Kamu dan aku harusnya tidak usah bertemu lagi.
"Rik, kamu udah balik dari kemarin kan?"
"Udah"
"Ntar nonton yuk"
"Ayok, di mall situ aja ya"
Dua hari setelah sampai di rumah, Filis ngajak nonton. Mumpung liburan tinggal empat hari lagi. Setelah dhuhur, kami pergi nonton bioskop di salah satu mall baru yang sekarang lagi populer.
Yaelah, ternyata Filis ngajak Alif juga. Ah, tau gitu kan aku bisa ngajak temen juga. Hm, tapi siapa. Kalian harus ikut ngrasain, gini nih jadinya aku seneng kagak, galau iya.
"Rik, kamu mau kenalan sama Arka?" tiba-tiba Alif tanya bikin aku grogi setengah pingsan
"Udah kenal kali haha" Filis mulai ngeledek
"Paansih"
Kita bertiga nonton film yang genrenya romance. Sebenarnya, aku pengen yang komedi. Tapi mereka berdua lebih menang suaranya. Yaudah daripada nonton sendiri.
Habis nonton kita nongkrong di kedai pelangi. Kangen. Kayak udah bertahun-tahun gitu. Dari arah slow bar, seorang laki-laki tinggi dan terlihat gagah masuk. Dengar-dengar dari Mbak Rini (pegawai kedai yang pernah aku sebut di part sebelumnya), hari ini pemilik–mereka menyebutnya Pak Sutris–datang ke kedai untuk memantau perkembangan.
"So baby pull me closer in the backseat of your Rover... that I know you can't afford...." giliran lagunya Chainsmokers yang menemani sore kita kali ini.
Aku memilih fruit muffin dan cappucino di sore yang tidak terlalu spesial ini. Sekarang sudah pukul tiga lebih sepuluh menit. Pesanan kita sudah datang. Bau harum muffin sudah menggoda. Pengunjung juga mulai berdatangan.
Namun, di tengah tegukan cappucinoku lagi-lagi aku dibuat kaget oleh kedatangan seseorang!
Seseorang?! Tidak hanya aku, tapi juga Filis dan Alif. Ah! Sebenarnya aku sudah malas menyebut namanya. Tapi dia masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah. Ya Tuhan, apa yang sedang Engkau rencanakan?
"Alif! Pa kabar bro?" dia menghampiri meja kami
"Baik Al, lo gimana? Kok sendirian sih?"
"Ada lah, bukan saatnya gue cerita"
Biarlah mereka berdua yang ngobrol. Aku dan Filis memilih fokus. Fokus makan biar cepat habis. Cepat pulang sih tepatnya.
"Eh Filis"
"Hai Al," –
"Hai Rik"
Ya ampun, benar-benar tidak ada yang berubah. Saat aku bertemu dengannya, degup jantungku masih merasakan hal yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Aku bahkan tak berani menatap matanya lagi. Aku hanya membalas dengan senyuman tanggung.
Setelah itu dia duduk sendiri di meja pojok kanan kedai. Aku dan Filis sudah menghabiskan pesanan kami dan memilih bergegas pulang. Tapi Alif masih ingin di sini dan menghampiri–dia–.
"Rik, kamu masih marah sama Aldi?"
"Siapa yang marah? Aku nggak pernah marah sama dia"
"Tadi kamu menghindar banget"
"Salah mulu dah perasaan. Terus aku tu harus gimana"
"Ya maaf Rik"
Hari semakin petang. Aku segera mandi, melaksanakan kewajiban, menyetrika baju dan lain-lain. Hatiku sempurna bingung hari ini. Aku percaya kalau sudah jodoh, pasti dipertemukan lagi. Tapi apa iya dia jodohku? Ya Tuhan, terserah Engkau saja lah.
***
Trimakasih yang sudah baca sampai part 9! Kelanjutannya masih panjang, maka dari itu, jangan lupa kritik dan saran ya teman! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Akhir Pekan
Roman pour AdolescentsKarena pada nyatanya yang kelihatan suka belum tentu suka, yang menarik belum tentu asik, dan yang asik belum tentu baik. Ini kisah seorang remaja yang berperang melawan takdir cintanya. Apa sebabnya?