14. My Stupid Heart

9.9K 464 16
                                    

Just take it or leave it?

Air mataku masih harus kuat bertahan pada tempatnya, "no other choice, right." timpalku penuh kesesakan antara ingin menahan ini atau meneriakkannya saja keras ke wajah dingin itu , aku pun memilih untuk mengambil langkah buru-buru ke dalam ruangan, menahan air mata ini sejak dari tadi untuk tidak melesak keluar lalu masuk ke dalam kamarku.

Dengan kesal, aku membanting pintu keras kemudian terjatuh begitu saja masih memegang pedal pintu, "kau benar-benar pria kejam yang ku kenal, Reihan." aku pun mengusap air mataku yang baru terjatuh melewati pipi.

Aku melihat ranjangku sudah tidak ada lagi Mr. Seren. Padahal baru semalam saja aku memeluknya hangat dan gemas, sekarang semua langsung drastis sepi di kamar karena dia sudah tidak ada lagi.

Perintahku adalah pekerjaanmu. Sepertinya perjanjian itu mendengung menyakitkan di telingaku. Dia sudah memaksaku terus-menerus untuk mengikuti perintahnya dan sesukanya mengatur hidupku.

Terbuat dari apa hatimu, Brown.

*******

Reihan

Aku kembali berdiri di depan pintunya, sepagi ini dia juga tak keluar dari kamar semenjak pertikaian kami semalam siang dan membiarkan sisa makan siangnya di meja sampai aku sendiri yang membersihkan di malam harinya.

Ada apa dengannya, hanya karena sebuah boneka, dia berniat membunuh dirinya perlahan-lahan di dalam sana.

"La." aku menghentikan niatku untuk memanggilnya, semalam saja aku hampir sejam berdiri menunggunya keluar setelah menyusul gadis kecil itu karena mengiranya dia benar-benar berniat keluar dari apartemen tapi ternyata dia masuk ke dalam kamarnya dan sampai sekarang dia belum juga ingin bergerak dari kamarnya.

Terserah kau, gadis kecil.

Aku tidak mau mengurusmu repot-repot dan menuruti semua kegilaanmu pada Sena. Muak padanya karena seharusnya aku mendapat sambutan yang baik sewaktu pulang, justru dia justru menunjukkan boneka beruang yang sengaja ia beri nama Seren, Sena dan Lauren.

Aku mendengus geli mendengar sebutan nama itu. Seharusnya dia menyiapkan sarapan pagi ini. Kedua bahuku terangkat, tidak peduli dengan keadaan ini dan bergegas pergi ke kantor.

Pikiranku terasa sungguh penat, bisa-bisanya sikap diam Lauren mempengaruhi kerjaku. Semua pegawai terkena amukan marahku termasuk sekretarisku. Mereka memasang wajah waspada dan takut terkena lontaran kalimat pedasku bahkan tidak tahu apa kesalahan mereka. Aku pun meninggalkan rapat untuk segera pergi ke apartemen.

Tanganku mengetuk pintu kamar Lauren tidak sabaran.

"Lauren, buka pintumu sekarang!" seruku sudah semakin kesal karena dia tak kunjung membuka pintu padahal ketukan pintu sudah berulang kali berbunyi keras.

"Lauren!" dia benar-benar menggelisahkanku , "buka pintu ini sekarang." aku merendahkan suara untuk tidak melibatkan emosi.

"Atau aku akan memaksa mendobraknya."

"Lauren, kau benar-benar ingin memancingku !" aku berseru ke pintu ini, yakin dia sudah mendengarku sejak tadi karena dia bahkan tidak menggubris ancamanku.

Dengan posisi bersiap akan memaksa pintu ini terbuka lalu kita lihat bagaimana.

"Apa yang kau inginkan lagi ?" tiba-tiba dia muncul dari balik pintu yang terbuka kasar dengan wajah datar memandangku tidak suka.

Tatapan itu begitu menusuk, baru kali ini aku melihatnya sedingin ini menatapku.

"Kau mau bawa aku kemana ?!" dia menepuk-nepuk tanganku yang mencengkeram pergelangan tangannya sementara aku tetap berusaha menariknya untuk mengikutiku.

Lauren [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang