5| - Unreachable -

5.2K 537 2
                                    

"Ingin kulintasi peradaban senja bersamamu dengan kecepatan rindu yang melesat di luar nalar, yang bergerak di luar jalur jantung dan nadiku."

-Firman Nofeki-


Aku melangkah menyusuri jalanan kampus yang cukup ramai pada siang hari ini. Kunikmati hembusan angin yang menghempaskan helaian rambutku. Udara terasa cukup sejuk saat matahari tak begitu terik.

"Kinan, tunggu!"

Aku menoleh mencari asal suara itu.

"Kinan, tunggu!" Andrew tampak berlari mendekatiku dari belakang.

"Ada apa, Andrew?" Bingungku yang melihatnya ngos-ngosan di sampingku.

"Aku hanya ingin berjalan denganmu. Boleh aku minta minumnya?" Tunjuknya pada botol minum yang kupegang.

"Heh?"

"Please. Tidakkah kau kasihan melihatku yang kelelahan mengejarmu seperti orang tuli?"

"What?" seketika kulempar botol air minumku ke arahnya, "hey! Apa aku memintamu untuk mengejarku?"

"Tidak, itu inisiatifku," jawabnya seenak jidat sambil menghabiskan air minumku.

"Telan botolnya sekalian dan itu inisiatifku saat melihatmu begitu rakus menghabiskan air minumku," ucapku, lalu berjalan meninggalkannya. Tawanya terdengar begitu renyah di belakangku.

"Sorry, aku akan mentraktirmu! Oke?"

"Kau punya uang?"

"Kau meragukanku?"

Seketika aku tertawa melihat ekspresinya. "Tentulah, kau selalu mengambil semua makanan dan minumanku."

"Kau cantik, tapi mulutmu cukup pedas," balasnya dengan muka datar.

Sontak aku terpingkal-pingkal mendengar sarkasmenya. Dia benar-benar tidak pantas berakting marah. "Sorry, Drew, come on. Cuma bercanda. Jangan marah pria tampan!" Kurangkul pundaknya yang cukup tinggi.

"Well jika seperti ini rayuanmu, aku tidak bisa berbuat banyak!"

Kutahan tawaku yang mendesak ingin terbit. "Oke, ayo makan!" teriakku mengepalkan tangan ke udara.

Sinar blitz menghantam wajahku secepat kilat.

"Andrew, stop, please!" Aku begitu jengah dengan kebiasaannya yang selalu mengambil gambar secara tiba-tiba.

"Ekspresimu lucu saat berteriak," kilahnya.

"Terserahlah."

Kami kembali berjalan menyusuri jalan menuju kantin yang berada di lantai satu gedung kampus. Sejak pertemuan pada acara Global Village Day, kami menjadi akrab saat berada di kelas. Dan kini Andrew menjadi sahabat terbaikku selain Fika. Terkadang kami bepergian bersama sekadar mengisi waktu luang.

Andrew kerap membantuku saat aku mengalami kesulitan dan keluargaku pun cukup akrab dengannya. Bagaimana tidak, dia sering mengikutiku saat sedang skype-an dengan keluargaku. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang humble, membuat keluargaku dengan cepat terpikat olehnya.

Namun, Andrew cukup tertutup bagiku. Yang aku tahu dia menyukai dunia fotografi. Ke mana pun dia pergi selalu membawa kamera. Sekali pun dia tak pernah menceritakan keluarganya, hanya mengatakan jika ibunya berasal dari Indonesia. Aku yakin Andrew berasal dari kalangan berada, mengingat dia tidak mengambil jalur beasiswa di sini.

"Kinan, Apa kau ada acara hari minggu pada akhir bulan ini?"

Kuangkat pandanganku dari bungkus sandwich yang kubuka. "Kenapa emangnya?" Setelah itu, kugigit sandwich isi tunaku.

VERBORGEN LIEFDE (Available On Play Books)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang