Tak Terduga

445 19 2
                                    

"Uhh.. Firasatku tidak enak sekali! Instingku bilang aku harus ke rumah Aria sekarang!"

"Kalau begitu, segera pergi! Aku akan bersiap menerima telepon dari kakak!" suruh Laksmi yang membuatku segera mengambil kunci motorku dan jaket. Namun sebelum berangkat, handphoneku berbunyi.

"Halo? Eli? kenapa?"

"Tolong aku, mereka mau membunuhku,  hiks.... " setelah itu teleponnya diputus sepihak, digantikan dengan pesan dari Eli yang berisi lokasinya. Ternyata lokasinya berada di sebuah gedung terbengkalai.


"Laksmi, ayahmu bisa dihubungi 'kan?" Laksmi menggeleng.

"Walaupun ia seorang polisi, aku harus menghubungi nomor polisi agar prosedurnya sesuai dan arahannya dapat diketahui dan dipahami oleh pihak kepolisian." setelah telepon tetanggaku itu dijawab,  ia langsung menjelaskan musibah yang menimpa Eli.

"Gawat. Mereka baru bisa mengirimkan beberapa polisi sepuluh menit lagi!" aku tak peduli. Aku langsung pergi menuju tempat yang dikirim oleh Eli.

----------------------

Gedung kelam berlantai dua itu telah tertangkap oleh netraku.

Sial! Auranya sangat mengerikan!  Aku harus segera menemukan Eli sebelum aku pingsan karena aura mengerikan ini sangat menusuk ragaku.

"ELIIII!  KAMU DI MANA?!!!"

"ELIIIIIII!"

"mmpfh...!!"

"ELI?! "

"EMPFHH! "

DUAGH

Aku berhasil mendobrak pintu tua sumber bunyi yang kuyakini adalah Eli. Ia dalam keadaan terikat dan mulut dilakban. Dengan segera aku melepas itu semua.

"Hah.. AWAS! ARIA AKAN MEMUKU-"
Sebelum selesai mendengar teriakan Eli, kesadaranku habis karena tak bisa menahan kepalaku yang sudah terasa sangat sakit akibat dihantam.

Laksmi, semoga ucapanmu salah.

---------------------

Reader's Point of View

"Apakah benar yang di telepon ini adalah saudari Anggarani Laksmi Mutiana? "

"Benar, ini saya?  Apakah teman-teman saya sudah ditemukan? "

"Mereka tidak ada sama sekali di dalam gedung terbengkalai yang anda beritahu kepada kami. Tapi kami menemukan sebuah ruangan dengan debu berbentuk aneh.  Sepertinya ith adalah bekas seretan. Kami juga menemukan sebuah anting emas dengan mata berbentuk kubus yang tidak berdebu di bagian atasnya. Sepertinya benda ini baru saja terjatuh di sini."

"ITU ANTING PUTRI SAYA! SAYA MOHON PAK! TEMUKAN PUTRI SAYA!NAMANYA HALYA PRADYANI!" Kali ini Ibu Halya yang berbicara di telepon. Sungguh, sebenarnya sejak awal Laksmi sudah memberitahu ibu Halya. Tapi hal ini benar-benar tak terduga.

"Kami sudah menyisir anggota kami untuk meminta keterangan kepada warga yang berada di dekat sini dan juga untuk mencari keberadaan mereka yang mungkin masih berada di sekitar sini. Mohon untuk memberitahu kami jika kalian mendapatkan sebuah informasi dari pihak lainnya yang akan membantu penyelidikan."
setelah mengucapkan terima kasih, Ibu Halya menutup teleponnya. Mereka berdua menangis, tetapi Laksmi berusaha untuk terus berpikiran jernih agar mampu menolong tetangganya yang baru 5 bulan akrab dengannya itu.

"Aku berharap padamu kak, telpon lah nomor keduaku. " Gumamnya dalam hati.

-------------------
Halya's Point of View

"Urghh,  ini di mana?" kepalaku terasa sakit sekali.
Sial,  kaki dan tanganku tak bisa digerakkan. Kalau tali sialan ini sudah lepas, aku pastikan wajah bajingan itu hancur.

Apakah bajingan itu,  Aria?!
Apakah ia menipuku selama ini?!

"Hiks..." isakkanku karena merasa dikhianati di ruangan sempit ini sepertinya didengar oleh orang lain, sehingga aku mendengar suara pintu dibuka.

"Ooh? Sudah bangun?" Aku sangat terkejut melihat sosok di depanku ini.  Namun dengan cepat,  aku mengetahui apa yang terjadi di sini.

"ELI?! MANA ARIA?!" geramku padanya yang hanya memasang tampang remeh.

PLAK

"Penipu sialan! Selama ini kau bersekongkol dengan si pucat itu 'kan?!"

"Hoekh..." Lagi-lagi Eli menghajarku,  ia menendang perutku sehingga isinya keluar semua.

"TIDAK USAH BERLAGAK MENJADI PAHLAWAN!" Kali ini ia menendang kepalaku hingga bertubrukan dengan tembok. Aku hanya bisa menangis menahan rasa sakit yang bertambah ratusan kali lipat.

"Mau tau dimana sahabatmu itu?  Tahan dulu ya.  PATRICIA!" Kemudian muncul Patricia yang diseret oleh Bella menuju ke hadapanku.

"Kau tak ingin pelaku pembunuhan kakak kesayanganmu itu terungkap, bukan?" Ancam Eli kepada Patricia yang gemetaran.

"Kau sudah lihat caraku menghabisi pion utamanya, sekarang habisi budaknya!  Atau kau yang kuhabisi!"

Apa...?! Aria sudah dibunuh...?

"Niatku ingin menjadikan Aria sebagai kambing hitam, tapi tanganku sudah gemas, makanya lehernya jadi terpenggal, deh. " ucap Eli sembari mencengkeram daguku.

"Eli.. Kenapa kau melakukan ini...?"

"Maaf,  harusnya kau menambahkan imbuhan 'kak' saat memanggil namaku." balas Eli.

"Kalau saja Aria tidak diseret ke gudang oleh para siswa mesum itu,  pasti ia tak akan menemukan jarum bius dan taliku! Pasti dia tak akan menemukan bukti lainnya jika akulah yang membunuh kakak Patricia, mantan ketua PMR sialan itu, dan kakak laki-lakinya tiga tahun silam!"

"Semua ini tidak akan terjadi jika kakak laki-laki dan dua sahabat perempuannya itu tidak melihatku yang sedang bertransaksi morfin pada klienku di gedung tadi! Mereka jadi ke alam baka 'kan?AHAHAHAHAHA"

"Dan sekarang, kau akan menyusul tuanmu itu, murid baru. Kerja bagus,  Patri! Sekarang bunuh dia dengan golok itu." jujur saja, pandanganku semakin memudar.

Sepertinya kemarin adalah pertama dan terakhir kalinya nasibku diramal secara tidak langsung.

Topeng yang 'Sempurna'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang