Chapter 1

85 7 5
                                    

Hari ini seperti biasanya. Motor mungil versi feminimku melesat dan menghilang di persimpangan kompleks sebelum aku terlambat ke kampus. Bukan, aku bukan mahasiswa. Aku dosennya. Lebih tepatnya seorang gadis muda yang baru lulus dan mendapat gelar S2 nya dan segera menjelma sebagai dosen sementara pada sebuah universitas ternama di kotaku. Terlihat hebat, bukan? Jangan. Jangan dulu berfikir seperti itu. Karena hidupku tak seindah dan seseru yang kalian bayangkan. Kalau aku boleh jujur, kehidupanku itu flat dan hanya sedikit kerikil-kerikil halus yang mampir dalam perjalanan hidupku. Contohnya, marahan dengan sahabatku, atau tidak, aku kehabisan stok matcha atau apalah. Hanya itu. Tidak menarik, bukan?

Hari ini kelas terlihat sepi dan hanya disi oleh anak-anak cowok yang memenuhi kursi-kursi kelas. "Selamat pagi." Aku memasuki kelas, bunyi toplakan sepatuku terdengar sampai ketelingaku karena ruangan ini sepi. "Pagi bu cantik." Yah, aku sudah terbiasa dengan panggilan itu. Sangat menggangguku, tapi kurasa aku sudah terbiasa. Tak ada respon dariku. Aku hanya melanjutkan apa yang menjadi tugasku untuk mengajar. Setelah satu seperempat jam berlalu dan menyisakan lima belas menit untuk menyelesaikan kelas, aku sudah bersiap untuk keluar dan memberi tugas pada murid-muridku. Ah, jika aku mengatakannya dengan kata 'murid' kurasa kalian akan berasumsi bahwa aku ini sudah tua. Aku masih dua puluh empat tahun. Jadi, masih bisa dibilang muda, bukan?

Kakiku menjauh dari kelas dan bergegas ke cafe seberang. Aku sudah sangat merindukan secangkir matcha khas cafe itu.
Ting..
Suara lonceng pada pintu itu menyambutku dengan riang. Aroma matcha yang khas sudah merasuki hidung dan paru-paruku. Aku memilih tempat duduk favoritku, didepan sebuah kaca lebar yang menampakkan sebentang taman bernuansa hijau, dan sungai buatan yang menyegarkan mata bahkan hatiku. Aku tersenyum tipis, dan segera menyapa seorang pelayan disitu, yang tidak lain tidak bukan adalah sahabatku. "Hei, Lan."
Ia berbalik padaku, tersenyum lebar sambil melambaikan tangan mungil putihnya. "Hei. Lo darimana aja? Udah lama nggak kesini."
"Haha. Kenapa? Kangen lo?" Aku tersenyum geli.
"Idih, siapa juga yang kangen. Tuuh, stok matcha yang gue simpenin buat lo belum kesentuh sama sekali."
"Yaudah yaudah. Sekarang gue pesen yang kayak biasanya yaa.. hihi."
"Siap bu dosen." Ia berbalik, dan berjalan riang. Anak itu, sahabatku. Kami saling kenal sudah sangat lama, tapi tidak terlalu dekat. Di 'Green Cafe'. Kami dekat ditempat itu. Dia Lana. Sahabatku, gadis riang, berambut pendek dibawah telinga, bermata sipit, namun terlihat elok jika dipadankan dengan wajah imutnya. Badannya mungil, berbeda denganku. Aku memang tergolong kurus, tapi tinggiku proporsional. Hehe. Mataku bulat, dan kulitku kuning langsat. Sama dengan Lana. Kami sudah berteman sejak SMA, kami berbagi cerita, berbagi makanan, berbagi minuman, bahkan berbagi tempat tinggal. Dia teman yang baik, tidak memerlukan waktu lama untuk mengenalnya.
"Ini dia, nona. Selamat menikmati."
"Terimakasih." Aku menarik cangkir putih itu mendekatiku, aku sudah tidak tahan dengan aromanya. Sungguh melegakan.
"Oh, ngomong-ngomong, lo ngapain aja sih? Kok nggak dateng seminggu ini?"
"Gue sibuk ngurusin kerjaan." Aku menjawabnya singkat dan segera menyesap cangkir berisi cairan hijau dengan krim putih diatasnya. Lana mengangguk pelan dan segera menerocos,"Eh, Mei, lo inget Michael nggak? Temen SMA kita.. kemarin dia dateng kesini, loh."
"Terus apa hubungannya sama gue?" Aku tak melihatnya dan hanya fokus pada cangkir didepanku itu.
"Ih, lo kok gitu sih, Mei. Gue kan cuma ngasih tau. Lo antusias dikit kek."
"Haaahh? OH YAA?? MASA?" Aku mengatakannya sambil melebarkan mata, dan terlihat antusias yang sengaja kubuat untuk mengejek sahabatku ini.
"Telat lo ah, Mei. Bye." Lana meninggalkanku dan segera melangkah kearah meja pelayanan didepan. Aku masih terdiam dengan menyunggingkan bibirku karena tingkah Lana. Yah, aku memang tidak tertarik dengan infonya, sangat tidak penting.

Hari ini Lana tidur dirumahku, jadi apartemen tak akan terlalu sepi seperti biasanya. "Woah woah.. gile rapi banget kalo gak ada gue." Lana berlagak seperti terpesona dengan ruangan minimalis yang sudah sering ia lihat. Dia memang begitu. Lebay. "Iyalah. Kalo ada elo, ini barang ngga bakal nahan ditempatnya masing-masing. Berisik." Lana tidak memperdulikan kata-kataku. Ia langsung menerobos dan akhirnya terjun ketempat tidur yang tadinya rapi itu, sekarang berkerut-kerut karena ditimpa badannya. Dasar.

MatchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang