Nike!

68 9 0
                                    

~ Mia~

Kuberanikan masuk ke kamar yang bertuliskan nomor 88 itu.
Kubuka pintu, lalu kuberanikan masuk kedalam.

Aku berjalan perlahan mendekatinya, "Dia benar benar sudah sadar," kulihat dia sedang memandang keluar jendela.

"Nike?" aku memanggilnya.

Dia menoleh kearahku. Seketika itu juga dia terkejut. Begitu juga denganku.

Kuhampiri dia dan Kupeluk dia erat, "Nike! Kau sudah sadar!" aku meneteskan air mata.

"Kak....," ucapnya pelan.

"Oh ya tuhan, betapa leganya aku. Kau akhirnya sadar juga,"

Kupeluk erat tubuh lemahnya itu. Tak aku lepaskan. Aku menangis dipelukannya, aku tidak menyangka orang yang sedang aku peluk ini adalah adikku. Sudah lama semua ini aku nantikan, aku menanti adikku itu sadar sejak beberapa bulan yang lalu.

"Ya tuhan! Aku tidak menyangka. Kau akhirnya sadar Nike! Aku bahagia. Sudah tidak ada beban lagi dipikiranku. Kau membuatku khawatir selama ini. Aku masih tidak percaya! Aku menyayangimu!" aku mencium keningnya dan kulepaskan pelukanku.

Nike menghapus air matanya dan memandangku, "Kak, aku takut selama ini. Aku takut jika aku tidak bisa bangun lagi dan akan meninggalkan kalian berdua. Kecelakaan itu benar benar membuatku takut. Apalagi setelah aku mendengar jika ayah dan ibu sudah tiada. Kak, aku menyayangimu dan juga Mike," ucapnya perlahan.

"Iya aku tau. Tapi setidaknya kau sudah sadar sekarang Nike. Dan lihatlah kau sekarang. Mungkin, untuk beberapa bulan kedepan kau harus menggunakan alat bantu untuk berjalan, karena kaki kananmu patah,"

Dia melirik kearah kaki kanannya, "Hmm, mungkin. Tapi itu bukanlah masalah. Setidaknya aku bisa pulih lagi nantinya. Nike tersenyum kearahku.

Drt....drt...drt...drt

Tiba tiba saja hpku berbunyi. Kulirik hpku yang ada diatas meja. Mike. Dia menelponku. Segera kuangkat.

"Halo,"

"Kau masih disana?"

"Maksudmu?"

"Kau masih dirumah sakit?"

"Iya. Kau ingin bicara dengan Nike? Katanya dia....,"

"Tidak perlu dan terima kasih. Aku tutup telponnya,"

Tiba-tiba saja Mike menutup telponya sebelum aku selesai berbicara.

"Ya tuhan, aku mohon. Aku tidak ingin hal itu masih terjadi. Aku ingin semuanya normal. Aku mohon untuk kalian berdua," batinku.

Nike tiba tiba saja memegang tanganku, "Kak, tenang saja. Kau tidak perlu khawatir," ucapnya, seolah dia tau apa yang sedang aku pikirkan.

**********

"Sudah sampai, dan inilah rumah baru yang aku ceritakan itu Nike. Bagaimana menurutmu?" ucapku.

"Daaan disini lah kamarmu. Kau akan tinggal disini, dikamar ini," aku mendorong kursi roda Nike masuk kedalam kamarnya.

Kulihat, Nike dengan seksama memperhatikan tiap sudut kamarnya. Dia memperhatikan dengan teliti, matanya mengarah kepenjuru kamar.
Tatapan bingung dan aneh yang terlihat dimatannya saat itu, dia sepertinya merasakan suasana aneh dikamar itu.

"Nike?" tegurku.

Dia menoleh, "iya, iya kak?" jawabnya.

"Kau baik baik saja?" tanyaku.

"Iya. Aku baik baik saja," jawabnya.

"Aku ingin berbaring," Nike berusaha berdiri dari kursi rodanya. Aku mencoba membantunya, kupegang tangannya dan ku bantu dia berdiri lalu naik keranjangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Black RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang