Keputusasaan (Cerpen)

153 4 0
                                    

"Setidaknya jangan kau selimuti hati mu dengan kesedihan, amarah, dan dendam. Tuhan mengkarunia kita sifat baik dan membandingkanya dengan sifat jahat. Sperti ia menciptakan warna hitam dan warna putih lalu ia bandingkan dengan warna pelangi. Juga ia ciptakan siang bersama terangnya yang ia bandingkan dengan kehadiaran malam dan gelapnya.

Hentikan aisyah tangis mu tak ada gunanya. Nasi yang sudah menjadi bubur tak akan kembali kepada biji. Apa yang sudah terjadi bukanlah kehendak kita, melainkan itu merupakan pertanda darinya, merupakan kuasanya, dan sudah menjadi ketetapanya. Kita sebagai manusia hanya dapat bertawakal dengan sungguh-sungguh, dan tabah serta ikhlas menerima hasilnya."

Aisyah semakin tersedu-sedu dengan tangisnya. Melihat hatinya yang begitu hancur sang ibupun ikut terisak.

"Kau tau aisyah, kau tau itu. Kumohon hentikan. Dia maha mengetahui. Pencipta alam dan seisinya, kau tau bagamana kecerdasanya seluas laut tak berujung pandang, dialah yang mampu menempatkan segala sesuatunya dengan sempurna, air di laut, api di gunung, matahari dan bulan menggantung di langit, manusia dengan darah dan jantungnya. dia yang hidup pada dimensi yang tak kita bisa pahami dengan logika kita yang begitu rendah, membuatNya dapat melihat berkali kali lipat lebih baik dari pada manusia tercerdas sekalipun.

Jangan aisyah, kumohon. Jangan sampai kau meragukanya. Ia yang tak terjangkau namun dekat. Ia yang tak terlihat tapi nyata akan kekuasaanya. Istighfar nak istighfar jangan kau ikuti para syaitan yang kini mencoba menggoda mu.

Sebanyak apapun air mata dan seberapa ucapan ku merupakan kebenaran. Takan pernah ada artinya. Jika kau menutup mata dan telingamu. Jadi aisyah. Maukah kau mendengarkan ku ini, yang mengiba pada mu agar kau tak jatuh semakin dalam. Agar kau tak lupa bahwa kehadiraNya selalu dekat dan bahwa KasihsayangNya begitu nyata."

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang