chapter 1

108 8 1
                                    

Aku memandang langit-langit kamarku. Gelap. Sengaja tak ku nyalakan lampu kamar. Di telingaku hanya ada suara rintikan air jatuh mengenai batu-batu, tanah, ranting pohon, dan atap rumahku. Sesekali mereka mengetuk jendela kamarku. Aku tahu mereka menyapaku. Aku hanya tersenyum kepadanya. Ku benamkan kepalaku ke selimut tebal berwarna biru. Aku memejamkan mata, erat. Di sana hanya ada garis jingga yang sesekali menari dari ujung ruang gelap sana.

Ingatanku menghampiri hari itu, hari saat aku dan seorang temanku berjalan menyusuri koridor kelas 3. Kami tengah membicarakan tentang pemilihan siswa dan siswi terpopuler di sekolah tiga hari lalu. Aku yakin, aku bukan satu-satunya perempuan yang tidak menyetujui hasil keputusan itu. Aku tidak iri. Oh sungguh dari mana kesimpulan itu kudapat. Menyebalkan. Aku hanya kurang setuju dengan sistem pemilihannya. Mereka hanya memilih sepasang siswa dan siswi dengan penampilan menarik dan cantik saja. Bahkan kepandaian mereka tak dinilai disini. Ah sudahlah, kurasa ini bukan sesuatu yang penting untuk kupikirkan.

He Gazed Into My EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang