Darah SMA XY di 2016

449 22 3
                                    

17 Maret, bulan kedua aku bersekolah di sini, menjadi hari terkelam bagi SMA XY di tahun 2016.

Siswa dan siswi di sekolah ini dikagetkan dengan penemuan mayat di lapangan basket. Mayat itu ternyata adalah kakak kelas 12 IPA 2. Dia adalah mantan ketua OSIS tahun 2015, namanya Erika , kakak dari Patricia. Ketika mendengar kabar ini dari teman-teman di kelasku dan kelas lain, Patricia yang semula berada di kelas langsung tremor berujung pingsan.

Memang sih, Patricia dan keluarganya sempat meminta bantuan pada teman-teman di kelas dan teman-teman kakaknya untuk mencari Kak Erika, karena ia sudah tidak pulang selama 7 hari. Tapi fakta memang kejam.

Dengan segera anak PMR di kelasku membawa Patricia ke UKS untuk diberikan pertolongan pertama, sedangkan aku dan Bella menuju ke ruang BK membantu guru BK kami, Bu Anggi, untuk menghubungi orang tua mereka, berbekal handphone Patricia yang kuambil di tasnya.

Suasana sekolah semakin histeris ketika ambulan dan polisi yang dihubungi 37 menit yang lalu telah tiba. Polisi kemudian memeriksa TKP dan mayat segera dibawa menggunakan untuk diotopsi. Tak lupa juga diberikan garis polisi agar warga SMA XY tidak merusak TKP.

Karena hal ini, kepala sekolah mengumumkan bahwa mulai hari ini sekolah akan diliburkan sampai waktu yang belum pasti agar penyelidikan bisa dilaksanakan dengan cepat. Info selengkapnya akan diumumkan di grup chat kelas.

Tidak ada satupun murid yang bersorak senang karena diliburkan. Wajah mereka memperlihatkan ketakutan luar biasa, empati dan kesedihan yang mendalam, terutama murid yang akrab dengan Erika.

Aku yang sedang membereskan tasku kemudian tersadar dengan kenihilan teman sebangku ku.

"Dimana Aria ?" tanyaku pada Ahmad.

"Orangtua Aria bilang kalau Aria sakit dan harus diopname, tadi baru dikasi suratnya sih dari ayahnya." jawabnya.

"Dia sakit apa?"

"Ya mana kutahu, orang tuanya cuma bilang dia harus diopname."

"Eh Ahmad, ingat gak? ditanggal yang sama pada bulan Januari tahun lalu juga terjadi pembunuhan kakak kelas bernama Puspa , sahabatnya kak Erika, yang mantan ketua PMR itu 'kan? " Ungkit Laras, sekretaris kelasku.

"Gak mungkin lah gw lupa, yang ditemuin cuma badannya kak Puspa aja, organ dalam dia hilang semua! Gila memang! Belum ketangkap lagi pembunuhnya! " Balas Ahmad dengan raut jijik dan ngeri.

"Rekaman cctvnya buram, cuma ketangkap postur tubuh terduga pelakunya saja. Katanya gadis yang tinggi." tambah Bella.

"Dan kebetulan... Aria yang tingginya 172 cm juga diopname di saat itu." Timpal Eli yang sedari tadi hanya menyimak saja.

"Hmmm.... Jangan-jangan... " Laras membuka suaranya lagi.

"Gak usah main tuduh-tuduh gitu lah, emangnya kalian ada bukti?" Ini aku yang menjawab.

"Halya, gw kasi tahu. Kadang yang terlihat tenang di luar, di dalamnya mungkin saja hancur."

"Ih dia memang anak aneh 'kan? Siapa tahu beneran dia yang bunuh kak Puspa dan kak Erika!" Tungkas Bella asal.

"Sudah cukup! Berhenti menuduh tanpa bukti! Kalian seperti ini juga tidak terlihat lebih benar dan baik!" Finalku yang kemudian memilih menjenguk Patricia seorang diri. Teman-temanku memilih untuk diam dan meminta maaf atas ucapan mereka, namun aku tidak peduli.

--------------

"Hiks, Kak Erika, hiks...." Isakkan tak luput dari Patricia, aku juga tidak tahu harus berkata apa. Aku hanya menggenggam erat tangannya, sesekali mengelus punggungnya. Aku juga tidak kuat membayangkan jika aku adalah Patricia.

Melihat tubuh tak bernyawa kakakmu sendiri hancur lebur? Benar-benar mengerikan.

Ibunya menangis sangat keras, ayahnya hanya pasrah dan berusaha menenangkan istrinya dengan pelukan, itupun berkali-kali ditolak oleh wanita berambut pendek itu. Sungguh, suasana di sekolah ini sangat tidak enak. Pembunuh itu benar-benar kejam.

"Hal, hiks... belum mau pulang? Udah jam 12 siang ini. " tanya Patricia lirih.

"Gak peduli. Kamu masih sedih, 'masa aku tinggal pergi."

"Gapapa kok Hal, udah ada Bu Anggi sama Bu Sintia yang nemenin aku. Ada orang tuaku juga kok."

"Dik, kamu pulang saja ya? Makasih banyak udah mau menghibur dan menemani Patri-nya om dan tante. Jam 1 kami juga ke kantor polisi untuk memberikan keterangan pada masa Erika menghilang." Tutur ayah Patricia padaku dengan lembut. Ya sudahlah, sebaiknya aku pulang saja.

Aku berjalan menuju parkiran seorang diri. Tidak nyaman juga karena aku terbiasa kemana-mana berempat dengan sahabat-sahabatku.

Bella hanya mampu menemani Patricia sampai jam 10 pagi tadi karena ia anggota OSIS. Mereka sedang rapat untuk membuat rencana kedepannya dikarenakan kejadian mengerikan ini bersama pembina OSIS , MPK, Wakasek dan Kepala Sekolah.

Sedangkan Eli, ia terpaksa pulang duluan. Ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit karena patah tulang membuatnya harus menemani keluarga satu-satunya itu.

Saat aku hendak memakai helmku, aku melihat siluet seorang gadis yang tinggi sedang berdiri di dekat gudang. Aku merasa familiar dengan orang itu pun memicingkan mataku.

"hah.. Aria?!" Pekikanku sepertinya didengar oleh sosok itu, sehingga membuatnya kabur.

Tak bisa dielak juga, aku mulai curiga pada Aria, maaf ya.

Topeng yang 'Sempurna'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang