delapan

380 61 5
                                    

Sesuai perintah dari Jimin, aku pun langsung mempersiapkan segala sesuatu yang kira-kira aku butuhkan untuk meluluhkan hati Joohyun noona.

Aku tidak melakukan banyak hal karena aku tidak mengerti bagaimana caranya menembak perempuan dengan benar. Aku dengan keberanian yang sebenarnya sulit sekali aku kumpulkan meminta izin pada ibu Joohyun noona untuk menjadikan anaknya sebagai kekasihku.

Masih aku ingat senyum lebar yang menghiasi wajah beliau.

"Ibu akan sangat senang kalau hal itu benar-benar terjadi, Taehyung."

Kalian bisa bayangkan betapa bahagianya aku setelah diberi restu oleh ibu Joohyun noona? Wah, itu adalah hal yang tidak bisa aku deskripsikan lagi. Kata-kata apapun tidak bisa menggambarkan sebahagia apa aku saat itu.

Ruang tamu kediaman Bae sudah aku, Jimin, Wendy, dan Seulgi dekor. Aku tidak mau mengajak banyak orang, mereka bertiga sudah cukup. Jangan tanya aku bagaimana Wendy dan Seulgi bisa kenal Joohyun noona, karena aku pun sebenarnya tidak mengerti.

Aku sudah siap dengan buket bunga di tanganku, menantikan kepulangan Joohyun noona dari kampus.

Aku menunggu di depan rumahnya. Rencana kami berempat adalah aku akan menyatakan perasaanku pada Joohyun noona, dan jika ternyata Joohyun noona juga membalas dengan perasaan yang sama, di dalam rumahnya sudah kami siapkan tulisan officially yours di dinding ruang tamunya yang kami buat dari foto-foto kenangan aku dan Joohyun noona.

Semua ide ini berasal dari otak cemerlang Son Wendy. Jangan suruh aku berpikir, karena membayangkan aku akan menyatakan perasaanku yang sudah lama terpendam ini saja sudah membuat kakiku gemetaran. Kalian mungkin akan berpikir bahwa aku sangat payah, tapi ketahuilah, memulai sesuatu untuk yang pertama kalinya itu tidaklah mudah.

"Kok Irene eonni belum pulang juga ya?" gumam Wendy. Aku melirik jam tangan yang tergantung di rumah Joohyun noona, sudah pukul setengah enam. Padahal setahu kami jam kuliah Joohyun noona selesai pukul tiga siang.

"Macet kali," celetuk Seulgi.

"Kampus Irene eonni tidak sejauh itu sampai memakan waktu dua jam lebih," balas Wendy.

Perasaanku menjadi tidak karuan setelah menyadari hal itu. Aku tidak mau semua menjadi berantakan. Aku sudah merepotkan banyak hal pada Jimin, Wendy, dan Seulgi.

Sepuluh menit kemudian, Joohyun noona masih belum datang. Kehadirannya digantikan oleh hujan yang sedikit demi sedikit mulai membasahi bumi, yang semakin lama terus bertambah intensitasnya. Hujan deras yang aku harap bukan sebagai pertanda buruk untuk rencanaku.

"Coba tanya Irene noona, Tae," usul Jimin.

Aku terpaksa mengangguk dan mengeluarkan ponselku.

Taehyung: noona
Taehyung: masih di kampus?

Dua menit berlalu, barulah layar ponselku menampakkan pop-up berisi balasan dari Joohyun noona.

Joohyunie: tidak
Joohyunie: aku sudah memasuki komplek perumahanku

"Joohyun noona sudah dekat," ucapku memberitahu yang lainnya.

Mereka bertiga langsung heboh dan hampir saja membanting pintu utama rumah Keluarga Bae.

Joohyunie: aku sudah masuk ke jalan depan rumahku
Joohyunie: kenapa bertanya?

Aku tidak membalas pesan Joohyun noona. Entah ide darimana membuatku menerobos hujan lalu kembali ke teras rumah.

Sebuah mobil hitam tiba-tiba muncul di depan rumah Joohyun noona. Dari pintu pengemudi, dikeluarkan sebuah payung hijau diikuti oleh seseorang.

Junmyeon hyung.

Hatiku rasanya sudah turun, jatuh ke lantai melihat bagaimana Junmyeon hyung membuka pintu untuk Joohyun noona kemudian mereka berlindung di bawah payung yang sama.

"Terima kasih, oppa." Dapat aku dengar ucapan Joohyun noona ketika Junmyeon hyung kembali masuk ke dalam mobil.

Joohyun noona berbalik menghadapku. "Taehyung!"

"Hai," sapaku pelan.

"Kau baru datang?" tanya Joohyun noona.

Aku mengangguk, mataku terpaku pada buket mawar merah muda yang Joohyun noona pegang.

"Ada apa sampai datang ke rumah?" tanya Joohyun noona. "Ah, ganti bajumu dulu. Kamu basah kuyup begitu," ajaknya.

Aku menahan pergelangan tangan Joohyun noona yang baru saja ingin membuka pintu. Aku menggeleng ketika pandangan kami bertemu.

"Ada apa?" tanya Joohyun noona. "Eh? Bunga dari siapa itu?"

Pandanganku mengikuti milik Joohyun noona yang memandangi bunga baby breath yang ikut basah.

"Ah, ini," gumamku. "Itu dari Junmyeon hyung?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Iya," jawab Joohyun noona. "Tadi dia menjelaskan semuanya, lalu memberikan ini dengan harapan bisa mengajakku balikan."

"Ah begitu."

Rasanya sangat sakit ditolak bahkan sebelum aku meminta.

"Ayo masuk," ajaknya lagi.

Namun aku kembali menggeleng.

"Kamu kenapa, Taehyung?"

"Berbahagialah, Noona," ucapku.

Joohyun noona memandangku penuh tanya.

"Bukan hanya aku yang pantas untuk bahagia, melainkan noona juga harus bahagia," ucapku. "Aku sangat sayang padamu, maka itu jangan kecewakan aku dengan menunjukkan kesedihan di wajahmu."

"Taehyung-"

Aku menggeleng pelan, aku tidak mau mendengar ucapan yang akan keluar dari bibirnya itu.

Aku tersenyum walaupun rasanya berat sekali.

Mungkin ini memang benar-benar waktuku untuk menyerah.

second choice [kth x bjh] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang