Perubahan

449 20 0
                                    

Sejak saat itu , aku dan Aria menjadi sangat akrab. Sayangnya, Aria tidak mengizinkanku memperlihatkan persahabatan kami di khayalak umum. Kami hanya bisa berinteraksi di dalam room chat atau game online saja.

"Bukannya aku membencimu, tapi karena aku menyayangimu aku menyuruhmu melakukan ini."

"Bahkan pada Ibuku sendiri?"

"Pelakunya berbahaya, lho. Ingat itu. Aku tidak ingin ibumu keceplosan. Aku juga tidak ingin kamu kehilangan 3 sahabatmu itu hanya karena aku. " final Aria yang akhirnya melanjutkan lagi membaca buku Geografi kelas 10, ia pinjam dari perpustakaan sekolah.

Perkataan Aria sangat akurat. Sejak peristiwa pembentakkan Eli kepadanya, banyak orang makin menunjukkan ketidaksukaan mereka kepada Aria, begitu pula yang dilakukan oleh fans Aria kepada Eli.

Alhasil, aku sering menolong Eli yang mengalami penindasan karena fans Aria, baik mengobati lukanya di UKS atau mencari barangnya yang disembunyikan. Sayangnya, aku harus mati-matian mengurungkan niatku untuk membantu Aria saat ia ditindas oleh beberapa teman di kelasku, atau pun fans dari siswa yang naksir Aria. Mereka bahkan hampir menelanjangi Aria dengan menggunting seragamnya.

Aria sudah tentu sangat terusik dan jengah, sampai-sampai ia menghajar para siswi itu dan membuat salah satu dari mereka pingsan, bahkan Aria mengancam akan menyebarkan aib mereka semua di dunia maya jika mereka mengadukan perbuatannya ke orang tua mereka.

Mengerikan sekali memang remaja sekarang.

Sedangkan Bella, ia memilih untuk mengawasi Aria dari jauh. Setiap kesalahan kecil selalu dicatat olehnya, lalu akan dijadikan bahan gosip sesama Osis bahkan guru. Jika Aria dibully, maka ia akan mengambing-hitamkan Aria seolah-olah Aria penyebab semua ini.

Patricia saja yang berbeda. Walaupun ia tidak masuk karena dirawat sementara oleh psikiater, ia mengetahuinya melalui grup chat teman-teman sekolahnya. Patricia, yang judes dan bermulut pedas, ia tidak terima dengan segala perlakuan yang diterima Aria, menurutnya sangat berlebihan.

Karena itu, ia bermusuhan dengan Eli dan Bella yang notabene sahabat sejati sampai sekarang.

Seringkali aku berpikir bahwa kekacauan ini disebabkan olehku. Tapi, hei, bukankah ini sejak awal salah mereka karena asal tuduh pada kunci jawaban masalah besar ini?

Aku tak sabar melihat perilaku mereka jika kebenaran yang dibawa Aria mengenai kasus ini terungkap.

-----------------

"Aduh, sakit! " Pekik Eli saat anak-anak basket (pastinya fans Aria, kabar mengenai siswa laki-laki yang ekstra badminton dan basket adalah fans berat Aria sudah masuk ke telingaku yang bahkan baru genap empat bulan bersekolah di sini. ) yang melemparkan bola basket ke dahi Eli saat ia melewati tempat olahraga bola keranjang itu.

"AHAHAHA SAKIT? SORI, SOALNYA KEPALAMU PANTES JADI RING BASKET! " Sahut salah satu dari mereka yang kemudian diiringi gelak tawa dari yang lainnya. Aku yang melihatnya langsung panik dan menghampiri Eli.

Seketika terlintas di benakku :
"NYESEL GW GAK NURUT BUAT PINDAH SEKOLAH, ANJ*R."

Aku ingin sekali mengumpati perlakuan mereka, namun karena aku teringkat kalimat yang Aria ucapkan kemarin saat kami bermain D*TA 2, aku mengurungkan niatku.

"Makasih banyak, Hal." ucap Eli sambil meringis ketika kepalanya sedang diobati adik kelas sekaligus tetanggaku, Laksmi, yang merupakan anak PMR.

"Maafkan aku Li. Gara-gara aku, semua kacau."

"Bukan salahmu. Niatmu cuma membela gadis laknat itu 'kan? Ini semua karena dia." Aku hanya mengangguk sambil membalas pelukannya.

"Sudah selesai, kak. Kalau sakit lagi, segera ke UKS." ucap Laksmi sambil membersihkan sisa kapas dan merapikan alat-alat yang digunakan.

Aku dan Eli kembali ke kelas. Setelah sampai, lagi-lagi aku harus dikejutkan dengan pemandangan di depan manik kembar kelam ku.

Para siswi bar-bar itu, menghancurkan bangku Aria dengan cat warna milik Aria dan menghancurkan segala isi tasnya dengan gunting.

Aria? Matanya yang merah berarti ambigu. Entah akan mengeluarkan liquid bening, atau layangan tinju ke tubuh para bajingan betina itu.
Ternyata, ia memilih untuk lari, sepertinya meninggalkan sekolah dengan aura bernuansa kelam, marah, dan sedih bercampur menjadi satu. Aku hampir saja terjatuh karena energi negatif auranya yang besar apalagi energi negatif yang dihasilkan orang-orang di kelasku

Fans Aria yang melihatnya dari luar kelas sudah memanggil para guru BK dan Bu Sintia. Syukurnya, para siswi itu diseret ke ruang BK untuk segera dihukum.

Aku benar-benar ingin menghampiri Aria, sampai kapan aku harus menahannya? Bahkan untuk melaporkan kepada wali kelas kami saja, aku belum bisa.

"Widih, gambarnya si Aria hancur semua, deh. Udah gak jelas jadi tambah gak jelas. "

"Kasian banget udah buat catatan bagus-bagus jadi hancur lebur ahahahaha."

"Gaya banget , tas bermerk kok buat sekolah?"

" Anak kaya yah, besok kita palak dia. Kalau dia nolak, hajar aja!"

SUDAH CUKUP! Aku ingin sekali memukul bibir mereka dengan sapu, tapi Tuhan memberiku kekuatan padaku untuk menahan emosi ini, demi kelancaran rencana kami berdua.

Ketika aku mengecek gadgetku, emosiku lenyap.

"Bel, aku mau ke toilet. Temani aku plis. " Syukurnya Bella mengangguk. Tidak akan mencurigakan bukan, jika membawa temanmu untuk berada di sekitarmu yang sedang berkhianat?

Aku harus tahan,
sebentar lagi.







Topeng yang 'Sempurna'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang