Seketika Fina mulai menghentikan tawanya, walaupun dengan tawa disela nya "Ya ampun, aduh cape gue ketawa mulu. Itu si hahaha aduh kumis mampus lu,"
"Eh Fin, muka lu! Bwahaha muka lu..haha.." sahut laki-laki didepan Fina dengan tawa yang mulai menggelegar lagi.
Jika tadi semua murid tertawa karena laki-laki so cool yang ku pastikan ia tengah jatuh didepan kelas tadi.
Tapi sekarang, alasan lagi-lagi mereka tertawa adalah karena laki-laki yang terus tertawa ini mengatakan "muka lu Fin, merah banget kaya pantat monyet hahahah," dengan telunjuk yang mengarah ke muka Fina dan suara yang kencang meledek Fina."Hahaha..." tak ku pungkiri. Yang dikatakan laki-laki itu memang benar. Aku pun ikut tertawa mendengar nya.
Puas tertawa dengan segala kejadian pagi ini. Aku kembali mengingat mimpi tadi malam yang membuatku terlambat bangun pagi.
Siapa Gy? Hmm. Memangnya sejak kapan aku punya pacar? Hihi.. tapi aku cukup tersenyum senang mengingatnya.
Oohh Pangeranku.Sebenarnya sudah beberapa kali aku memimpikan, bahwa aku punya kekasih. Entahlah. Bahkan kedua orangtuaku mengetatkan erat pergaulan ku. Bagaimana mungkin aku punya kekasih?
"Hushh senyum-senyum sendiri aja. Mikirin apa hayooo?" kata usil Fina mengagetkan ku.
"Hah? Apa Fin? Kenapa?" tanyaku yang baru saja sadar dari lamunan ku.
"Ituu," jawab nya singkat dan mengangkat dagunya seperti mengarahkan pada sesuatu.
Aku yang mengikuti arah dagu Fina pun menengok kearahnya, "Alaric Satria Hazmi," ucap laki-laki yang tertawa tak hentinya beberapa saat yang lalu. dengan tangan yang menjulur ke arahku.
"Avina Putri Utama," balasku dengan senyuman. Dan menyambut uluran tangannya.
"Avina?"katanya mengernyitkan dahi. "Fina?"lanjutnya lagi tambah memperlihatkan kerutan di dahinya.
"Gak perlu bingung. Dia temen gue, panggil aja Av," ucap Fina seakan tau dengan pertanyaan yang akan diajukan Aric.
"Oh... hai Av, call me Aric oke?" katanya padaku.
Dan ku balas anggukan dan senyum kaku.Hening sesaat.
Ada perasaan tak percaya diri yang kembali hinggap pada diriku. Seharusnya yang kulakukan adalah berbincang dengan teman baru dikelas ini. Walaupun setahun sudah aku bersekolah disini, aku memang tidak banyak dikenal atau mengenal seseorang.
"Assalamu'alaikum, pagi anak-anak," suara khas Pak Suparman terdengar dari depan pintu.
"Wa'alaikum salam Pak," jawab kami kompak.
"Mohon maaf ya bapak datang terlambat," ucap Pak Suparman dengan senyum merasa bersalah.
"Lama juga gapapa pak," sahut seorang anak laki-laki dibarisan paling pojok belakang disambut tawa beberapa murid.
"Iya nih, bapak lupa kalo jadi wali kelas. Setelah upacara, mampir ke kantin sarapan," jawab Pak Suparman dengan santainya tanpa merasa bersalah.
Perkenalan kami dengan teman-teman baru dan beberapa guru dikelas 11 pun berjalan biasa saja. Sama seperti perkenalan yang biasa dilakukan murid baru.
Bukan. Sebenarnya aku yang berkenalan dengan mereka. Karena memang aku tidak kenal banyak walaupun jumlah kelas di jurusan ini hanya 4.
Jangan salahkan aku yang tidak mengenal mereka. Salahkan saja sifatku yang pemalu itu.
****
Hal yang ku tunggu pun datang. Saatnya istirahat. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu sahabatku dikelas dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Ours"
Teen FictionJangan pernah katakan "tidak" jika memang jawabannya "ya" atau kau katakan "ya" padahal jawabannya "tidak". Suatu hari kamu harus belajar menerima, suatu hari juga kamu harus belajar untuk menolak. Hidup tak semudah kau bayangkan. Atau bahkan kau p...