Beberapa bulan kemudian..
"Mantan! Semangat ya! Good luck," teriak gue ke arah Maren yang berjalan menuju kelasnya. Maren memutar kepalanya lalu tertawa dan mengacungkan dua jempolnya ke arah gue.
"Lah,gue nggak disemangatin,kei?" gumam kak Dirda yang berjalan berdampingan dengan Maren.
Gue nyengir,"Good luck ugha qaqa Dirda!"
Ya,hari ini,pagi ini,mereka para kakak kelas akan melaksanakan ujian nasional selama empat hari berturut-turut. Dan kami para adik kelas sudah jelas diliburkan. Gue yang seharusnya masih mager di atas tempat tidur terpaksa harus datang ke sekolah buat latihan teater. Latihan teater kami dijadwalkan akan berlatih selama seminggu penuh untuk persiapan kelulusan kelas 12 nanti.
"Masih menunggu," ucap seorang lelaki yang melipat kedua tangannya di depan dada. Gue menengok ke arah suara itu lalu tersenyum dengan salah satu alis terangkat.
"Nggak ada yang nyuruh lo nunggu gue," sinis gue sambil berjalan menuju ruang teater.
"Gue itu pangeran lo dan lo itu putri gue".
"Pangeran? Itu cuma peran lo di dalam cerita teater kita,Devian. Dan andaikan gue bisa tukar peran sama Andine,mungkin gue nggak perlu sering-sering ikut latihan kayak gini," keluh gue.
"Sama gue judes,sedangkan Maren malah disemangatin. Keiko nggak adil," ucap Devian seperti tak memiliki semangat bernafas.
"Masa?" tanya gue melirik ke atas,"Udah deh buruan,anak-anak udah nunggu," lanjut gue.
Devian pun segera berjalan disamping gue dengan merentangkan tangan.
Sesampainya di ruang teater Andine nyamperin gue,"Aduduh yang sekarang makin sering jalan berdua," godanya ngelirik gue dan Devian bergantian. Gue diam,nggak mau memperpanjang pembicaraan tentang ini.
Sesampainya diruang teater gue langsung ngambil perlengkapan gue. Dan mulai memerankan tokoh seorang putri. Setelah sekitar dua jam berlatih,Devian nyamperin gue yang lagi baca naskah.
"Belum hafal dialog yang bagian mana sih?" Tanyanya yang langsung mengambil alih kertas naskah.
"Bagia-"
Belum sempat gue nyelesain omongan gue,Devian udah duluan narik tangan gue."Loh? Loh? Mau kemana dev?!"
"Kehatimu boleh kan?" Dengar ucapan Devian,gue cuma tersenyum.***
Seorang lelaki dengan mahkota bunga dikepalanya berjalan berdampingan dengan seorang perempuan yang juga memakai mahkota yang sama. Mereka berjalan mengelilingi area sekolahnya tanpa ada satupun kata yang terucap. Hanya seulas senyum yang tercetak damai di bibir mereka masing-masing. Hingga salah satu dari mereka mengeluarkan suara.
"Jadi,lo sama Maren sekarang udah berdamai ya?" Perempuan yang berjalan disampingnya sedikit mendongak dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ya,menurut lo?"Devian tertawa lalu mengambil mahkota bunga yang Keiko pakai. Ia memperhatikan mahkota bunga yang kini ada di tangannya lekat-lekat.
"Selama ini,gue udah nyatain perasaan ke lo berapa kali,kei?" Keiko menaikkan jari-jarinya dan mulai menghitung,ia menghembuskan nafasnya keras lalu melirik Devian tajam.
"Jangan bilang lo mau nyatain perasaan ke gue lagi? Dev,daripada lo galau lagi gara-gara gue nolak lagi,mending nggak usah deh,"
"Kali ini gue bakalan nyatain dengan cara yang serius" Keiko terpaku menatapnya,"Kei,gue sayang sama lo,gue cinta sama lo,gue orang yang paling cemburu kalau lo dekat sama cowok lain,gue orang yang selalu merhatiin lo dengan cara diam-diam dan terang-terangan. Dan untuk yang kesekian kalinya,gue pengen lo jadi pacar gue," jelas Devian dengan mata yang sendu. Ia tahu mungkin jawaban Keiko bukan jawaban yang ingin ia dengar,ia sudah menyiapkan perasaannya sejak beberapa hari lalu. Ia sudah bertekad untuk tetap berlapang dada jika kali ini ia akan kembali ditolak oleh Keiko.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Do You Want? [END]
Ficção Adolescente"Gampang banget lo minta balikan sama gue. Dasar playboy tingkat akut, mata keranjang. Pacaran sono sama bekantan!" - Keiko. "Sumpah gue masih sayang sama lo. Gue mutusin lo karena..karena.. Please maafin gue dan balikan sama gue!" - Maren. "Jangan...