6. Kedekatan Ayah dan Anak

39.3K 5.1K 282
                                    

Vio menatap Ola yang tersenyum senang seraya menikmati roti yang Erlangga suapkan untuknya. Dia tidak menyangka jika akan semudah itu bagi Ola untuk dekat dengan Erlangga. Selama ini, hanya Pak Cahya dan Darwin, kadang Galang datang tapi hanya sebentar.

Dengan Darwin pun butuh waktu beberapa lama sebelum akhirnya Ola bisa akrab seperti sekarang ini. Hati memang tidak bisa dibohongi. Mungkin jauh di lubuk hatinya, Ola tahu jika Erlangga adalah ayahnya.

Vio menghela napas mencoba untuk tidak terlalu larut dengan keadaan itu. Erlangga mungkin hanya mengambil hati Ola.

"Bunda mau juga kuenya, Om!" Tiba-tiba Ola bersuara.

Vio tersenyum dan menggeleng. "Enggak, Sayang."

"Bunda kan belum makan."

"Bunda nggak laper."

"Om, suapin Bunda!" Tangan Ola meraih tangan Erlangga dan mengarahkannya ke bibir Vio hingga mau tak mau Vio membuka mulutnya.

Ola menyeringai menatapnya dan Erlangga. Erlangga tertawa dan mencubit pipinya dengan gemas. Siapapun pasti gemas dengan Ola. Vio tahu Erlangga juga begitu. Bahkan mungkin bisa saja lelaki itu sudah jatuh sayang dengan Ola.

"Udah, Om, Ola kenyang."

"Mau apalagi, Sayang?"

Sekali lagi hati Vio bergetar mendengar Erlangga memanggil Ola dengan panggilan Sayang. Rasanya berbeda mendengar itu dari Erlangga. Mungkin karena Erlangga adalah ayah kandung Ola sehingga terdengar berbeda.

"Ola mau denger Om Elang dongengin Ola."

"Eh? Dongeng?"

Ola mengangguk. Erlangga baru akan membuka mulutnya saat ponselnya tiba - tiba berbunyi.

"Ya, Han?"

Istrinya. Vio membuang pandangannya pada Ola yang tengah menatap Erlangga. Bagaimana perasaan Ola nanti jika Erlangga harus pulang? Semoga anaknya itu tidak menangis. Vio tidak suka melihat Ola menangis.

"Enggak. Aku nggak apa-apa."

".............."

"Iya. Di Berlian. Kamu suruh anterin Pak Tris aja ya belanjanya? Aku belum bisa pulang."

"..............."

"Iya, Sayangkuuuu. Aku tunggu ya."

Hah! Sayangku! Vio menahan dirinya sekuat tenaga untuk tidak mencibir. Tidak, dia tidak cemburu. Dia hanya kesal karena lelaki itu memperlihatkan kemesraan dengan istrinya di hadapannya!

"Om mau pulang?" Tanya Ola setelah Erlangga menutup teleponnya.

Erlangga menggeleng dan mengusap kepala Ola dengan sayang. "Enggak. Om kan udah janji mau nginep."

"Kalau mau pulang, pulang aja," ucap Vio datar. Sungguh, dia ingin mencoba ramah tapi tidak bisa!

Erlangga menoleh padanya. "Aku mau di sini."

Vio menghela napas dan menatap Ola. "Sayang, Om Elangnya kan capek. Biarin aja Om Elang pulang ya?"

Ola menatapnya dan perlahan raut wajahnya berubah. Dia seperti hendak menangis. Bibirnya turun dan matanya berkaca-kaca. Erlangga menatap Vio dengan tajam dan seketika Vio merasa bersalah.

"Sshh! Enggak, Sayang. Om nggak pulang kok. Om di sini. Janji."

"Janji?"

Erlangga mengangguk dan mencium kening Ola. "Tapi Om Elang mau keluar sebentar ya? Om Elang mau ketemu Om Dokter dulu."

"Jangan lama-lama ya?"

"Iya, Sayang."

Erlangga keluar tanpa bicara apa-apa pada Vio. Vio duduk di samping kepala Ola dan mengusap kepalanya dengan sayang.

VIOLET (SUDAH CETAK-TERSEDIA Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang