7. Bau Bunga Mawar

178 12 3
                                    

~Mike~

"Aku bosan! Aku mau mencari udara segar," aku beranjak dari tempat tidurku.

Aku mulai berjalan keluar, walaupun masih belum sehat betul tapi aku memaksakan diriku untuk mencari udara segar diluar rumah.

Aku sesekali menarik nafas panjang setelah mengambil beberapa langkah. Aku masih merasakan sesak didadaku, aku tidak menyangka kondisi ku turun lagi beberapa hari ini. Aku sesekali merasakan nyeri didadaku. Penyakit ini benar benar menyiksaku dan hanya merepotkan orang lain terutama Mika, kakakku.

"Dasar penyakit sialan!" umpatku sambil menarik nafas panjang.

Aku membuka pintu, lalu aku melangkahkan kakiku keluar rumah. Segera aku menuju ke bawah pohon besar yang terletak ditengah halaman yang luas itu. Aku duduk dibawah pohon sambil beberapa kali menarik nafas panjang.

"Segarnya," aku merasa lega. Aku bisa merasakan udara sesegar ini.

Kupejamkan mataku menikmati udara segar hari ini. Rasanya segar, aku tidak lagi merasakan sesak didada.

"Mike! Mike!" tiba tiba saja suara teriakan yang tak asing itu memanggilku.

Kubuka mataku karena tiba tiba saja ada penganggu yang menganggu santaiku. Kulihat, sesosok perempuan yang tak asing berjalan mendekatiku. Sosok yang sangat menakutkan bagiku, sosok yang sebentar lagi mungkin akan membuat dadaku sesak dan hampir mati.

"Dia akan membunuhku sebentar lagi," bantinku.

"Dia semakin dekat,"

"Baak!" sebuah pukulan agak keras mengenai dadaku.

"Akkghh!" aku merasakan sesak dan sakit sesaat. Kupegang dadaku sambil setengah bersujud.

"Dasar bodoh! Aku mencarimu kemana-mana. Aku kira kau kemana. Aku khawatir denganmu!" suara bernada tinggi itu terdengar jelas ditelingaku.

"Apa yang kau lakukan. Kau memukulnya. Akkggh!" aku masih merasakan nyeri itu.

Aku mengatur sesaat nafasku. Aku tidak mengerti denganya. Dia selalu saja melakukan hal itu jika dia sedang kesal atau marah denganku.

"Apa kau tidak tau, hal itu bisa membunuhku! Kenapa kau selalu melakukan hal itu!" aku sedikit marah dengan kakakku itu.

"Kau tenang saja. Hal itu tidak akan membunuhmu. Karena aku melakukannya tidak dengan sekuat tenaga," dia menatapku.

"Dasar bodoh!"

"Kau yang bodoh. Sudah tau sakit malah diluar rumah," dia malah balik memarahiku.

Aku menatap tajam mata kakakku itu, "aku juga butuh udara segar dan suasana baru. Aku bosan didalam kamar terus menerus," ujarku dengan nada agak tinggi.

Dia terdiam cukup lama. Pandangannya yang semula menatapku berubah menatap hal lain. Dan tiba tiba saja dia pergi begitu saja dari hadapanku, dia membalikan tubuhnya lalu berlalu pergi. Dia tidak mengatakan sepatah katapun. Sepertinya dia tersinggung dengan ucapanku tadi dan karena hal itu aku merasa bersalah padanya.

"Sensitive sekali," aku berdiri kemudian kembali masuk kedalam rumah.

"Kak! Kak!" teriakku memanggilnya.

"Apa!" jawabnya

"Kau dimana?" tanyaku.

"DISINI!" teriaknya.

Aku benar benar terkejut ketika dia berteriak, "Astaga," aku menghela nafas panjang.

Aku kemudian menghampiri kakakku itu. Dia berada disebuah kamar yang berada diruang tengah. Kulihat dia seperti sedang membersihan sesuatu.

The Black RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang