1. Ibu Tunggal

78.4K 6K 398
                                    

"Bundaaaaa!!" anak kecil bertubuh gemuk itu berlari penuh keriaan menghampiri wanita muda yang baru saja menutup pintu pagar.

"Assalamualaikum," ucapnya manis pada putrinya itu.

Sang putri kecil terkikik dan menutup mulutnya. "Waalaikumsalam, Bunda."

Sang bunda ikut tertawa dan memeluk putri semata wayangnya itu. Anaknya ini selalu luar biasa riang jika dia pulang bekerja. Membuat rasa lelahnya setelah bekerja seharian hilang.

"Sudah pulang, Vio?"

"Iya, Bu," Vio -wanita muda itu- bangkit dan mencium tangan wanita paruh baya yang baru saja keluar rumah. Satu tangannya menggendong putri kecilnya yang kini asyik bermain dengan rambutnya.

"Kamu sudah makan? Ibu masak sayur asem kesukaan kamu tuh."

Vio tersenyum dan menggeleng. "Sudah, Bu, aku sudah kenyang. Ayah mana?"

"Ayahmu di kebun, biasa tidak bisa diam."

Vio tertawa dan mengikuti wanita itu masuk ke dalam rumah untuk membereskan perlengkapan Ola, putrinya.

"Tinggal saja baju kotor Ola, biar ibu yang cuci."

"Tidak usah, Bu, kasihan ibu."

"Vio, ibu kan nyuci pake mesin."

Vio menggeleng keras kepala dan memasukkan baju kotor Ola ke dalam plastik, sedangkan Ola membantunya membereskan mainannya. Walaupun masih kecil, Ola sudah tahu apa yang harus dilakukannya jika ibunya sudah pulang.

"Ini, buat makan malam kalian."

"Tapi, Bu..."

Wanita tua itu meletakkan jari telunjuknya di bibir Vio dan menggeleng. Vio cemberut dan menerima rantang plastik itu. Dia merasa tidak enak, setiap hari selalu saja diberi lauk makan malam.

"Vio pulang, Bu. Pamitkan Ayah ya," Vio menyalami tangan wanita itu untuk pamit.

"Neneek, Ola pulang yaaa!" Ola ikut bersalaman dan mencium pipi neneknya dengan sayang.

Mereka baru akan melangkah keluar saat suara tua lainnya terdengar. "Hayo, nggak mau pamit kakek nih!"

Ola menjerit riang dan meminta turun dari gendongan ibunya. Sang kakek tertawa dan menciumi cucunya.

Kedua orang tua ini, Pak Cahya dan Bu Ratna, bukanlah orangtua Vio. Mereka adalah pemilik kontrakan tempat Vio tinggal. Pak Cahya dan bu Ratna hanya tinggal berdua. Anak mereka satu-satunya, Mbak Mutia, tinggal bersama suaminya di luar pulau.

Mereka berdua sangat menyayangi Ola seperti cucu mereka sendiri. Setiap hari, Vio menitipkan Ola di rumah Bu Ratna. Awalnya juga Vio tidak enak, tapi Bu Ratna memaksa. Alasan beliau, untuk menemaninya di rumah agar tak kesepian. Jadilah setiap pagi Vio mengantar Ola ke rumah Bu Ratna dan menjemputnya saat ia pulang bekerja.

"Ola nggak mau nginep dirumah Kakek?"

Ola menggeleng. "Ola mau bobok sama Bunda, Kakeeek."

"Terus kapan Ola bobok sama Kakek?"

Gadis kecil itu terdiam, pura-pura berpikir. "Besok siang! Ola bobok sama Kakek besok siang! Kakek nggak boleh pergi ke kebun."

Pak Cahya tertawa dan mencium pipi gembul Ola. Ola segera turun dari gendongan kakeknya dan kembali naik ke gendongan Vio.

"Ola nggak mau jalan sendiri? Kan Bunda capek?"

Ola menggeleng mendengar pertanyaan kakeknya.

"Nggak apa-apa, Yah, Ola kan enteng," jawab Vio sambil bersalaman pada Pak Cahya dan pamit pada dua orangtua itu.

VIOLET (SUDAH CETAK-TERSEDIA Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang