2| - The Dream that Attainable -

8.4K 826 3
                                    

"Masa lalu tak bisa diubah. Masa depan adalah kekuatanmu."

- Mary Pickford-


Suasana senja yang tenang dan sejuk, semestinya membuatku damai dan menikmati sore hari yang menjadi favoritku. Namun detakan jantung yang kencang, membuatku tak bisa menikmati momen ini dengan nyaman. Keringat dingin pun mengucur, membasahi telapak tanganku saat menekan tombol keyboard untuk mengakses halaman yang kutuju. Berulang kali kulafalkan doa di dalam hati untuk menerima sesuatu yang dapat mengubah masa depanku.

Kinanti Bazla

Mataku membulat saat namaku tercantum pada halaman tersebut.

Kutangkup bibir dan berdiri dengan pandangan tak terlepas dari layar laptop. "Ma ... Mama ... aku diterima, Ma!" teriakku kemudian ke arah pintu. Aku sungguh tak percaya dengan apa yang kulihat.

"Apa sih, Kak, teriak-teriak?" terdengar suara mama menyahut dari arah dapur.

"Sini, Ma," lambaiku padanya yang kini kulihat tengah mengintip dari dinding dapur, "ini ...." Tunjukku pada layar laptop sambil meloncat tak terkendali. Oh, aku benar-benar seperti cacing kepanasan.

Mama berjalan tergopoh-gopoh menuju kamarku. Setibanya di ambang pintu, kugiring dia untuk melihat layar laptop. "Kinan keterima!"

Kedua mata mama pun melebar menatap laptop. "Kamu lolos, Kak? Ya, ampun sayang ini bener? Gak bohong, kan!" teriaknya tak kalah histeris yang seketika memekakkan telinga.

"Ih ... Mama kenceng banget. Iya Mamaku Sayang. Kinan diterima. Kinan lolos, Ma!"

Sontak Mama memelukku erat, "Selamat ya, Sayang. Selamat. Mama bangga sama kamu, Nak. Mama bangga!"

Aku mengangguk dan tersenyum lebar mendengarnya.

"Alhamdulilah, akhirnya perjuanganmu tercapai sudah."

"Alhamdulilah." Kulepas pelan pelukannya untuk melihat Mama. Namun yang ada, aku bingung melihat air mata di pipinya. "Mama kenapa?"

Diusapnya cepat air mata itu. "Mama bahagia. Bahagia akhirnya impianmu dan Papa terwujud, walau keadaan kita seperti ini," sejenak ia menghela napas, "maafkan Mama. Kamu harus bersusah payah mencari uang dan beasiswa untuk kuliahmu. Mama—"

"Ma, kenapa ngomongnya kayak gitu, sih? Kinan gak pernah menyesal atau pun kecewa sama Mama. Justru Kinan bangga sama Mama. Mama sudah membesarkan aku dan Adik dengan hebat. Mama itu hebat. Dan semua ini sudah digariskan Tuhan, Ma. Cuma itu yang Kinan percaya," jelasku menggenggam tangan Mama dan mengusapnya lembut.

Perlahan senyumnya mengembang dan kembali memelukku erat.

Kubalas pelukannya tak kalah erat. Sejujurnya, hatiku pun sedih dan ingin menangis mengingat semua yang telah terjadi. Terlebih mengingat papa yang telah tiada.

***

Sore itu kami berlanjut membuat menu makan malam. Kali ini mama menyediakan menu yang cukup membuatku meneteskan air liur, di antaranya rendang daging, capcay, dan tumis kerang. Semuanya adalah makanan kesukaanku. Sengaja mama memasaknya untuk merayakan keberhasilanku diterima sebagai mahasiswa S2 di Wageningen University, Belanda.

Ya, tujuanku di sana. Aku ingin menempuh pendidikan pada bidang Medical Biotechnology sama seperti Papa.

Selama bekerja sebagai asisten laboran, keinginanku untuk mengambil S2 di kampus tersebut makin kuat, di samping memenuhi kriteria perusahaan impianku. Berulang kali aku mengikuti ujian Test of English as a Foreign Language (TOEFL) sebagai syarat mutlak untuk menempuh pendidikan di sana. Dan berulang kali pula aku gagal mendapatkan nilai standar minimal. Aku terus mencoba untuk mengikuti ujian hingga yang ketiga kalinya. Tidak sedikit memang biaya yang harus kukeluarkan, tapi keinginan untuk mewujudkan cita-citaku mengalahkan keputusasaanku. Pada akhirnya, aku berhasil meraih nilai standar minimal tersebut dan segera kudaftarkan untuk mengikuti program beasiswa, serta seleksi akademik di kampus yang kutuju. Dan hari ini membuktikan segalanya. Kegigihanku membuahkan hasil.

VERBORGEN LIEFDE (Available On Play Books)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang