4. DAY 1 (FIRST WEEK)

19 4 0
                                    

Penolakan dan Monster yang Kembali.

Disya telah siap ditempat duduknya. Seorang diri karena Ica –teman sebangkunya masih belum kunjung datang. Ia termenung memikirkan hukuman yang akan dia lakukan hari ini. Ia bukannya takut atas penolakan karna ia yakin itu pasti terjadi, yang ia takuti adalah saat ia akan berbicara dengan Alvan. Ia takut diabaikan. Entahlah, padahal ia tau pasti bahwa itu juga akan terjadi.

--

Teeet! Treeet!

Bel pulang sekolah telah berbunyi, itu artinya seluruh siswa bersorak gembira karena bisa keluar dari sekolah. Namun, tidak bagi Disya! Itu artinya ia harus memulai tantangan yang diberikan Serena. Ia telah siap dengan tas yang telah disandang di pundaknya dan ia sedang berdiri di depan pintu kelasnya. Ica telah keluar kelas duluan karena jemputannya sudah menunggu di gerbang sekolah.

"oke, gue yakin gue bisa! Fighting!" bisik Disya kepada dirinya sendiri saat ia akan berjalan keluar dari kelasnya. Ia sudah siap mental dan fisik untuk menemui Alvan.

"itu orangnya" batin Disya saat ia melihat Alvan baru saja keluar dari kelasnya. Sedangkan Disya sedang berdiri di taman koridor yang tak jauh dari kelas Alvan. Disya mulai berlari saat melihat Alvan berjalan ke arah jalan keluar dari koridor yang panjang.

"Alvaaan!" Disya berteriak. Gibran berhenti melangkah. Menoleh ke belakang. Semua orang yang ada di koridor itupun menoleh ke sumber suara. Disya menghembuskan nafas lalu segera berjalan ke arah Alvan.

Alvan yang melihat itu lantas kembali menoleh ke arah depan dan kembali berjalan ke tujuan semula. Keluar dari zona koridor panjang. Semua yang menoleh kearah Disya pun kembali fokus kepada urusan masing-masing. Disya yang melihat itu berhenti berjalan sejenak.

"anjrit." Suara tertahan itu dikeluarkan oleh seorang Disya. Murid yang barusan memanggil Alvan. Alvan terus saja berjalan. Menjauh dari pandangan Disya, telah sampai di ujung koridor yang jika ia berbelok ke kiri maka akan menuju lahan parkir yang luas untuk kendaraan para murid. Jika berbelok ke kanan maka akan menuju gerbang keluar sekolah utama.

Alvan berbelok ke kiri. Disya seperti tersadar saat itu juga langsung berlari kencang. Ia berbelok ke kiri. Ia terus berlari sampai ia berhasil menghadang Alvan dengan tangan direntangkan sambil "tunggu" ia berucap.

Huuu, haaa, inhale, exhale.

Disya mendongak menatap wajah Alvan dengan cucuran keringat yang mengalir di wajahnya. Lumayan jauh ia berlari karena Alvan telah mencapai ujung dari lahan parkir. Sedangkan Alvan yang ditatap hanya menaikkan sebelah alisnya. Tampan.

"pulang bareng kuy." ucap Disya dengan –berusaha tenang dan SKSD. Disya memasang cengiran khasnya jika ingin sesuatu. Ia masih berharap-harap apakah seorang Alvan akan mengiyakan ajakannya. Namun, saat cengiran itu masih bertahan di wajahnya tiba-tiba ia seperti mendengar suara.

"ga usah berharap, lo itu jelek mana mau Alvan sama lo". Itu yang Disya dengar. Disya kaget segera menunduk. Nafasnya tak beraturan. Ia cemas. Ia takut. Suara itu datang lagi. Ia tau itu memang seperti suara hatinya. Namun, itu adalah sisi lain dari dirinya yang telah lama tak muncul. Jantungnya berdegup kencang. Ia masih menunduk dan berharap agar Alvan mau mengantarnya pulang dan tantangan itu akan selesai saat ini juga.

"Ga" dengan dingin Alvan mengatakan satu kata. Setelahnya ia pergi berjalan santai menuju kendaraannya yang masih terparkir di dekat tembok pembatas sekolah.

Disya masih bergeming di tempat. Masih mencerna apa yang barusan terjadi.

Bruuum. Bunyi motor yang dikendarai Alvan terdengar seperti baru dihidupkan. Setelahnya Disya bisa merasakan dan melihat bahwa Alvan telah melewatinya dan telah sampai di gerbang sekolah bagian belakang. Dimana memang bagi yang membawa kendaraan jika pulang sekolah pasti akan lewat sana.

Disya mulai tersadar. Ia mulai berjalan menuju gerbang utama, karena jika ia keluar dari gerbang belakang maka ia tidak akan menemukan angkutan umum satupun disana. Ia bersyukur ia tidak pingsan ditempat saat suara itu datang.

"kenapa suara itu datang lagi?". Disya membatin. Ia takut jika tak bisa mengendalikan dirinya lagi seperti dulu. Saat suara itu tiba-tiba datang saat ia berada di dekat Ibnu.

Ia telah sampai di gerbang utama. Ia bersyukur saat melihat mobil yang mengantarkannya tadi ada di depan sekolahnya. Ia tersenyum kecut sambil berjalan ke arah mobil itu. Ia tidak ingat jika ia tidak tau alamat rumahnya karena masih baru. Kemana Alvan akan mengantarnya pulang jika tadi Alvan mau dan juga ia lupa jika ia akan di jemput.

--

Disisi lain, cowok bernama Alvan Naufal yang barusan dihadang sama cewek ga jelas itu lagi duduk di teras rumahnya. Ia sedang memperhatikan sekitar seperti bunga yang ditanam Bundanya, pagar yang dicat oleh tukang cat pagar, dan lain-lain.

Tak lama kemudian ia berdiri dan berjalan memasuki rumahnya langsung menaiki tangga menuju kamarnya di lantai kedua dari rumah itu. Ia telah sampai di kamar. Ia teringat suatu kejadian. Kejadian yang terjadi sepulang sekolah.

Dimana tiba-tiba saja ia dihadang oleh gadis aneh yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia berjalan menuju balkon kamarnya. Sembari ia mengingat kejadian aneh tadi siang. Setibanya di balkon kamarnya, ia terkejut saat melihat sesosok familiar.

Gadis itu!. Batinnya.

Gadis yang meminta untuk diantarkan pulang. Ia melihatnya sedang berada di balkon rumah sebelah. Jaraknya memang tidak dekat dari rumah Alvan namun ia bisa melihat dengan jelas sosok gadis tersebut.

--

Di sisi yang lain, Disya sedang duduk merundukan kepalanya. Ia malu. Amat sangat malu. Ia ditolak. Ditinggal pergi begitu saja. Diacuhkan. Siapa yang tidak maluuuu.

"huaaaaa. Maluuuuuu" teriak Disya. Disya teriak frustasi sambil menutup mukan dengan kedua tangan.

--

fah.

Dare for USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang