7# : Perasaan

3.8K 153 38
                                    

Puisi ;

Ini Lucu

Aku sudah sampai pada tahap tersenyum dan bersedih
dalam waktu bersamaan ketika mengingatmu.

Nanti jika kamu pergi, tolong hadiahi aku matras besar.

Agar ketika aku jatuh, rasanya tidak akan terlalu sakit.


***

Bab 5
(separuh jalan menuju hatimu)

Terkadang ketika terlalu mencintai, seringkali kita terlupa bahwa tidak semua hati patut diperjuangkan. Sebab, ada hati yang tak mungkin diluluhkan, sekalipun kita sudah berjuang mati-matian. Seperti aku kepada hatimu, misalnya.

Menujumu, aku sudah separuh jalan. Namun separuh hatimu saja seakan tak mungkin aku dapatkan.

Terkadang aku terlalu berusaha untuk menciptakan getaran- getaran itu tampak nyata. Seperti rasa yang tak pernah habis kehilangan asa.

Aku menyadari bahwa kamu sama sekali tidak mengerti akan tanda tanda. Lalu haruskah kita yang sudah aku rangkai dan belum sempat dimulai, menemui kata selesai Kusebut kamu debar tanpa usai.

Sebab meski cinta ini tak pernah diberi balasan, tetap pada hatimu aku selalu menginginkan. Kusebut kamu satu-satunya penantian. Sebab untukmu aku selalu menjaga hati, tanpa pernah tahu bagaimana membuat harap ini mati.

Aku mengejarmu, kamu mengejar yang bukan aku. Kita seperti berlari dalam lingkaran berliku yang ujungnya tak akan pernah berbalik menujuku.

Adakah kiranya setitik aku dalam lubuk hatimu yang terdalam? Sama seperti keinginanku akan kamu yang tak pernah bisa diam.

Sempatkah aku untuk bertamu walau tak lebih lama dari waktu-waktu yang telah berlalu? Sebab sama seperti kamu yang selalu berkunjung tanpa
memedulikan logika dan hati yang sedang beradu.

Karena di atas segala yang sudah ada, hanya kamu yang kudamba. Pernah kucoba menyerah, namun hati sudah tak bisa mengubah arah.

Entah apa yang akan terlintas di benakmu jika tahu bahwa aku telah menginginkanmu sedalam itu.
Aku pernah melupakan harga diri hanya demi mendapatkanmu di sisi.

Aku merasa tak keberatan tersakiti,
hanya untuk menjadi milikmu yang sejati. Karna, Jatuh cinta denganmu adalah patah hati yang paling disengaja.

Aku layaknya seorang bodoh yang bahagia. Ah, biar saja. Dan kamu di sana, aku tidak tahu sedang memikirkan apa.

Entah di bagian mana aku di sepanjang garis pedulimu. Mungkin aku hanyalah semu, yang tak pernah terlintas barang seujung kuku. Ada suara-suara yang tidak dengan
hati ingin kaudengar, ada senyuman-senyuman yang di matamu tidak begitu bersinar.

Pada langkah-langkahku yang bahkan sudah goyah, kamu pernah menjadi penunjuk arah. Kini, aku hanyalah entah. Tentang tujuan hati yang selalu ada namamu tertulis, hanya kamu sumber kenangan manis.

Tentang gores luka sisa perasaan yang tersia-sia, hanya kamu satu-satunya
penghilang dan pembawa bahagia.

Ini bukan cinta buta. Ini hanya cinta yang terlalu menginginkan sebuah 'kita' ; dua hati yang saling melengkapi.

Akankah semua asa menjadi nyata Ataukah akan tetap percuma sebagai tumpukan do'a? Padamu aku masih saja menggantungkan harap yang entah kapan akan terjawab.

Padamu aku masih saja mendamba segala sesuatu yang indah tentang kita. Pada sebuah arah putar balik, aku memaksakannya lalu justru berhenti di satu titik. Memupuk asa dan keyakinan bahwa menunggumu
adalah pilihan yang terbaik. Entah akan sampai kapan, mungkin hingga pada nantinya kamu menyadari segala perasaan-perasaan dan berkeinginan untuk membuka pintu
hati secara perlahan-yang entah kapan.

Katanya, segala yang 'terlalu' justru akan segera 'berlalu'. Jika kini aku begitu mencintaimu dengan terlalu,
haruskah kukurangi agar perihnya tak kurasakan nanti? ingin diinginkan Hari-hari ini, beberapa daripadaku telah tampak tak kasat mata di kepunyaanmu.

Di saat aku ingin menjadi satu- satunya titik yang kaupandang lekat-lekat, kenyataan menjawabnya dengan pahit yang teramat pekat. Sebab, yang ada padaku memang tidak untuk menjadi sesuatu yang menarik perhatianmu.

Teriakan yang tak terdengar, atau kamu memang enggan menoleh lalu sadar. Keberadaan yang tak terlihat, atau kamu memang enggan untuk kita menjadi terlalu dekat.

Rasanya aku tak begitu berbeda dengan yang lainnya, namun mengapa tak kamu berikan aku tatapan yang sama?

Harus sejauh mana aku menyentuh hatimu, agar setidaknya kamu tak buru-buru berlalu dari sisiku? Kukira
mencintai lewat mimpi tak akan pernah senyata ini, kecuali padamu.

Lalu, ketika kini aku terlanjur cinta, rasa ini harus dibawa ke mana? Sementara ke hatimu saja tak kutemukan jalannya.

Kamu terlalu jauh untuk kuraih atau kedekatan memang tak pernah kauinginkan? Sebab berulang kali aku
menunjukkan diri, namun tak sekali pun kamu menyadari bahwa aku selalu ada.

Bagaimana bila rasa ini bukanlah
untuk sementara? Bagaimana bila aku tak sanggup lagi untuk menunggu lebih lama?

Barangkali terlalu sulit bagimu untuk menaruh peduli, sedangkan terlalu mudahnya aku untuk memberi hati.

Meski kamu memilih jalan yang tak pernah melewati pintu hatiku, ingatlah bahwa itu tak berarti aku tak menunggumu di balik pintu. Bisa jadi, di suatu waktu yang entah, kamu
tersesat kemudian berteduh di berandaku. Bisa jadi, di suatu saat yang kelak, kamu menemui nyaman di hangat pelukku. Tetapi, bisa juga tidak. Meski yang mereka lihat ialah bahwa aku selalu menerima, ingatlah, tak berarti aku tidak berusaha.

Barangkali di suatu waktu yang entah, kamu akan mendengar. Barangkali di suatu titik yang entah, aku akan terlihat. Atau barangkali
sebelum semuanya itu terjadi, rasa yang ada justru telanjur pergi.
Semoga di suatu hari yang entah, kamu akan tahu bahwa aku pernah sebegitunya ingin untuk diinginkan.

Semoga di suatu hari yang entah, kamu akan tahu bahwa aku pernah
sebegitunya ingin untuk terlihat. Semoga pada saat itu, segala sesuatunya belumlah terlambat.

Aku ingin lebih dulu rasanya berteriak, ingin memberitahu dunia betapa aku jatuh Cinta dengan sangat kepadamu. Tapi sebaiknya aku diam. Tuhan jelas lebih tahu bagaimana dengan jelasnya kusebutkan engkau pada tiap sujud akhirku.

Lalu disepertiga malam pun sama, tak jarang saat menyebutkan namamu ada senyum yang tanpa sadar terkembang sempurna. Lalu ketika rindu menyerang dan membuatku sesak, hanya tangisan saja yang menjadi penguatku, karena kau belum bisa hadir menghilangkannya.

Namun bila Tuhan tidak mengizinkan aku untuk memilikimu, kiranya Tuhan mengizinkan aku untuk memperhatikanmu, meski dari jarak yang begitu jauh.

*****

Depok, 23|11|2016.

Mengukir KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang