Love Series :: 2

1K 65 4
                                    

"Emmm... terima kasih-" senyuman itu mengembang, bersamaan dengan pertemuan kedua pasang mata sipit yang seperti bulan sabit, "tapi sebentar... bagaimana kau bisa bicara bahasa selancar ini, tuan?" Tanya liliyana penasaran

Ya... kini kedua manusia beda negara itu terduduk di salah satu bangku cafetaria. Tepatnya lantai atas dari gedung senayan. Pukul. 10.00 malam, seharusnya Liliyana benar-benar mengikuti perkataan coach sih, tapi sekali ini saja... toh pertandingan baru dimulai lusa.

Liliyana menatap sebal Yongdae, sedari tadi pria itu terus tersenyum gaje sembari memainkan sedotan kopi vietnamnya (mirna?).
"Aku belajar bahasa untuk seseorang..." Yongdae menjeda jawabannya, "Dan kau bagaimana bisa ada di toilet pria- jangan bilang kau frustasi dan ingin menjadi lelaki?" Tanya Yongdae penuh selidik

"Shut up!!! Kau ini, barusaja aku berterimakasih... tapi kau malah bicara seperti ini, maumu apa sih?"

"ternyata wanita korea dan indonesia sama aja. Ketika sedang datang bulan sama sama sensitive.."

"Kau?!!!"
"Tenang nona. Aku bingung... kenapa kau memiliki perangai berisik seperti ini" Yongdae menggeser sedikit cangkirnya

"Sudahlah. Aku fikir berdebat denganmu tidak akan ada ujungnya. Oia, bagaimana kau bisa mendapatkan pembalut dan pakaian dalam tadi? Kau tidak mengambilnya sembarangan kan?" Tanya Liliyana penuh selidik

"Perangai berisik... Ingin serba tau,lalu apalagi sifatmu yg belum aku tau hn?" Goda Yongdae

"Bicara denganmu memang tidak ada habisnya! Sudah malam... aku pamit!" Gadis itu bergerak cepat meninggalkan Yongdae dan mejanya. Sedikit menghentak-hentakkan kakinya mengekspresikan kemurkaannya pada lelaki korea itu.

"Thats why i can love you, Liliyana..."

0-0-0-0

"Sumpah ya! Aneh banget!!! Kok ada orang kaya gitu, demi apa kalo ga butuh-butuh amat juga!!!"

Dari kamar bernomor 413 itu terdengar suara gaduh pada pagi hari ini. Sang senior terus mencak mencak sendiri. Sedangkan si junior masih betah dihadapan meja riasnya.
Debby sesekali tersenyum, menatap cermin yang bukan hanya menunjukkan pantulan wajah cantiknya- tapi juga tingkah lucu sang senior.

"Deb, lu dengerin gue ga sih?"
"Dengerin ciii" sahut Debby tanpa berbalik
"Terus gue harus gimana?"

Gadis yang umurnya lebih muda dari Liliyana itu bangkit, menghampiri seniornya yang kini duduk bersilah diatas tempat tidur. "Emangnya dia ngomong apalagi sama cici?" Tanya Debby dengan mimik serius

"Enggak ngomong ngomong apa sih deb, lagian gue keburu kesel... jadi gue minggat aja deh hehe"
"Berarti kalo si korea itu nggak nyebelin- cici bakal sampe subuh nemenin dia ngobrol di atas?" Pertanyaan telak itu menohok Liliyana

"Ya nggak lah! Buat apa juga gue lama-lama sama dia, kan gue udah cerita dari tadi, Gue minta bantuan dia karena cuma ada dia disana, dan lo tau kan itu gara-gara siap-" sanggahan Liliyana terpotong oleh suara ketukan pintu

"Eh elu cok- udah sarapan belum?"
Samar-samar Liliyana mendengar percakapan diantara pasangan ganda campuran pelapisnya itu. Sesekali ia menahan mual- mendengar godaan receh Ucok yang menurutnya berlebihan. Lagian sih- debby itu terlalu baik, sapa coba yang ngga baper?

"Ehhh... ada cici, tumben udah mandi ci" Wajah tanpa dosa itu- sungguh, jika tidak ada debby, bisa saja Liliyana mendorong Ucok dari lantai 11 ini- *okey lebay*
"Cok, lu serius ngga mau minta maaf sama cici?" Debby menyusul dibelakang Praveen
"Nah emang gue salah apa?"
Tenang Liliyana, tenang... Ucok emang linglungnya suka ngga ketulungan banget. Kalah deh bolotnya pak bolot, gagapnya Aziz gagap- untung aja dia bukan partner Liliyana.

Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang