebenarnya Aku pun tak masalah jika harus berjodoh dengannya. Tapi.... ah aku tak mau banyak berharap. Tunggu saja siapa yang kan lebih dulu datang. Dia yang baru atau dia yang lama.
Hp mama bergetar. Ada satu panggilan dari...“Halo....Hey, Disini ada tempat liburan yang recommended banget. Aku yakin kamu pasti suka deh. Kemarin Aku sama temen-temen udah nyoba. Tapi sedihnya mereka semua ada pasangan, aku sendirian. Pas Aku mau hubungin kamu, kamu malah nggak bales SMS...” Ujarnya panjang lebar. Aku terdiam. Ternyata perasaan itu masih membara pada dirinya. Aku tahu ini sulit. Aku tak bisa terus diam lalu perlahan meninggalkannya.
“Mas, Aku mau cerita semuanya” Ucapanku terpotong karena tangis yang pecah duluan. Tidak, Aku harus kuat. Diseberang sana, rupanya dia menyadari isakanku.
“Kamu kenapa? Kok nangis?” Ujarnya khawatir. Ini sudah saatnya semua ku bongkar. Tapi naas, belum sempat Aku mengatakan sepotong kalimat, suara Mama yang tiba-tiba masuk menggelegar.
“Nak, cepet ganti baju. Dandan yang cantik tapi nggak pakai lama. Itu diluar ada temen kantormu yang dulu pernah nganter pulang. Dia kesini bawa keluarganya. Cepet, kamu mau dilamar tuh. Ibu ke dapur dulu ambil kue” Ujar Mama terlampau bahagia. Aku yakin, suaranya pasti terdengar di telepon yang belum putus sambungannya ini. Aku terhenyak.
“Nak, abis nonton drama lagi ya? Hm” Ujar Mama lalu melenggang pergi. Yash, Aku tak perlu menjelaskan panjang lebar. Semuanya telah jelas keluar dari ucapan Mama.
“Jadi, kamu udah.... Aku terlambat” ucapnya setelah terdiam cukup lama.
“Bukan bentangan kilometer yang menjauhkan kita. Melainkan ketiadaan restu orang tua. Semesta pun membenci kita karena terus memperjuangkan kisah yang tak semestinya. Pikirkan lagi matang-matang, apakah kita rela menjadi durhaka?” jelasku.“Aku tidak rela menjadi durhaka. Tapi Aku juga tak rela kandas hanya karena usia” jawabnya kecewa.
“Kita adalah dua yang ingin menjadi satu. Sebenarnya kita tak pantas bersama. Jika kita memaksa, bisa-bisa Tuhan akan semakin murka. Hingga tak Ia izinkan bahagia berpihak pada kita” ujarku mencoba menahan tangis.
“Baiklah, sekarang sudah waktunya kita melanjutkan langkah berlawanan arah. Pasrah, Aku rela kisah ini berakhir pisah” Aku tau dia telah menyerah.
“Kita hanya sepasang manusia yang tengah diuji imannya melalui cinta. Kita tak berhak meronta walau ketetapanNya tak sesuai rencana kita” Aku meyakinkan.
“Kamu perempuan dengan bermacam kelebihan. Salah satunya kau bisa membuatku berubah pikiran dengan cara yang sopan. Baiklah, sekarang Aku akan melepasmu dengan kerelaan.” Balasnya.
“Terimakasih, Mas. Semoga lekas menemukan penggantiku. Aku juga melepasmu.... karena Tuhan.”
“Aku harap kamu bisa semakin taat pada Tuhan. Maaf karena pernah membuatmu rusak dengan mengajakmu melakukan kebohongan.” Haru menyelimuti ruangan. Perkataan terakhirnya mampu membuat air mataku semakin deras. Semoga ia lekas kembali ke jalan yang benar.
“Nak, cepetan. Ini kamu ditungguin” Teriak mama. Membuyarkan segala kisah kelam ini.
Ma, kali ini Aku akan menurut padamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Dee's Short Story
Short StoryDitulis karena hobi. Bukan hasil Copy Paste sana sini