12. Your Smile

9.4K 501 31
                                    

Pagi hari, aku segera menyediakan sarapan pagi yang hanya sekedar omelette untuk Reihan. Entah apa yang membuatku sepertinya bersemangat ditemani lagi dengan musik, menyadarkanku apa sebaiknya aku meluruskan perasaan ini.

Kepada siapa aku suka ?

Sena atau Reihan ?

Tidak tidak, Reihan saja bisa menahan godaanku. Kemungkinan besar dia adalah penyuka sesama jenis.

Tetapi, akan sayang sekali kalau dia benar-benar gay !

Lah, kenapa justru aku sibuk mengurus kelainannya sekarang ini.

Apa ada sebercit harapan di hatiku kalau aku ingin dia memiliki perasaan pada wanita pada umumnya ?

Dia terlihat memakai tameng kalau berhadapan dengan wanita.

Aku berjinjit ke lemari pantri yang cukup tinggi ku capai, kesulitan mengambilnya sehingga aku pun menambah usaha jinjitan ke atas.

Tiba-tiba ada tangan yang mengagetkanku, kedua tangan itu merengkuh pinggangku dan mengangkatku ke atas sehingga berhasil mengambil mug kopi baru karena yang lama sudah habis.

"Reihan." aku berbalik setelah mendapat pijakan lagi ke lantai, "kenapa kau..."

"Makanya tumbuh itu ke atas bukan ke samping." dia memotong perkataanku dengan menyindirku.

"Jadi maksudmu, aku gendut gitu !" sahutku keras dan tidak percaya dengan perkataannya menyamai iklan susu satu merek.

"Tidak gendut tapi cukup berisi dengan pendekmu." ejeknya lagi sementara hidungku menghembus udara dari dalam keluar dengan kesal.

Aku sedang tidak ingin ribut dengannya dan terpaksa harus mengalah.

"Kau mau kopi, Reihan?" tanyaku dengan senyum.

"Tidak, aku mau susu." ucapnya melihat ke dadaku.

"Kau mau susu segar, Brown ?" tanyaku lagi dengan bibir yang menipis karena menahan marah, mencerna perkataannya mengenai susu.

"Tidak. Susu campur kopi, Yellow." jelasnya dengan memperdekat jarak tubuh kami.

"Akan siap segera, Tuan Brown." aku mendekatkan tubuh depanku ke arahnya seperti menantang, menggigit bibir menahan diri untuk melihat reaksinya dulu sejenak.

Dia menundukkan kepalanya ke arahku, menatap dalam kedua mataku lalu menurunkan bibirnya ke telingaku, "pastikan itu benar-benar susu."

Aku justru meremang gugup ketika dia menyebutkan susu.

Apa-apaan ini ?

Kenapa suaranya terdengar berat ?

"Dan kopinya tanpa sianida." ucapnya diselingi oleh tawa kecil lalu melangkah pergi meninggalkanku terpaku diam.

Selalu begini, kan.

Aku yang berniat mencobai dirinya apakah dia normal atau tidak, selalu saja dibuat lebih dulu kalah.

Aku pun melanjutkan aktivitasku membuatkannya sarapan dan segelas kopi susu yang ia minta. Semuanya ku taruh ke meja dan melihatnya meletakkan koran itu yang menungguku menyiapkan permintaannya dengan membaca.

Dia pun melahap sarapan itu dan mengabaikanku yang memperhatikannya.

Dengan tenang, dia menyesap kopi susu itu. Aku memangku dagu dengan tangan sambil menonton cara santainya menikmati semua itu.

Aku ingin menanyakan semua tentang dirinya tapi ku urungkan, melihatnya begitu dingin membuatku tidak berani bertanya...

Dimana keluargamu ?

Lauren [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang