chapter 8

37 3 0
                                    

"kau sungguh tak ingin pergi bersamaku?? " untuk yang kesekian kalinya Yurika menanyakan itu padaku. Kami tengah berjalan keluar dari kelas. Di luar hujan cukup deras. Di halaman bawah sana payung-payung berjalan menuju jalan raya. Aku bahkan lupa tak membawa payung. Tapi aku tak menyesali itu, menyukai suasana hujan. Meskipun terkadang petir mengejutkanku.

"heiiiii.....kau bahkan tak mendengarkan kuu" rengek Yurika.
"ohh, tidak usah. Lagi pula Danny sudah berjanji akan menjemputku. Pulanglah" aku menunjukan kearah mobil berwarna hitam di halaman depan sekolah. Di sana berdiri seorang laki-laki membawa payung. Aku mengenalnya. Ia sopir pribadi keluarga Yurika. Aku tersenyum padanya.

"sungguh?? "
"iyyaaaaa"
"baiklah, jaga dirimu baik-baik. Byee"
"hati-hati di jalan" aku melambaikan tangan pada Yurika yang mulai menjauh menuju mobilnya.

Aku bahkan ragu dengan ucapanku. Ok, aku mencoba mempercayai ucapan Danny yang berjanji akan menjemputku di sekolah. Tapi ini hujan.

Aku mengeluarkan ponsel dari saku. Mencoba menghubungi Danny. Sialan. Nomornya tidak aktif.

Menunggu Danny yang mungkin tak akan datang menjemputku, aku memasang earphone dan memutar lagu. Suara hujan tertutup instrumental Kenny G In the Rain.

Mungkin baru sampai reffrain pertama, sudut mataku menemukan sesosok laki-laki tinggi berdiri di sampingku. Jarak kami hanya beberapa senti. Bisa ku pastikan itu. Bola mataku bergulir ke sudut sana.

Astaga. Dia. Dia berdiri di sampingku. Apa yang harus aku lakukan. Menjauh beberapa langkah??. Kembali ke dalam sekolahan??. Atau tetap diam. Apa aku terlalu tegap berdiri??. Apa rambutku berantakan??. Astaga kaos kaki ku?? Apa panjang mereka tak sama??. Ahhh bagaimana ini??.

Aku mulai mengatur napas. Mengerjap beberapa kali.

Aku akan tetap berdiri di sini. Ok jangan panik.

Aku memandang lurus ke halaman sekolah yang tertutup garis kabur hujan. Aku melirik jam yang melingkar di tangan. Sudah hampir satu jam aku berdiri di sini. Begitu juga Dia. Kami tak saling berbicara. Yang benar saja, bahkan dia tak mengenaliku.

Dan sekarang.

Ia menghadapku dari samping. Ya Tuhan. Sepertinya Ia mengajakku berbicara. Dengan ragu, aku menghadap ke arahnya.
Dan benar saja Ia seperti mengucapkan sesuatu padaku. Iya, aku bisa melihat bibirnya seperti mengatakan sesuatu padaku. Tapi aku tak bisa mendengarkan apa yang ia katakan padaku, karena earphone masih menempel di telingaku. Oh, ia berhenti berbicara. Tapi tangannya seperti
"....nah, seperti ini lebih baik" Ia melepaskan earphone dari telingaku. Dan kini mata kami saling bertemu. Aku mulai tenggelam di mata cokelatnya yang bening. Aku tak bisa mendengar suara rintikan hujan lagi. Aku hanya bisa mendengar detakan jantungku dengannya yang berirama sama. Sungguh aku mulai kehabisan napas.

"ehm"

"o..ohh maaf" aku menyembunyikan potongan rambut yang hampir menutupi mata.

"sepertinya kau tengah menunggu jemputan bukan?? " tanyanya

"ooh..mm iya"
Ia melihat jam berwarna hitam di tangannya

"kurasa kita sudah terlalu lama berdiri di sini, aku dari tadi menunggu hujan reda sedikit untuk bisa berjalan menuju parkiran. Mmmm..kau mau ikut??"

"kurasa kita sudah terlalu lama berdiri di sini". Kita. Kita??.

Aku mengerjap satu kali, mengingat Ia menanyaiku, aku pun menjawab

"kurasa sebentar lagi kakakku sampai"

"ooohh. Baiklah kalau begitu" Ia merapatkan jaket yang melekat di tubuhnya, dan berlari menerobos hujan.

Oh my god. Apa yang telah terjadi??. Ia berbicara padaku. Ia melihatku. Ia mengajakku berbicara. Ia menanyaiku. Ahhh pipiku mulai memanas.

Seketika Aku berlari menerobos guyuran hujan. Ujung-ujung bibirku masih tertarik ke atas. Aku tak merasakan dinginnya air hujan. Dengan terus berjalan melewati jalanan yang ramai karena hujan begitu deras.

Belajar bagaimana menari diantara hujan itu lebih baik, daripada cemas menunggu kapan mereka berhenti.

I choose to love you in silence, because in silence i find no rejection. And in silence no one owns you but me. Kurasa seperti itu lebih baik.



~THE END~

He Gazed Into My EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang