Rupanya tempat penitipan barang. Tak terasa, jam sudah menunjukan pukul 5 sore.
"Cape?" tanya Avel setelah menyuruh ku duduk didekat tempat penitipan barang.
"Huuuh... Lumayan. Tapi seru kok," jawabku sedikit menghela nafas dan tersenyum manis.
"Bagus. Abis ini mau kemana?" tanyanya jongkok di hadapanku karena memang tempat duduk yang kosong hanya muat untukku saja.
"Lah kok kamu yang nanya, aku kan gak tau,"
"Ya.. mungkin aja ada yang mau di lihat," ucapnya nyengir.
"Sayangnya.. gak ada tuh. Aku gak pengen lihat apa-apa," jawabku. Aku gak suka tempat yang terlalu ramai. Beruntung tempatnya adalah Plaza Senayan yang cukup luas.
"Berarti siap nih ikut gue lagi?" tanyanya seperti meledek. Aku masih kuat kok untuk berjalan 2 - 3 jam lagi.
"Siapa takut!" jawabku semangat.
Avel berdiri dan merenggang kan otot-otot nya, tiba-tiba ia berkata "Catch me!" lalu berlari meninggalkan aku yang masih terduduk.
"Dasar curang," dengusku sebal lalu beranjak mengejar Avel, menerobos keramaian.
Avel sih enak. Dia kan punya postur tubuh yang tinggi, mudah saja buat menerobos orang sebanyak ini. Sedangkan aku. Ah, tapi aku gak boleh kalah, aku harus menangkapnya.
Terus berlari. Hingga ke arah panggung musik.
"Ayo tangkep gue," teriak Avel yang masih bisa kudengar. Sial. Avel berlari semakin kencang kearah panggung.
Aku menambah kecepatan ku untuk segera menangkap Avel agar tidak mendekati panggung. Pasti akan lebih ramai lagi disana.
Saking fokusnya berdesakan, aku kehilangan jejak Avel. Kemana dia? Aku terus berlari kearah panggung. Tuh kan benar, ini ramai sekali. Aku harus segera menemukan Avel.
"Avel!!!" teriakku. Aku sudah berlari sejauh ini. Berdesakan dengan kerumunan orang. Dan tubuhku terasa sangat kecil. Tapi mataku belum juga berhasil menemukan Avel. Atau setidaknya, aku berharap bertemu dengan salah satu teman-temannya Avel.
Tiba di depan panggung. Aku takut. Aku diantara banyak orang yang menggunakan masker topeng dengan gambar yang aneh. "Avel!!!" teriakku lagi berusaha dengan suara yang lebih kencang.
Aku berputar melihat ke segala arah. Mataku masih menjelajah diantara banyak orang, berusaha agar dapat melihat lebih tinggi dengan menjinjit. Aku mulai panik. Saat lagi-lagi tidak menemukan siapapun yang aku kenal. "AVEL!!!" teriakan ku berhasil terdengar lebih kencang dari sebelumnya.
Sungguh, aku panik, aku takut, dasar Avel nyebelin, aku kesal sama Avel, semuanya campur aduk hingga buatku berkeringat dingin.
Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku dari belakang lalu berbisik tepat di telingaku "Mencari saya?" sontak aku berbalik dan menemukan Avel tengah memegang masker topeng.
Tanpa pikir panjang, aku memeluknya erat. "Avel! aku takut," gumamku. Ia pun membalas pelukanku. "Gue disini kok, maaf yaa, maaf Av, maaf," ucapnya dengan nada menyesal dan mengusap kepalaku berniat menenangkan ku.
"Nyebelin banget sih," ucapku sebal melepas pelukanku dan mendorong pelan tubuh Avel. "Aku tuh gak suka tempat seramai ini, aku gak suka diantara banyak orang tanpa mengenal siapapun, kalo aku hilang gimana? Kalo aku gak ketemu kamu lagi gimana? Kalo aku gak bisa pulang gimana? Kamu tuh nyebelin tau gak?!" cerocosku terus menerus. Aku panik, makanya begini.
"Sssstt udah yaa. Kamu gak akan ngalamin itu, disini banyak temen aku. Maafin aku bikin kamu takut," ucapnya kadang terdengar lebih tulus saat menggunakan aku-kamu, ia menenangkan sambil mengusap peluh keringat di dahi ku tanpa merasa jijik. Tangan lain nya meraih genggaman tangan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Ours"
Fiksi RemajaJangan pernah katakan "tidak" jika memang jawabannya "ya" atau kau katakan "ya" padahal jawabannya "tidak". Suatu hari kamu harus belajar menerima, suatu hari juga kamu harus belajar untuk menolak. Hidup tak semudah kau bayangkan. Atau bahkan kau p...