"Seperti sama halnya mencintai senja, tanpa kusadari memandangmu menjadi kebahagiaanku, meskipun hanya melihat dari kejauhan."
-Anonim-
Suhu 15°C pada pukul 07.00 pagi menyapaku saat menginjakkan kaki pertama kali di Bandara Schiphol, Amsterdam. Long haul flight selama 12 jam dari Malaysia pukul 00.00 menjelang sabtu pagi, tak membuat semangatku surut untuk menunjukkan senyum terbaikku.
Pandanganku meneliti apa yang ada di sekelilingku saat ini. Merekam semua hal baru yang akan kuceritakan pada mama, Chintya, dan jelas anakku nantinya. Bandara ini cukup padat. Terlihat banyak orang berlalu-lalang membawa troli dan koper dari pintu kedatangan.
Setelah mengambil koper melalui bagian pengecekan, segera aku beranjak menuju toilet untuk buang air kecil. Udara yang cukup dingin membuatku berulang kali harus ke toilet sejak dari dalam pesawat.
Sejenak aku terpana dengan interior toilet di bandara ini. Desain minimalis canggih sangat terasa saat pertama kali memasukinya. Selain itu, keadaan yang sangat bersih menambah kekagumanku. Segera aku menuju bilik toilet untuk menuntaskan tujuanku. Setelahnya, aku beralih menuju wastafel untuk membersihkan tangan. Kulihat sekilas bayanganku pada cermin.
Berantakan banget.
Kurapikan sejenak penampilanku. Seusainya, aku berjalan keluar mencari keberadaan rombonganku. Kulihat dari kejauhan mereka sedang berdiskusi di dekat pintu keluar. Segera aku hampiri mereka.
"Bentar ya, Nan, nunggu Rangga pipis, dia kebeletan kayak kamu," ucap Fika yang seketika membuatku terkekeh.
"Ya udah, aku ke sana bentar, ya," tunjukku ke arah kiri, "pengen liat-liat dulu."
"Oke, awas ilang, loh," peringatnya yang kubalas dengan acungan jempol.
Aku melangkah pelan melihat suasana yang ada. Deretan toko memenuhi sisi kanan dan kiri bagian dalam bandara ini. Lalu-lalang orang dengan barang yang mereka bawa, serta petugas bandara yang sedang berpatroli tak luput dari pandanganku.
Sejenak aku berhenti menghadap kaca besar yang menampakkan langit biru dengan kumpulan burung yang beterbangan. Suasana pagi yang cerah, membuatku ingin memejamkan mata untuk menikmati udara dingin yang menurutku menyejukkan.
Kuhirup dalam dan menghembuskannya perlahan, menikmati udara Netherland yang kuimpikan. Senyum kukembangkan saat mengingat aku telah menginjakkan kaki di negeri bunga tulip ini. Katakanlah aku norak, tapi tak ada salahnya kan untuk menikmatinya sebentar saja.
OMG aku di Belanda!
"Ehem."
Setelah ini bakal aku list tempat mana aja yang bakal aku kunjungi sama anak-anak! Kinderdijk Village, Amsterdam Canal, ....
"Ehem!!"
Nih suara ganggu banget sih! Eh, Leiden Canals katanya bagus juga.
"Excuse me!"
Seketika aku mengerjap. Mataku pun melebar melihat sesosok pria yang sedang berdiri menjulang di hadapanku. Kutelan ludah saat pandangannya begitu tajam menatapku. Aku tak tahu, rasanya lidahku begitu kelu.
Dia ... sangat tampan.
"Miss, please give me back my suitcase. You seem wrong to take your stuff," ucapnya tanpa ekspresi.
Sontak aku melihat koper yang kubawa beserta miliknya. Koper kami begitu persis. Wajahku lantas2 memerah bak kepiting rebus.
"Maaf, Tuan, saya tidak melihat label pada koper ini," ucapku gugup dalam bahasa ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VERBORGEN LIEFDE (Available On Play Books)
Fiksi Umum◽Genre : Romance & suspense. ◽Writer : Riantifebri. ◽Status : Completed at Nov 2016 & get full story on Play Books (bit.ly/VerborgenLiefde). Apa yang akan kau lakukan jika Tuhan merebutnya dari kehidupanmu...