Semburat cahaya matahari pagi telah berhasil membangunkanku. Namaku Rika. Kebetulan hari ini hari Minggu. Aku bergegas bangun tidur terus, mandi lama-lama, duduk di toilet lama-lama, habis mandi merapikan tempat tidur sendiri. Sungguh ritual pagiku yang hebat.
Oiya, sebulan yang lalu aku telah melewati Ujian Nasional. Artinya, sebentar lagi aku akan kuliah. Alhamdulillah, aku sudah diterima di salah satu perguruan tinggi negeri di kota.
Tapi, sekarang aku juga harus jadi anak kos-an. Berpisah dengan orangtua.
Bulan ini penghujung musim hujan. Sejak semalam gerimis membungkus kota membuat rencana akhir pekanku berantakan. Padahal, seharusnya akan menjadi hari istimewa.
Selain mengakhiri pekan di kos-an pertama kali, Aldi sahabatku yang kebetulan kos-an nya tak jauh dari tempatku akan menemaniku jalan-jalan. Tapi, yasudahlah.
"Rika...," aku yang sedang bersih-bersih kamar tiba-tiba mendengar suara seseorang datang.
Dengan tingginya yang menjulang diatasku, ditambah semyumannya yang hangat ternyata Aldi datang. Dia mengajakku untuk tetap pergi jalan-jalan. Naik bus kota.
Entah, Aldi selalu mampu memesonaku. Aku bergegas siap-siap. Dan memasukkan sesuatu untuk kuberikan kepada Aldi nanti kedalam tas.
Di dalam bus, tak ada pembicaraan panjang di antara kami. Terserah lah, penting berdua yah kan ehe
Tidak. Selama kami memilih ke kedai kopi tengah kota, Aldi malah tak berkata apapun. Hanya lirikan. Lirikannya kali ini pun berbeda. Seperti ada yang mau dia bicarakan. Tapi dia canggung. Aku pun juga hanya bisa basa-basi.
"Kenapa kamu nggak pengen kuliah di kampus gue?" aku terus mencoba mencairkan suasana.
"Nggak pengen aja," jawab Aldi singkat sambil meletakkan gelas kopi vanilla latte yang baru saja disedunya.
Aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Apa mungkin Aldi sedang punya masalah? atau dia sedang bingung? Atau bahkan, Aldi sedang marah denganku.
Apa mungkin sebabnya adalah kejadian sebulan yang lalu setelah Ujian Nasional?
Kejadian? Perlu kalian tahu, mungkin ini terlalu cepat aku mengatakannya. Kami memang telah berteman kurang lebih satu tahun. Itu bukan waktu yang singkat bagiku.
Tapi waktu itu, Aldi mengajakku mengobrol berdua. Ternyata, dia mengutarakan isi hatinya kepadaku. Entah apa itu namanya aku juga tidak mengerti. Intinya dia suka denganku dan memintaku menganggapnya lebih dari teman.
"Rik, aku nggak mau kehilangan kamu," mungkin itu sepatah kalimat yang dia utarakan saat itu.
"Aku ingin kamu tetap ada di hidup gue selamanya," tambah Aldi saat aku terus saja diam.
Kalau boleh jujur, Aldi selalu mampu menghiburku, selalu mampu membuatku tersanjung, dan senyumannya membuatku terpukau.
Bahkan, teman – temanku banyak yang mengaguminya. Selain sosoknya yang tampan, dia juga berprestasi!! Khususnya di bidang seni lukis dan musik. Kalian bisa ikut menilai dirinya.
Tapi tentu saja setelah berpikir panjang aku menolak. Aku harus menganggapnya apa kalau lebih dari teman dekat? Aku harus bersikap bagaimana? Apa selama ini aku kurang baik? Padahal, walau sebatas teman aku menganggapnya sebagai sosok yang berarti di hidupku.
Dia seperti menuntut. Padahal kalau jodoh, juga tidak kemana. Baru kali itu aku merasa bingung dibuatnya.
Setelah kejadian itu, Aldi juga berubah. Tapi, aku mencoba memberi penjelasan kepadanya. Pelan-pelan dia mengerti. Dan bersikap seperti dulu walau tetap saja ada sesuatu yang hilang dari dirinya kepadaku.
Aku terus mencoba melupakan kejadian waktu itu. Walau dari lubuk hatiku yang dalam, aku ingin mengubah ini semua. Aku ingin Aldi yang dulu. Aldi yang mampu membuatku bahagia, mampu mengajarkanku banyak hal baru dalam hidup ini.
Sebenarnya hari ini aku ingin memberinya sesuatu. Ya, sebagai tanda maafku. Mungkin aku terlalu egois. Aku terlalu memikirkan perasaanku sendiri. Sejak kemarin, aku sibuk pergi mencari lukisan terbaik di kota ini. Aldi memang pecinta seni. Dia gemar sekali melukis. Aku ingat sekali dia pernah melukis wajahku dengan sangat indah.
Lukisan yang kubeli kemarin akan kuberikan pada Aldi sekarang. Sekaligus aku akan bilang kalau sebenarnya aku juga tidak ingin kehilangan dirinya.
"Aldi, ini buat kamu, semoga kamu suka sama pemberianku ini ya," kataku sambil mengeluarkan lukisan itu dari dalam tas. Sejak tadi aku bingung harus mengeluarkan lukisan itu kapan setelah melihat Aldi bersikap seperti ini.
"Makasih ya," jawab Aldi yang ternyata tidak seperti apa kubayangkan sebelumnya. Lalu aku sekarang harus bagaimana? Aku benar-benar kecewa! Apa aku tetap mengutarakan apa yang sudah aku rencanakan? Aku takut. Takut hatiku menangis penuh penyesalan...
"Aldi, aku pengen ngomong sesuatu---," aku memutuskan untuk tetap membicarakan perasaan ini.
"Hai!" seru seorang gadis di salah satu ujung meja kedai kopi yang bola matanya mengarah ke meja kami dan menghancurkan pembicaraanku.
"Hai! sini," jawab Aldi sambil melambaikan tangan seolah menyuruh gadis itu menghampiri kami.
Gadis itu pun langsung mengampiri meja kami dan mengajakku berkenalan. Oh, jadi ini sebabnya Aldi terlihat sangat canggung dari tadi. Adiknya yang bersekolah di Singapura pulang dan dia bingung ingin memberinya kejutan apa.
Tidak. AKU SALAH. Dia sudah memiliki yang lain!! Gisa, akan kuingat betul namanya. Dia sangat ramah kepadaku. Dia memang tidak tahu cerita antara aku dengan Aldi.
Aku seketika berpikir, mungkin Aldi punya maksud tetap mengajakku jalan hari ini.
Hah. Syukurlah! aku ikut senang. Semoga saja, Aldi memilih gadis itu memang benar-benar pilihannya. Aku juga tidak mau melihatnya terus bersedih walau sebutir air mataku berhasil menetes. Aku segera mengusapnya. Aku sudah terlambat.
Aku tak ingin membuat kesalahan lagi yaitu merusak kebahagiaan Aldi dengan wanita itu. Aku yakin Tuhan lebih tahu yang terbaik untukku di balik diary akhir pekanku ini.
[ d e a r d i a r y, Hari Mingguku kali ini aku mendapatkan pembelajaran baru dari Tuhan. Akan kuingat pembelajaran ini untuk ke depannya nanti ].
Bagaimana kisah Rika di akhir pekan selanjutnya? Apa benar Gisa adalah wanita yang baik untuk Aldi?
Tunggu kisah kelanjutannya ya ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Akhir Pekan
Teen FictionKarena pada nyatanya yang kelihatan suka belum tentu suka, yang menarik belum tentu asik, dan yang asik belum tentu baik. Ini kisah seorang remaja yang berperang melawan takdir cintanya. Apa sebabnya?