Lihat~ Lihatlah aku disini, di sisimu di dalam setiap canda, tawa, suka dan duka mu.
"Aku selalu disisimu, tapi mengapa kau seakan tak bisa melihatku? Bahkan secuil upil pun lebih kamu perhatikan dari pada aku yang hampir setiap saat ada bersamamu," batin Ita. Matanya fokus menatap Alan yang sedang memperhatikan upil yang berada ditangan kirinya.
"Ta," panggil Alan, wajahnya tiba-tiba menjadi sangat ceria seakan ia telah menemukan harta karun peninggalan Raja Fir'aun.
"Ya," jawab Ita lirih. Entah kenapa melihat wajah berseri milik Alan, Ita tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh di dalam perutnya.
"Kamu tau gak, apa bedanya apel sama upil?" tanya Alan masih dengan ekspresi berserinya.
Ita bukannya menjawab, ia hanya bisa menatap Alan tak percaya. Menanyakan hal seperti ini saja Alan berekspresi seperti itu, Ita jadi berpikir kira-kiraekspresi seperti apa yang bakal Alan tunjukkan saat menembaknya nanti ya?
Tampa sadar Ita menggelengkan kepalanya, dalam hati ia berkata. "Kamu terlalu banyak berharap Ta,"
Wajah Alan tambah berseri ketika melihat Ita menggelengkan kepalanya, Alan mengira Ita menggeleng karena tidak tahu jawaban dari pertanyaan yang Alan berikan.
"Jadi kamu menyerah?" tanya Alan, membuat Ita sedikit terlonjak. Meski bingung, Ita tetap mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Alan membuat wajah Alan semakin berseri.
"Bedanya apel sama upil itu, kalau apel di atas meja, kalau upil di bawah meja," ucap Alan sambil menaruh apel di atas meja--yang entah di dapat dari mana- dengan tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya menaruh--membuang- upil yang tadi mendapat perhatian lebih ke bawah meja.
Melihat apa yang Alan lakukan, Ita hanya menepuk jidatnya dan tertawa paksa.
*******
Dengar~ Dengarkanlah suara hatiku yang menginginkan hadirnya kamu disisiku.
Malam ini merupakan malam minggu yang sangat menyebalkan bagi Alan, pasalnya ia harus bermalam minggu sendirian. Padahal biasanya malam minggu seperti ini Alan selalu ditemani oleh Ita, namun karena Ita saat ini sedang berada di rumah neneknya. Jadilah Alan bermalam minggu sendirian.
"Ah, sial!" umpat Alan, "Nasib memang nasib, malam mingguan si doinya malah ngilang. Nasib memang nasib," racau Alan tak jelas.
Tampaknya kepergian Ita berdampak buruk sama malam minggu Alan, sampai berubah gaje seperti itu.
"Udah jomblo, teman yang bisa menemani malah pergi. Apa karena lawakan aku waktu itu yang garing ya? Makanya Ita sekarang pergi, mana lama lagi."
Alan mengacak-acak rambutnya frustrasi.
"Kamu sih Lan, niat hati mau nge-gombal malah ngeluarin lawakan garing. Kabur kan tuh jadinya anak orang," omel Alan.
Sejujurnya Alan sudah suka, cinta dan sayang sama Ita sudah dari jamannya mereka masih SMP. Tapi Alan itu terlalu takut untuk menyatakan perasaannya, bukan takut di tolak. Tapi Alan takut akan merusak persahabatan yang sudah terjalin sangat lama karena pernyataan cinta yang diutarakan Alan kepada Ita nanti, maka dari itu Alan memilih untuk tetap menyimpannya, sampai nanti.
"Kok kesannya hidupku macam cerita ya?"
******
Rasakan~ Rasakanlah apa yang aku rasakan, rasakan cintaku yang telah aku berikan untukmu.
Sudah Alan putuskan bahwa hari ini, tepatnya nanti malam kisaran jam tujuh Alan akan menyatakan perasaannya kepada Ita.
Ia tak mau terlambat menyatakan perasaannya itu, Alan tak ingin kejadian seperti yang Alan lihat beberapa hari lalu dari dalam mimpinya menjadi kenyataan.