First Meeting
Dengan dada berdebar Kinal masuk ke ruangan yang di kelilingi cermin itu. Sepasang matanya bergerak liar meneliti segerombolan gadis yang mulai hari ini resmi jadi teman seperjuangannya sebagai generasi pertama JKT48.
Lahir dan tumbuh besar sebagai anak yang (kelewat) periang dan nyaris susah untuk diam, kali ini Kinal bertekad untuk berteman dengan seseorang yang lebih kalem, dengan harapan agar ada sepercik kontrol diri yang bisa tumbuh padanya.
Tapi harapan hanya tinggal harapan saat Dhike menariknya untuk berkenalan dengan gadis yang bernama Jessica Vania yang biasa disebut Jeje. Bisa dibilang sore itu ruangan latihan menjadi sangat rusuh ketika kombinasi Kinal, Jeje, Dhike, ditambah member paling bungsu bernama Nabilah, membuat suasana latihan mereka lebih berisik.
Saat sang pelatih memberi mereka waktu untuk istirahat, Kinal menolak ajakan geng barunya untuk turun ke kantin dan lebih memilih membuka bekal yang sudah Mamahnya siapkan dari rumah. Kinal baru akan meraih tas saat sudut matanya menangkap sesosok gadis semampai di sudut ruangan, sosok itu terlihat sibuk dengan ponsel dan earphone-nya.
Kinal tidak pernah benar-benar memperhatikan kandidat yang lain sebelumnya, makanya kali ini Kinal agak terkagum-kagum melihat sosok yang menurutnya sangat pantas untuk menjadi idola.
Dengan rambut hitam panjangnya, tubuh yang proposional, sepasang mata yang hangat walaupun terlihat sendu, dan wajahnya yang nyaris sempurna. Kinal yakin beberapa tahun mendatang, gadis itu pasti akan berhasil meraih apapun yang dia inginkan.
Tapi tidak ada seorang pun yang mendekati gadis itu untuk sekedar mengobrol, yang lain terlihat sibuk dengan teman baru dan urusannya masing-masing. Beberapa kali Kinal menatap gadis itu, lalu kembali melirik ke tasnya, menatap gadis itu lagi, lalu mengerjap dan menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Setelah menimbang-nimbang, Kinal memantapkan hatinya untuk menghampiri sosok yang sampai saat ini belum Kinal ketahui namanya. Dengan ragu ia menyeret tasnya sambil menghampiri gadis itu.
Entah kenapa debaran jantungnya berdetak agak lebih cepat ketika ia berada tepat di depan gadis itu, apalagi ketika dia mendongkak dan terkejut melihat Kinal berdiri tepat di hadapannya.
Sambil mengeluarkan tawa yang terdengar bodoh, Kinal menjulurkan tangannya. "Hai, gue Kinal." Ujarnya sambil menyeringai, "Kita kayanya belum kenalan ya, nama lo siapa?"
Gadis itu terlihat terkejut, sambil melepas earphone dari telinganya, ia berdeham dengan pelan. "Aku Jessica Veranda."
Kinal tersedak karena lawan bicaranya menggunakan kata 'aku', berbeda dengannya yang kelewat serampangan dan langsung berkata 'lo-gue' ke orang yang belum dikenal. Lalu Kinal mengangguk-angguk, suara gadis di depannya lembut sekali, sangat cocok dengan perawakannya.
"Boleh gabung disini? Yang lain pada ke bawah, aku sih bawa bekel jadi mau makan disini aja. Kamu gak makan? Eh iya, kelahiran taun berapa? Namanya Jessica juga ya? Tadi juga ada yang namanya Jessica tapi gak ada kalem-kalemnya kaya kamu gini. Kok gak gabung sama yang lain?"
Sambil sibuk membuka bekalnya, Kinal mencecar pertanyaan pada Veranda tanpa henti. Tidak lupa mengubah 'lo-gue'nya menjadi 'aku-kamu' karena Kinal selalu diajarkan untuk memelihara sopan santunnya, walaupun kadang energinya yang berlebih membuatnya lupa akan hal itu.
"A-aku..."
Seolah mengalami culture shock Veranda hanya bisa terbata-bata. Lalu ia menarik napas dalam-dalam dan meneriaki dirinya sendiri untuk tidak mengulang kesalahan yang sama dari tahun ke tahun. Kepribadiannya yang pendiam membuatnya sulit berteman, menjadi idola tidak pernah terlintas di pikirannya, tapi kini ia bertekad demi meraih mimpinya maka pelan-pelan ia harus berubah.