22. Tidak Mendapat Ijinnya

13.3K 490 6
                                    

Part 22

Saat aku terbangun, hari sudah menjelang malam, maka bergegas aku kedapur untuk membuat makan malam. Setelah itu, aku bergegas mandi.

Selesai mandi, aku memilih menunggunya pulang diruang tamu sembari menonton tv.
Saat sedang asyik menonton tv, tiba-tiba aku mendangar suara motor, pikirku itu pasti mas wahyu pulang. Aku pun segera membukakan pintu dan mendapati mas wahyu turun dari motornya. Dia tersenyum kearahku, meskipun dari raut wajahnya tampak kelelahan.

Dia berjalan menghampiriku. "Tumben nungguin didepan?, kangen ya?", tanyanya menggodaku dan mengekoriku masuk kedalam. Aku menggeleng pelan dan duduk disofa yang diikutinya. "Napa lihat-lihat?", tanyaku, saat menyadari jika dia sedang menatapku tersenyum.

"Kamu lagi senang ya?", tanyanya penasaran dan kumengangguk cepat.
"Mas, mau tahu gak?, kalau tadi dipasar itu aku bertemu dengan siapa?", tanyaku mencoba membuatnya penasaran.
"Siapa?", tanyanya ingin tahu.
"Mas wijaya, temannya mas wahyu.", jawabku mencoba balas menggodanya dan berhasil membuat raut wajahnya berubah. Dia menatapku sekilas dan berlalu meninggalkanku.

Kumenatapnya bingung atas sikapnya itu. Tak lama dia muncul dalam keadaan sudah mandi. Aku menatapnya, namun dia mala membuang mukanya. "Mas marah ya?", tanyaku dan dia menggeleng pelan.

"Mas, makan yuk?", ajakku dan dia mengangguk. Dimeja makan, kami makan dalam hening.

"Mas, nanti aku ingin membicarakan sesuatu boleh?", tanyaku langsung dan dia menatapku bingung. "Mau membicarakan apa?", tanyanya penasaran dan kumenggeleng pelan. "Nanti aja.", ucapku dan dia mengangguk.

Selesai makan dan membereskan peralatan makan kami. Aku lalu menyusulnya keruang tamu dan duduk disampingnya.

"Mas, sebenarnya soal tadi aku cuma bercanda.", ucapku memecah keheningan dan dia menatapku bingung. "Sebenarnya tadi pagi, aku tanpa sengaja bertemu dengan mas wijaya didepan gang tadi, karna dia sedang menunggu angkot kebengkel untuk mengambil motornya, jadinya aku menawarinya tumpangan.", ucapku menjelaskan dan dia mengangguk paham. "Mas, gak marahkan?", tanyaku dan dia menggeleng pelan. "Kamu hanya ingin membicarakan ini?", tanyanya dan kumenggeleng cepat. "Sebenarnya aku ingin meminta ijin mas, buat kerja.", lanjutku lagi dan dia menatapku tajam. "Gak boleh!", ucapnya tajam dan berlalu kekamar meninggalkanku.

Dikamar, aku mendapatinya sedang tidur dan aku pun ikut berbaring disampingnya. "Kenapa mas gak mengijinkanku kerja?", tanyaku pelan dan dia membuka matanya, menatapku tajam. "Sebenarnya aku tak ingin membebanimu terus, mas.", lanjutku.

"Siapa bilang kamu membebaniku?", tanyanya langsung dan kumenggeleng pelan. "Aku tidak ingin kamu bekerja, karna kamu sudah membantuku mengurus rumahku.", jelasnya dan kumenatapnya tak percaya. "Apa ada sesuatu yang ingin kamu beli?", lanjutnya dan kumenggeleng pelan. "Terus untuk apa kamu bekerja?", tanyanya dan aku terdiam bingung memberikan alasan untuknya.

"Pokoknya kamu gak boleh kerja, TITIK!", ucapnya tegas. "Uda tidur sana!, aku ngantuk nih.", lanjutnya dan langsung membelakangiku untuk tidur. Aku menatapnya kesal dan ikut membelakanginya.

'Sebenarnya dia itu baik, cuma aku aja yang tidak ingin terus-terusan membebaninya.', batinku.

*********

Next Part 23

Jangan lupa baca part selanjutnya,
Semoga suka😊

Maaf soal typo yang salah,
Terima kasih yang sudah membaca,
Jangan lupa vote & coment👦👮‍♂️

My New Instagram StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang