"Vio, kamu kenal Pak Erlangga?" Mata Bu Wanda menyipit curiga padanya.
Vio menggeleng gugup dan menunduk. Ia merasa tak nyaman dengan suasana yang sangat tidak diinginkannya ini. Dia mengalungkan bunga itu dengan gugup dan segera mundur. Bergabung kembali dengan teman-temannya. Lelaki itu masih menatapnya dengan tajam. Rahangnya mengetat pertanda dia tidak menyukai apa yang Vio lakukan padanya. Berpura-pura tidak mengenalnya.
Sejujurnya, Vio memang mengenal lelaki itu. Dia adalah Erlangga Saputra Widjaya. Tapi yang tidak pernah disangkanya adalah Erlangga merupakan anak Pak Samudra, pemilik yayasan sekolah ini. Erlangga tidak pernah memakai nama keluarganya dulu. Masa lalunya bersama Erlangga tidak bagus untuk diingat. Lima tahun dia berjuang untuk meninggalkan masa lalunya dan tiba-tiba saja semua hancur berantakan karena lelaki itu muncul kembali.
Vio menghirup napas dalam-dalam mencoba menenangkan dirinya. Fakta bahwa lelaki itu masih mengingatnya, membuatnya terkejut. Dia sendiri tidak akan tahu itu adalah Erlangga yang sama seandainya mereka tidak berdiri terlalu dekat. Lelaki itu sudah jauh berbeda dari lelaki yang dulu dikenalnya.
"Gilaaaa! Anaknya Pak Samudra ganteng binggo!!" Rosi memekik seraya mengguncang lengannya. "Coba tadi gue yang ngalungin kembangnya, Vi! Aaahhh, lo beruntung banget siiihh!"
Vio memutar bola matanya dan meninggalkan Rosi. Dia berjalan cepat menuju perpustakaan sekolah. Tempat favoritnya jika dia tidak ingin diganggu.
Darwin, pengurus perpustakaan tersenyum saat melihatnya masuk perpustakaan. Bu Wanda termasuk pintar dalam mencari petugas perpustakaan. Darwin yang tampan dan masih single menjadikan perpustakaan selalu ramai oleh para siswi.
"Butuh menyendiri, Vio?" Dia bertanya dengan ramah.
Vio mengangguk dan tersenyum kecil. "I just need a little time."
"Take your time!"
Vio menuju bilik kecil tempat buku-buku sastra lama disimpan. Tempat itu jarang dikunjungi siswa kecuali mereka mendapat tugas bahasa Indonesia dan itu pun tidak sering. Para siswa lebih senang mengunjungi bagian novel-novel romansa yang membodohi angan mereka. Kriteria cowok tampan dan kaya seperti yang ada dalam novel selalu menjadi impian para gadis.
Vio duduk di karpet paling pojok setelah meraih satu sastra lama berjudul Laut Biru Langit Biru. Tak lama sesudahnya, dia sudah tenggelam dalam keasyikannya membaca. Membaca baginya adalah seperti menemukan dunia barunya sendiri. Dunia dimana dia bisa tertawa, menangis, dan sebal dengan sendirinya. Baginya, buku adalah sahabat baik yang tidak akan pernah berkhianat.
Vio masih asyik dengan bacaannya saat seseorang mencolek bahunya. Dahinya berkerut saat Darwin tersenyum minta maaf padanya.
"Ada Rosi di depan. Dicariin Bu Wanda kamu."
Vio memberengut dan menutup bukunya. "Tampaknya harus cari gua baru nih buat ngumpet."
Darwin terkekeh. "Tenang, Vio, perpus masih luas."
Vio keluar dari gua persembunyiannya dan menemui Rosi yang tampak bosan. Gadis satu itu sangat tidak betah berada di perpustakaan kecuali untuk menggoda Darwin.
"Dicariin Cruella tuh."
Vio terkikik. Staff TU selalu menyebut Bu Wanda, Cruella karena tubuhnya yang kurus kecil seperti Cruella de Vill di cerita Dalmatian.
"Kelihatan marah nggak?"
Rosi menoleh dan menaikkan alisnya. "Emang dia pernah kelihatan nggak marah?"
Vio tertawa. Muka jutek Bu Wanda adalah makanan semua guru dan staff di sini sehari-hari. Vio menduga pemanggilan kali ini ada hubungannya dengan Erlangga. Jika tidak, tidak mungkin wanita itu mau memanggil pegawai rendahan sepertinya. Ketika sampai di depan ruangan Bu Wanda, ia mengetuk pintu dengan pelan, setengah berharap nenek sihir itu tidak mendengar ketukannya. Suara melengking Bu Wanda menyuruhnya masuk membuatnya menghela napas pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLET (SUDAH CETAK-TERSEDIA Ebook)
ChickLitKisah Violet dengan putri kecilnya, Viola dan lelaki yang ingin kembali masuk ke hidupnya. Tersedia di PLAYSTORE, KARYAKARSA, ICANNOVEL, dan Cetak BEBERAPA PART SUDAH DIHAPUS