Mungkin Takdir ?

33.5K 3.1K 103
                                    

"Aduh gua nggak nyangka sahabat gua yang paling ganteng playboy minyak angin ini akhirnya jadi gay... Kyaaa" ucap Cika saat di mobil Evan. Mereka sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.

"Berisik banget sih lu cewek bar-bar" kata Evan sinis.

"Ye biarin, padahal baru mau gua kenalin ke temen gue. By the way lu jadi seme nggak ada harga diri banget, masa dilindungin sama calon uke lu." Cika makin cerewet saja dan Evan maklum saja. Gadis itu memang kurang normal ? -.-

"What eve..." Balas Evan seadanya

***

Saat sampai di rumah sakit Evan segera menuju ke ruangan tempat Davin dirawat.

"Loh kok ? Mana van ?" Kata cika melongo melihat kamar rawat itu kosong.

"Tidak tau." Evan lansung berlari ke meja receptionist di depan. "Sus pasien yang di kamar itu mana ?" Katanya.

"Oh, dia tadi sudaj pulang, kami sudah menganjurkan untuk tetap beristirahat karena kondisinya belum stabil  tapi beliau bersikeras ingin pulang jad—"

BRAKKK

Ucapan sang suster terhenti karena Evan menggebrak meja. "Kalian kerjanya apa sih? Bisa-bisanya membiarkan pasien yang belum sehat pergi begitu saja. Kalian pikir saya tidak bisa bayar ? HAH ?" Bentak Evan keras. Wajahnyapun merah dan membuat suster itu ketakutan.

"Evan apaan sih ? Ini rumah sakit. Maaf ya sus teman saya agak emosi. Emmm pasien itu nitip sesuatu gitu sus ?" Sang suster hanya menggeleng.

"Kita pulang" kata Evan dingin lalu melangkah cepat ke parkiran. Cika pun setengah berlari mengikutinya.

BUK BUK BUK

Evan berkali-kali membanting setir mobilnya. "ARRRGGGHHH" teriaknya kesal.

"Lu kenapa sih Van, beneran deh gua kayak nggak ngenalin lu. Udah cinta mati banget ya sampai segitunya" Jadi gemas sendiri melihat kelakuan temannya ini.

"Nggak tau Cik. Maksud gua, dia Ilang dan gua cuman tau namanya. Gua harus temuin dia. Harus"

"Yaudah biar lu tenang temenin gua ke panti aja yah ? Plisssss" kata cika memasang wajah (sok) unyu yang malah membuat Evan ngeri.

"Yaudah.. Ayo"

***

at Panti

"BU ASIHHH" panggil cika. Di depan pintu panti yang sederhana itu. Terlihat seorang ibu-ibu yang berusia kira-kira 50 tahunan berjalan keluar.

"Eh nak Cika. Masuk dimas lagi tidur di dalam" katanya tersenyum ramah. "Ini temennya ?" Kata bu Asih menunjuk Evan.

"Hehe iya bu. Ini Evan yang sering nitip sumbangan itu loh bu." Kata cika tersenyum.

"Oh astaga, masuk silahkan nak Evan. Makasih banyak ya nak udah mau nyumbang buat anak-anak disini. Mau minum apa ? Ibu bikinin ?" Katanya.

"Ah enggak usah bu, saya bareng cika aja." Ucap Evan tersenyum canggung.

"Yuk Van, gua udah kangen ama Dimas." Kata cika.

"Dimas ? Siapa ?" Kata Evan penasaran.

"Itu loh, anak bayi yang aku ceritain. Udah ah masuk" kata menarik Evan masuk ke dalam.

Disana cika mengajaknya memasuki sebuah kamar, ada sebuah ranjang anak kecil. Didalamnya ada seorang balita yang sedang tertidur. Cika menatap bayi itu sambil tersenyum dan sesekali mengusap rambut bayi itu. Evan mengakui bayi itu memang sangat manis.

"Mau coba pegang ? Pegang aja, tapi hati jgn Sampai dia bangun" kata cika pelan tampa mengalihkan pandangannya dari balita bernama Dimas itu.

Evan perlaha menggerakan tangannya megelus rambut Dimas, perlahan moodnya yang tadi rusak mulai membaik.

"Eh bu, Rein mana ?" Kata cika tiba2 saat bu Asih muncul di belakang mereka.

"Lagi kerja nak cika. Ibu khawatir loh. Dia semalaman nggak pulang. Eh malah tadi pagi datang dalam keadaan luka. Tapi tetep maksa mau kerja. Dia juga nggak mau cerita"

"Aish dia itu. Keras kepala sekali" ucap Cika terlihat sedih. "Aku nyusul dia deh bu. Yuk Van"

"Eh kita mau kemana ?" Kata Evan.

"Udah ikut aja. Kami permisi ya bu, nanti balik lagi kok" kata cika.

"Oh iya. Hati-hati. Nak Evan sering-sering kesini yah." Kata bu Asih melambaikan tangan.

***

"Kita ngapain ke Cafe ?" Kata Evan. Moodnya mulai rusak lagi.

"Mau jempun Rein lah, sahabat gua. Lu denger sendirikan tadi kalo dia luka ?dia itu nekat orangnya" kata cika hendak keluar dari mobil.

"Ah paling anak keras kepala yang sok" kata Evan cuek.

"Van please. Jangan ngomong jelek soal dia." Kata Cika menatap Evan serius. Ekspresi yang sulit diartikan.

"Ah o-okay" jawabnya gugup. 'Tumben' pikir Evan.

Mereka berdua memasuki Cafe

"Kau itu, aisshhh" teriak seseorang yang berkumis lebat di dekat kasir. Orang itu sedang mendorong-dorong kepala seorang yang lebih kecil di depannya. "Kalau kau ceroboh begini kau bisa membuatku rugi ! Kau ku pecat. Dan ganti gelas yang kau pecahkan" teriaknya lagi.

Cika mengenali soaok yang dimarahi itu lansung berlari kearah sana di ikuti Evan yang heran melihat sahabatnya berlari.

"Pak tolong pak, saya butuh pekerjaan ini pak" kata orang yang kena marah tadi.

"Aihh dasar " kata pak kumis itu mendorongnya sampai jatuh.

"Hei jangan kasar gitu dong. Lu nggak papa Rein ?" Kata cika menghampiri rein yang sudah tersungkur di lantai. Rein hanya mengangguk.

Cika membantu Rein berdiri. Evan pun sudah tiba di belakang mereka, perlahan matanya membulat melihat seseorang yang di Rangkul cika.

"Davin..." Ucap Evan pelan. Merasa terpanggil Rein a.k.a Davin pun menoleh dan matanyapun bertemu pandang dengan Evan.

I don't care. I love you ! (BoyxBoy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang