'Penumpang yang kami hormati, sebentar lagi pesawat ini akan mendarat di bandara Incheon, mohon untuk tidak bergerak dan tetap pada posisi duduk yang benar'
Pesawat memang dalam kondisi yang lumayan sepi, karena jarang sekali penumpang dari Soetta yang memilih penerbangan pada subuh hari, mereka lebih menyukai penerbangan malam yang lebih mamangkas waktu.
Pukul. 18.00 (Waktu Korea)
Liliyana mengeratkan pegangannya pada selimut(tetangga?) putih itu. 'Debby, tumben ngoroknya agak keras ya'. Tak ayal tubuh atlet kebanggaan indonesia itu mulai tak nyaman, karena usut punya usut- sebuah tangan tak berdosa telah mendarat di dadanya.
Gadis itu tetap mencoba memejamkan matanya, berusaha tak terusik dengan tangan yang ia anggap Debby.
"Deb... geseran ah, tangan lu berat deb," dengan suara yang serak liliyana meracau setengah sadar, "Debby... geli tau!" Tubuh gadis itu mulai gusar- tak kunjung mendapat respon dari seseorang yang tengah mendaratkan tangannya diatas dadanya.Dengkuran halus dari pria korea itu tampak teratur. Dadanya kembang kempis menandakan adanya kehidupan. Entah apa yang terjadi sebenarnya, tetapi pria berumur 28tahun itu tampak terus tersenyum. 'Ya Tuhan... ini sungguh asli bukan? Lembut sekali~' bathinnya bersuara.
Karena semakin tak nyaman dengan tangan yang berada diatasnya, Liliyana mulai mengerjapkan matanya. Mengusap kasar area wajahnya-
"Astaga!"
Matanya membulat seketika, mendapati tangan yang sedari tadi -menggerepe- dadanya adalah milik sang rival.
Deretan kursi terbelakang itu menjadi saksi bisu awal dari perang pesawat antar dua atlit ini. Ya, bagi Liliyana tindakan Yongdae adalah sebuah tindakan yang disengaja- mengingat, sebelum gadis itu tertidur, ia sudah memastikan laki-laki berparas tampan itu enyah dari sisinya."Lili... hey... Liliyan-ah... hey... tunggu dulu... tungguh... aigooh.. hentikan!!!"
Mungkin benar, Liliyana memang bukan wanita biasa. Dia seorang atlit- dan jelas, memiliki pertahanan yang dua kali lebihkuat. Tapi- sesuatu yang harus kalian ingat, wanita sekuat Liliyana juga akan kepayahan menghadapi seorang Lee Yongdae."Lepaskan tanganmu!!!" Teriak Liliyana gusar
Bagaimana tidak? Kini kedua pergelangan tangannya telah dicengkram oleh sang pria. Kedua kakinya terjepit antara deretan kursi. Yaampun- dengan jarak sedekat ini, gadis itu benar-benar merasakan hembusan nafas Yongdae...'Gue pasrah kalo harus kehilangan kegadisan gue sebelum menikah, tapi tolong Tuhan- jangan biarkan nasib gue berakhir sama dia' suara hati seorang Liliyana terdengar."Dengarkan aku dulu..." suara Yongdae tegas, ia masih belum melepas cengkramannya, "Bisa tidak sekali saja kau lebih tenang?" Kedua tangan itu melunak- beralih menangkup kedua pipi sang gadis
Liliyana yang sedari tadi sibuk mematung akhirnya tersadar, "Tidak!! Tidak jika itu denganmu! Mencari kesempatan dalam kesempitan... kau fikir aku akan meleleh dengan sikapmu?"
"Sungguh... aku tak bermaksud berlaku seperti itu, Liliyana. Terserah jika kau ingin percaya atau tidak... aku bukan laki-laki serendah itu" Yongdae masih belum melepaskan tangkupan tangannya, menatap dalam manik Liliyana intens
"A-aku... tapi aku-" gumam sang gadis
"Bisakah kita berteman?" Suara Yongdae melunak
"Eh?"
"Kau percaya padaku bukan?"Entah sihir apa yang digunakan Yongdae- Liliyana akhirnya mengangguk. Dan dengan spontan lelaki Korea itu memeluk tubuh Liliyana tanpa komando.
'Hangat...'/-/-/-/
Tidakkah ini aneh? Setelah turun dan menyelesaikan urusan dibandara, Yongdae mengajak Liliyana untuk memasuki parkiran. Dan lelaki itu mengendarai mobil sendiri tanpa supir. Entahlah... sihir apa yang dilakukan pria korea itu pada Liliyana.
"Tontowi tidak salah Liliyana, Aku memang menyuruhnya. Acara Victor masih lusa... nanti kita berangkat bersama darisini" ujar Yongdae tanpa menghilangkan fokus pada kemudi
Liliyana berdecak sebal, "Terus kenapa harus ke korea? Kau tidak merencanakan penculikan berencana kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Series
FanfictionKisah Liliyana dan Lee Yongdae yang selalu punya cara sendiri untuk bisa 'bersama'