tujuh

295 59 1
                                    

Sepanjang kami menikmati minuman dan cotton candy, tawa Joohyun noona tidak kunjung usai. Ia masih menonton video di mana ada aku yang sedang berpura-pura menunggang kuda di dalamnya. Sesekali aku juga menunjukkan wajah jelekku ke kamera, dan hal itu sukses mengukir senyumnya.

"Sudah puas melihatnya, Noona?" tanyaku ketika dirinya memasukkan ponsel ke dalam tas selempangnya.

"Untuk sekarang sudah cukup, Taehyung," jawab Joohyun noona lalu menyobek cotton candy yang aku pegang, kemudian memasukkan kapas merah muda itu ke dalam mulutnya. "Hari sudah mau malam, besok Senin loh."

"Jangan diingatkan begitu dong," ucapku. "Hari ini ingat yang senang-senang saja, jangan ingat yang bikin sedih atau kesal gitu."

"Iya deh iya," balas Joohyun noona. "Sudah mau pulang atau masih mau main? Kita sudah lumayan banyak bermain."

"Mungkin satu lagi cukup, Noona," jawabku. "Itupun kalau kamu belum lelah," sambungku.

"Aku tidak masalah selama itu tidak membuat jantungku hampir copot," balas Joohyun noona.

"Bagaimana kalau bianglala?"

"Call!"

Aku dan Joohyun noona langsung berdiri, aku yakin antrean bianglala tidak akan memakan waktu sebentar, lebih baik kami pergi sekarang.

Setelah sekitar sepuluh menit mengantre, kami akhirnya dipersilakan masuk ke dalam salah satu tempat yang disediakan.

Ketika bianglala mulai bergerak, Joohyun noona menyamankan posisinya. Hal yang membuatku terkejut adalah ketika ia menyenderkan kepalanya di bahu kiriku.

"Taehyung," panggilnya.

"Ya?" Aku tidak dapat berkata banyak, fokusku hanya pada detak jantungku yang berdebar terlalu cepat, bahkan lebih cepat dari yang aku bayangkan.

"Terima kasih untuk hari ini," ucap Joohyun noona. Dari ekor mataku dapat aku lihat ia sedang tersenyum, manis sekali.

"Sama-sama," balasku. "Aku senang melakukannya untuk noona."

"Hari ini aku benar-benar bahagia," ucap Joohyun noona. "Aku harap, kekasihmu nanti memang pantas untuk mendapatkan segala perhatianmu ini, Taehyung. Kamu harus pintar dalam mencarinya, aku tidak mau jika perempuan itu mendapatkan apa yang sebenarnya tidak pantas ia dapatkan."

"Aku tidak mau perhatian dan waktumu terbuang sia-sia untuk hati yang salah," sambung Joohyun noona. "Dan aku harap dirimu pun akan sama baiknya dengan perempuan itu, Taehyung."

Aku tersenyum tipis, hanya bisa mengiyakannya dengan suara yang tertahan di kerongkongan.

Walaupun itu bukan aku, Joohyun noona juga harus mendapatkan pasangan yang lebih baik darimu.

s   e   c   o   n   d

"Bodoh," cibir Jimin ketika aku menceritakan tentang aku dan Joohyun noona kemarin.

"Bodoh kenapa?" tanyaku tidak terima. Aku rasa aku sudah melakukan hal yang benar kemarin?

"Seharusnya kamu menembaknya!" ucap Jimin. "Momen dirimu bersama Irene noona di bianglala kemarin itu sudah pas sekali untuk dijadikan ajang menembak! Dan kau menyia-nyiakannya begitu saja? Apa namanya kalau bukan bodoh, hah?" omel Jimin.

"Aku ... tidak terpikirkan untuk itu, Jimin," balasku. "Kebahagiaan Joohyun noona kemarin itu nomor satu!" sambungku membela diri.

"Kau pikir Joohyun noona tidak bahagia jika kamu menyatakan perasaanmu?" tanya Jimin.

"Tentu saja! Ia hanya akan bahagia jika ia juga memiliki perasaan yang sama denganku," jawabku.

"Sudah satu bulan dia putus dengan pacarnya itu, dan satu bulan itu kau habiskan untuk membuatnya tetap bahagia. Bagaimana bisa ia tidak memiliki perasaan untukmu walaupun sedikit saja?" bantah Jimin.

"Sesuai perkataanmu, kalau ada pun pasti memang hanya sedikit," balasku. "Aku yakin Joohyun noona tidak akan melihatku seperti itu, Jimin."

"Kau yakin mau kembali menjadi pilihan kedua?"

Aku menggeleng.

Jimin mendengus. "Makanya tembak! Kamu tunggu apalagi sih? Tunggu Irene noona punya pacar lagi?"

"Oke, oke," ucapku. "Aku akan mencoba untuk menyatakan perasaanku, namun bukan berarti aku mengajaknya jadi kekasihku."

Jimin tersenyum lebar. "Bagus, bagus."

"Kapan aku harus menembaknya?" tanyaku.

"Hari ini!" jawab Jimin bersemangat.

"Kau gila?"

"Iya, aku gila melihat hubungan percintaanmu stuck di tempat hanya karena kamu tidak mau bergerak," jawab Jimin. "Besok deh."

"Bagaimana kalau lusa?"

"Bagaimana kalau tidak usah saja?" cibir Jimin.

"Ya jangan dong!"  tolakku mentah-mentah. "Kalau hari ini kan belum ada persiapan," ucapku.

Jimin terlihat berpikir. "Baiklah, besok. Aku akan tagih janjimu lusa."

Aku mengangguk ragu. Apakah aku akan berhasil dan tidak menghancurkan hubungan kami?

second choice [kth x bjh] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang