Chapter 3: Knockout

2.6K 330 16
                                    

knockout (n):
an act of knocking someone out;
an extremely attractive or impressive person or thing.

***

"Apa ada yang salah padaku?"

Soonyoung tidak berkedip. Bahkan ia tidak bergerak sesenti pun. Anak itu merasa terusik.

Hujan deras sudah berubah menjadi titik-titik gerimis. Bus berikutnya berhenti di halte dan anak itu berjalan memasukinya. Ia duduk di samping jendela, memandang ke arah Soonyoung yang masih bergeming.

Bus itu perlahan mulai menjauh meninggalkan halte. Kebetulan. Ini hanya kebetulan, ujar Soonyoung dalam hatinya terus menerus. Rasa kehilangannya membuatnya berhalusinasi.

"Dia juga menyebalkan."

***

Vernon melempar sepatu dan jaketnya ke sembarang tempat. Ia frustasi. Bukan. Bukan karena tidak ada hal benar yang terjadi selama hari ini. Hanya saja ia sedang mengalami yang dinamakan dengan first-date syndrome.

Pintu apartemen terbuka lagi. Soonyoung tengah berdiri di depan pintu dengan tatapan lelah. Ia berjalan menghampiri Vernon yang sudah menduduki sofa di depan televisi.

"Vernon," panggil Soonyoung.

Vernon menoleh. Tidak biasanya Soonyoung mendatangi apartemennya. Biasanya ia akan berdiam di kamarnya merenung memandangi jendela.

"Psikiater yang kau tunjukkan waktu itu. Bawa aku ke sana!"

Vernon melongo. Ia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan hyungnya. Psikiater? Psikiater apa? Hyungnya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan jiwa.

"Hyung, aku sibuk. Nanti saja," balas Vernon.

Soonyoung mengacak rambutnya bingung.

"Apa aku kelihatan gila?" tanya Soonyoung.

Vernon yang sedang memikirkan bagaimana ia akan memulai kencannya pusing.

"Aku yang gila," seru Vernon diikuti dengan lengkingan pendek.

Soonyoung perlahan menyingkir dari apartemen Vernon. Sepertinya sahabatnya itu tidak bisa diajak berbicara sekarang. Ia menutup pintunya pelan.

Vernon masih berpikir di atas sofanya. Di mana tempat kencan yang harus ia pilih? Ah, bukan. Baju apa yang harus ia kenakan? Ah, bukan. Apa yang harus dikatakan padanya? Ah, tidak.

Ponselnya berdering.

Dering itu sangat membuatnya panik. Sekarang Vernon tidak tahu apa ia harus mengangkatnya atau tidak.

Angkat. Ia harus mengangkatnya apapun yang terjadi.

"Hello."

"Hai," balas sebuah suara yang berhasil membuat Vernon merinding saking takutnya.

...

"Ada apa? Kau sakit?"

"Tidak, tidak. Aku sehat. Aku baik-baik saja."

"Baiklah kalau begitu. Aku punya rekomendasi kafe yang bagus untuk kencan nanti."

Vernon lega. Ia tidak perlu memikirkan tempat kencan mana yang disukainya.

"Kau pakai baju yang santai saja."

Masalah lainnya juga teratasi.

"Jam 7 malam. Aku akan menunggumu di sana."

Semuanya sempurna. Ia tinggal menyiapkan hadiah yang cocok. Hadiah? Oh, tidak.

"Sampai nanti."

Panggilan ditutup.

[√] Until we meet again... | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang