SMA Harapan Bangsa. SMA yang sebentar lagi menjadi tempat David bersekolah.
David memutuskan untuk melanjutkan kelas XI nya di SMA ini. Ia pindah dari sekolah lamanya karena ada alasan tertentu.
Mungkin dulu sikap brandalan dan penentang adalah sikap dari seorang David Rainaufan, tapi sekarang David yakin tidak akan ada lagi sikap brandal setelah ia bersekolah di SMA ini. Ia ingin menjadi anak baik-baik dan disukai banyak guru.
Sejujurnya ia menyesal karena dulu di sekolah lamanya ia pernah menentang guru, dan berprilaku tidak baik kepada semua orang.
Maka dari itu, Ia akan belajar mengubah kebiasaan buruk di masa lalu dan menjadikannya sebagai pelajaran untuknya.
David melihat pantulan dirinya di cermin yang ada di hadapannya. Tampak beda dari David yang dulu, batinnya seraya mengangkat kedua ujung bibirnya, tersenyum.
Dengan rambut yang tidak acak-acakan seperti biasanya, David terlihat lebih tampan dan terlihat lebih alim di mata orang yang akan melihatnya nanti. Ia jadi mempunyai semangat yang besar untuk mengubah hidupnya.
Selain karena penyesalan dari masa lalu bukankah David juga memiliki keinginan untuk berubah menjadi lebih baik?
Rena, ibu David yang berdiri di ambang pintu ikut tersenyum dan berdehem membuat David menengok ke arahnya, "Udah ganteng kok Rai, dari pada kamu ngaca terus mending kita makan dulu yuk!" Seru Rena.
David memang selalu dipanggil 'Rai' oleh keluarganya. Hanya oleh keluarganya. Teman-teman lama David selalu memanggil David dengan nama asli.
David tersenyum lebar lalu mengangguk. Ia berjalan mengikuti ibunya ke meja makan.
Sedangkan di sisi lain, di waktu yang sama dan di tempat yang beda pula, tiga orang gadis sedang heboh-heboh nya bercanda ria sambil sesekali mereka tertawa bersama.
Seorang perempuan yang bernama Karen sedang mencoba fokus ke layar TV yang sedari tadi menayangkan film horror. Tapi usahanya tersebut selalu gagal karena kedua temannya -Vanesa dan Amel- selalu saja mengajak nya bercanda dan mengobrol.
Vanesa mengisap rokok yang terselip di jari telunjuk dan jari tengahnya, "Mukanya tuh kayak yang minta di kasih duit tau gak?" Kata Vanesa, kini mereka bertiga sedang membicarakan Pak Amir, guru BK yang setiap hari selalu mengejar mereka bertiga karena selalu melanggar aturan, tetapi dengan hebatnya mereka selalu bisa menghindar dari kejaran pak Amir, akibatnya pak Amir jadi kelelahan dan bingung sendiri setiap mengejar mereka. Tanpa pak Amir tau, sebenarnya waktu itu mereka melihat muka pak Amir yang nampak kelelahan dari balik pohon.
Amel yang juga sedang merokok, terbahak mendengar perkataan Vanesa, "Gila lo! Gitu-gitu juga si Amir guru kita kali."
Diantara mereka bertiga, hanya Karen yang belum pernah sekalipun merokok. Katanya, merokok itu tidak bisa membuatnya kenyang, hanya menghisap dan menghembuskan asap, apa gunanya merokok?
Sejujurnya juga dia tidak berani merokok seperti kedua sahabatnya. Jika Karen ketahuan merokok, ia pasti akan dimarahi habis- habisan oleh orang tua nya -Doni dan Riska- setelah itu pasti ia akan di sekolahkan di luar negeri, dan Karen tidak mau seperti itu. Karen tau orang tuanya melakukan itu pasti karena mereka sayang terhadap Karen, dan tidak mau anaknya itu terjerumus ke hal-hal yang negatif.
Beda dengan orang tua Vanesa dan Amel yang seakan-akan tidak peduli dengan sikap anaknya. Orang tua Vanesa sibuk bekerja di luar negeri dan Vanesa sendiri ditinggalkan di Indonesia. Sedangkan orang tua Amel sibuk bekerja mengurusi perusahaannya yang ada di Singapura.
Kadang Karen bersyukur karena kedua orang tuanya meskipun sibuk, tetap selalu peduli dan perhatian kepadanya.
"Ren." Panggil Vanesa, Karen yang merasa dipanggil menoleh dengan alis terangkat satu seolah bertanya apa.
"Kenapa lo gak coba sekali aja rasain enaknya ngerokok itu kek gimana?" Kata Vanesa sambil menghembuskan asap rokok.
Pertanyaan ini lagi, Karen selalu bosan setiap ditanya kenapa ia tidak merokok oleh Vanesa maupun Amel. Sebenarnya ia belum pernah memberi tahu alasannya kepada mereka berdua. Dan mungkin kedua sahabatnya ini sangat penasaran. Tapi entah kenapa ia terlalu malas memberi tahunya.
"Ngapain gue harus nyoba? Lagian rokok bukan selera gue." Kata Karen, tangannya terjulur untuk mengambil keripik yang ada di dalam toples.
Amel berdiri dari duduknya dan menatap Karen tajam, "Seenggaknya lo harus nyoba dulu. Gue yakin lo pasti ketagihan!" Kata Amel.
Vanesa ikut berdiri dan tersenyum miring, "Bener kata Amel, Ren." Karen hanya menatap kedua sahabatnya tanpa ekspresi apapun.
Tiba-tiba Vanesa melemparkan sebungkus rokok ke arah Karen, "Kalo lo berubah pikiran lo ambil rokok itu." Ucap Vanesa lalu mengambil tas nya dan berlalu begitu saja bersama Amel meninggalkan kamarnya.
Sepeninggalan mereka berdua, tangan Karen terkepal kuat. Rasanya ia ingin meninju seseorang saat ini.
"Gue gak akan pernah tertarik sama yang namanya rokok. Kalian sahabat gue, tapi bukan berarti kebiasaan kalian bisa jadi kebiasaan gue juga." Ucap Karen dingin.
『Bad』
Gimana gimana gimana? Anjir gue gak tau ini prolog kek apa.
Tapi maklumin aja ya kalo misalkan ada yang kurang atau gak ngerti. Soalnya ini pertama kalinya gue nulis cerita.
Intinya gue gak berpengalaman.
Jan lupa vote and comment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad
RandomKisah seorang gadis bad, bernama Karen yang hobi nya selalu membully orang yang tidak bersalah, yaitu Sheila, teman sepupunya. Kelakuan nya yang seenaknya kepada siapa saja, sengaja membuat guru stres karena keributan yang Karen lakukan, hobi balapa...