chapter 3

77 4 0
                                    

"kkrrrrrrrr..... "
Suara jam beker itu membuyarkan lamunanku. Aku membuka selimut yang menutupi kepalaku. Jam berbentuk biscuit itu menunjukan pukul 05.00. Ah kurasa aku masih memiliki waktu 15 menit untuk menggeliat di kasur.
Oh, hai. Kurasa aku belum memperkenalkan diriku. Mmm.. Mari kita mulai. Ayana Nozawa. Achan. Begitu mereka memanggilku. Aku tinggal di kota bersama Ayah, Ibu, Kakak laki-laki dan adik laki-laki ku. Mmm..kurasa tidak terlalu buruk memiliki saudara laki-laki. Karena, diantara mereka akulah yang paling cantik.
Aku bersekolah di sekolah 3 jurusan. Bahasa, IPA, dan Seni. Aku adalah anak Bahasa. Aku lebih menyukai Bahasa. Karena dengan Bahasalah manusia bisa berkomunikasi. Aku menyukai IPA. Tapi tak begitu pandai. Seni. Seni adalah warna kehidupan.
Especially is music.
"Achan..ibu rasa sudah terlalu siang untuk bermalas-malasan di kasur, sayang" panggil Ibuku dari lantai bawah.
"oh astagaaa" aku langsung turun dari tempat tidur, dan berlari menuju kamar mandi.
Setengah jam kemudian aku turun dari kamar menuju meja makan, sedikit berlari kecil menuruni anak tangga. Di meja makan sudah ada Ayah yang tengah membaca koran, Kakak yang tengah memoles selai di roti dan Ibuku yang tengah memasukan bekal ke dalam tas adikku.
"kurasa aku datang terlambat" aku berjalan menuju ayah dan mengecup pipinya
"selamat pagi Ayah"
"pagi sayang, bagaimana tidurmu semalam?? "
"ooohh begitu nyenyak. Tapi matahari begitu cepat kembali". Aku berjalan mmendekati ibu dan mencium pipinya
"terimakasih bu, sudah membangunkanku tadi pagi"
"benarkah?? Bukan kau sedang guling-guling di kasur" ibu menaikan alis kirinya
"ah, baiklah aku ketahuan berbohong" ibu tersenyum kepadaku. Ia menyeret kursi untukku. Aku merebut selai kacang dari depan kakaku.
"oh, achan kurasa pulang sekolah kita tak bisa pulang bersama. Aku ada ekstra untuk basket. Kau bisa pulang sendiri bukan?? " Ia mengacak-acak rambutku
"berhenti melakukan itu. Oh lihatlah ibu dia merusak rambutku"
"Danny Jo..." ibu memperingatkan kakaku.
"bukankah kau masih memiliki waktu setengah jam untuk mengantarku?. Hey kau tahu bukan, aku tidak suka pulang dengan busway lagipula card buswayku kosong" rengekku
"oh tunggu sebentar" kakaku memasukan sisa rotinya kemulut, dan berbalik mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"nah...ta-daaaaa" ia menunjukan busway cardnya dengan wajah penuh kemenangan padaku. Ia berjalan kembali ke kursinya

"dengan senang hati ku persembahkan ini untukmu, tuan putri"

Ah, lihat saja sikapnya. Membuatku ingin muntah.

Aku merebut busway card dari tangannya dan berdiri.

"ku harap kau tak menyesal meminjamkan ku ini" aku menyipitkan mataku

"ohh sepertinya aku sudah terlambat. Berangkat dulu Ayah, Ibuu. Bye"

"hati-hati di jalan sayaang"

He Gazed Into My EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang