6. Hari terakhir

31 4 0
                                    


Minggu pertama telah dilalui dengan sia-sia dan tanpa adanya kemajuan. Disya terus saja mencoba setiap harinya. Bahkan diminggu kedua dia hanya mencobanya 2 kali. Hasilnya tetap gagal. Hari ini ada hari terakhir diminggu keempat. Puncak perjuangan telah datang. Tak tau akan berhasil atau tidak. Disya harus berusaha keras. Hari ini adalah penentuannya.

Minggu keempat di hari Jum'at telah berlangsung. Disekolahnya Disya hanya belajar selama 5 hari, hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur. Berarti hari ini adalah hari terakhir minggu keempat. Tak terasa waktu berlalu dengan cepat sedangkan Disya masih saja belum berhasil.

Mendung di siang hari ini seakan mewakili susana hati gadis yang tengah duduk di pelantaran koridor kelasnya. Menatap awan yang mendung dan menampakkan wajah sendunya. Ia bingung harus bagaimana lagi caranya agar ia bisa diantarkan pulang oleh Alvan.

Setelah 3 minggu terus berusaha mendekati Alvan membuat Disya merasakan suatu hal yang ganjal pada Alvan. Sesuatu yang tak bisa diungkap dengan kata yang logis dan baku. Disya bingung, seakan ia kecewa terhadap seorang kekasih yang menolak diajak jalan bersama. Ia telah lama menyadari perasaannya pada Alvan. Sejak hari pertama ia melihat Alvan makan bakso dikantin.

Ia jatuh hati pada Alvan dan telah melupakan Ibnu. Meski teringat bahwa ia sudah berjanji untuk tidak memiliki perasaan lagi kepada lelaki yang tidak menyayanginya setelah Ibnu. Ibnu mengabaikan perasaannya. Tidak menghormati rasa yang ada pada dirinya. Disya begitu sakit.

Saat sedang menikmati ke sendu-an langit siang menjelang sore, tiba-tiba saja setetes demi setetes air jatuh ke permukaan bumi.diawali hanya sedikit-demi sedikit menjadi lebat. Hujan turun dengan derasnya bersamaan dengan bunyinya notifikasi dari handphone yang di pegang oleh Disya.

From: Pak MAN

Non Disya, kata ibuk saya ga usah jemput non. Soalnya ibuk minta anterin ke Bandung. Jadi, ibuk minta tolong hubungi non. Supaya non ga nunggu lama. Maaf non.

Begitulah kira-kira isi pesan singkat nan panjang*eh

To: Pak MAN

Oke pak, gapapa saya pulang bareng temen aja.

Oke! Gue harus bisa.

Disya menyemangati dirinya sendiri. Kali ini kakinya mantap melangkah menuju kekelas Alvan. Ia akan menunggu Alvan di depan kelasnya. Sesampainya di depan kelas Alvan, ia berbalik ke kanan graak! . karena guru yang mengajar Alvan sangatlah killer. Disya takut saat ketahuan berdiri di depan kelas Alvan. Guru itu dengan matanya yang tajam dan membesar menatap Disya galak.

Disya mengurungkan niatnya untuk menunggu Alvan di depan kelas. Ia berfikir ia akan menunggu di parkiran saja. Ia mulai berjalan mengkuti koridor yang melindunginya dari rintikan hujan. Ia berjalan sampai keujung lorong, berbelok kekanan dan koridor yang melindunginya telah terlewati. Ia menghiraukan rintikan air hujan yang deras mengenai badannya. Masa bodoh. Ia harus berhasil kali ini. Ia harus bisa!. Ia tak mau jadi bahan olokan grup basket yang malah diketuai oleh Alvan. Ia tak mau malu di dua masalah.

Saat ia sedang berjalan dengan cepat berusaha sampai di mobil Alvan dengan cepat, karena parkiran yang di tempati Alvan memakai atap yang bisa melindunginya dari hujan. Ia berjalan merunduk dan –

Bruuuk!

Ia tertabrak. Bukan. Ia ditabrak dengan sengaja oleh 4 gadis yang satu SMA dengannya. Saat ia mendongak ia melihat ke empat gadis itu, bajunya berbeda dengan yang digunakan Disya. Keempat gadis itu adalah murid kelas 11. Sepertinya mereka mencari masalah kepada Disya yang notabene nya seorang senior di sekolah, namun ia sadar karena dia adalah murid baru di SMA ini.

"heh! Lo mau ngapain kearah mobilnya Kak Alvan?! Mau jadi cabe? Hah?!

"ngapai gangguin Alvan mulu sih lo! Anak baru juga udah sok deket banget sama si Alvan. Lo pikir lo siapa anj*ng!!"

Disya kaget diteriaki kata-kata kasar itu. Ia seakan mendengar suara yang sering kali datang kepadanya. Ia merunduk. Menangis. Hanya dengan kalimat yang dikeluarkan adik kelas itu ia seakan ingin menangis.

Ia masih merunduk sampai "Heh lo! Ngapain ngerunduk sih? Udahlah pokoknya jauhin Alvan gamau tau! Awas ya lo!. Lo itu ga bakal dilirik sama Alvan! Gausah sok nge-cabe depan Alvan deh! Ga mempan! Dekil iya cakep engga!" ucapan salah satu dari gadis itu membuatnya semakin terpojok. Dirinya yang introvert seakan keluar meraja lela. Membuatnya semakin terpuruk. Ditambah salah satu dari mereka mendorongnya hingga terjatuh ke tanah yang basah.

Baju kotor. Wajahnya pucat. Hatinya sakit. Badannya pun sakit. Ia berusaha berdiri setelah beberapa saat dalam kondisi terduduk. Ia menguatkan hatinya agar kali ini bisa berhasil. Sabodo dengan penyakit yang akan timbul. Ia harus berhasil.

Ia tengah berdiri di samping mobil Alvan. Menunggu sang pemilik untuk datang. Tak lama kemudian Alvan datang dengan payung di tangannya, berjalan santai seakan ia tak melihat ada Disya di samping mobilnya.

Disya tercenung karna tak dianggap. Sakit cuy.

Disya hanya berdiri di depan mobil Alvan. Ia tak menyadari bahwa Alvan sedang memperhatikannya dari dalam mobil.

Sedangkan di sisi lain. Alvan berada di dalam mobil. Hujan lebat masih mengguyur Jakarta. Ia masih berada di parkiran sekolah, mesin mobilnya pun baru ia hidupkan. Ia melihat Disya –ia tau namanya karena gadis itu terlampau sering mengganggunya. Disya sedang berdiri di depan mobilnya. Menunduk. Baju dan roknya kotor dan basah. Rambutnya yang ia ikat menjadi satupun terlihat lepek akibat basah. Alvan tak habis pikir Disya begitu gigih ingin pulang dengannya. Entah apa sebabnya.

Alvan masih enggan untuk pergi dari parkiran. Alvan masih saja memperhatikan Disya yang masih merunduk. Seakan Disya tidak sadar sedang diperhatikan seseorang. Disya masih saja merunduk. Gadis yang aneh. Itulah penilaian Alvan kepada Disya. Ia menilai Disya terlampau blak-blakan untuk seorang gadis pemalu. Namun terlampau pemalu untuk blak-blakan. Dilihat pada saat ia tiba-tiba merunduk seakan menyesali perbuatannya yang memalukan pada hari pertama ia meminta pulang bersama.

Saat sedang asyik memikirkan penilaiannya. Tiba-tiba saja Disya terjatuh. Alvan yang terkejut langsung keluar dari mobilnya mendapati Disya pingsan tepat dimana gadis itu berdiri tadi. Alvan refleks langsung menggendong Disya ke dalam mobilnya. Alvan tak berpikir panjang bahwa jok mobilnya akan basah dan kotor akibat tubuh Disya. Ia terlampau refleks melakukan semua itu. Alvan meskipun sering mengacuhkan Disya, tetap mempunyai hati untuk menolong gadis itu.

Disya telah berada di dalam mobilnya. Alvan sekarang bingung harus melakukan apa. Ia ingin mengantar Disya pulang, tapi ia tak tau rumah Disya. Jika ia membawanya pulang kerumah pasti Bunda dan Ayah akan bertanya hal yang tidak tau akan ia jawab seperti apa nantinya.

Seakan sebuah kejadian yang telah terjadi sebelumnya terlintas di otaknya. Ia teringat pernah melihat Disya di rumah seberang rumahnya. Ia berfikir akan mengantarkan Disya kerumah itu saja.

"oke, gue bakal nganter lo pulang kali ini cewe aneh!" ucap Alvan sambil melirik kesal ke arah Disya. Kenapa ia merasa kesal? Karna usahanya menolak gadis ini untuk pulang bersama seakan sia-sia saat ini, karena ia dengan sukarela mengantarkan gadis itu pulang. Permintaan lo terwujud. Batin Alvan.

--

AN

eh alvan jadi nganterin DISYA!!?. Eh? EH?.'

fah.

Dare for USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang