PART 1

2.7K 186 14
                                    

"Luhan! Luhan! Luhan!" Pria itu terus meneriakkan nama seseorang. Namun nihil, tak ada jawaban sedikitpun.

-DOR DOR DOR-

Pria tinggi tersebut masih terus mencoba memanggil seseorang didalam sana, ia sangat yakin sang pemilik nama yang dipanggilnya ada di dalam, mungkin dengan gedoran pintu orang tersebut akan membuka pintu untuknya atau paling tidak menyahut barang sepatah kata saja.
"Aish aku yakin dia ada didalam, tapi kenapa dia tak menyahut sedikitpun. Luhan kau membuatku khawatir"

-DOR DOR DOR-

"Luhan! Luhan! Luhan!"
Sekali lagi, dipanggil dan dipukulnya pintu itu dengan brutalnya oleh Sehun. Ya ia yang sedari tadi memanggil nama pria mungil berparas cantik itu.
"Lu-" panggilan itu teputus karena saat ini pintu yang tadinya dipukul dengan brutal oleh Sehun kini telah terbuka dan menampakkan sosok pria cantik dengan mata sayunya khas bangun tidur.
"Ada ap-" belum Luhan selesai dengan perkataannya, ia sudah ditarik oleh Sehun kepelukannya, dipeluknya pria mungil itu sangat kuat hingga Luhan sulit untuk bernapas.
"Aku..kau, hah sudahlah. Luhan tetaplah seperti ini beberapa menit lagi"
"Kau sebenarnya ingin mengatakan apa hm?"
Masih dipelukan Sehun dan masih tetap berdiri di ambang pintu, Luhan mencoba menetralkan napasnya dan sedikit ingin melonggarkan pelukan yang diberikan Sehun, namun apa daya Sehun kembali mengeratkan pelukannya seperti Luhan akan kembali hilang jika ia lepaskan.
"Sehun"
Tak ada jawaban dari si empunya nama. Di usapnya rambut kepala Sehun yang sangat lembut di tangannya itu.
"Sehun-ah.. eumm atau aku panggil Sehunnie saja"
"Hmm.." Dan berhasil, walaupun hanya dibalas deheman singkat dari Sehun.
"Sehun, sebaiknya kita masuk saja dulu, aku tak nyaman ada disini"
"Tak perlu, aku hanya sebentar saja disini. Oh ya Luhan, aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu padamu, ah tapi setelah ku pikir-pikir mungkin nanti saja, juga tak terlalu penting menurutku"
"Baiklah, jika itu menurutmu. Tak bisakah aku mendapatkan sedikit clue darimu hm?" Ia dongakkan kepalanya agar mampu menatap manik mata kelam Sehun. Dengan mata memelas andalannya  yang mampu membuat Sehun mendesah pelan.
"Baiklah baiklah akan aku berikan"
"Memang seharusnya begitu" ujar Luhan sambil mengelurkan sejurus senyum manisnya.
"Aku tak setuju akan hal ini, tapi aku harus melakukannya. Itu saja sudah cukup bagimu bukan, bukankah kau cerdas?" Dilihatnya Luhan dengan pandangan mengejek sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Aish dasar kau. Sudahlah bukankah seharusnya kau pulang"
"Ya, tapi aku tak ingin jauh darimu Lu. Oh ya, siapa yang akan menjagamu jika aku pergi lagi?"
"Kau tak perlu cemaskan aku Sehun, sebaiknya kau cepat pergi, aku disini baik"
"Baiklah, aku pergi Lu. Besok aku kesini lagi oke"
"Tak perlu Sehun, bukankah kau sekarang bertambah sibuk setelah kau pulang dari Jepang? Jadi kau harus bisa mengatur waktumu Sehun"
"Aish kau benar-benar. Baiklah aku pulang"
Sehun pun pergi meninggalkan Luhan. Sebelum ia berjalan jauh, ia kembali berjalan ke arah Luhan dan mendaratkan kecupan singkat di dahi Luhan, Luhan pun membelalakkan matanya atas perlakuan Sehun yang sangat kilat mengecup dahinya dan ia pun sedikit merona, namun sayangnya tak dilihat oleh Sehun karena Sehun buru-buru membalikkan badannya dan kembali berjalan kembali untuk pulang. SepeninggalanSehun, Luhan hanya mampu menatap sendu bayang-bayang dari Sehun yang sudah berjalan jauh kedepan.
"Maaf Sehun, aku harus melakukan itu. Aku tak ingin kau sedih dan aku tak ingin kau sakit" Tersenyum— hanya mampu tersenyum getir dan ia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang berukuran 3x3 itu.
“Hah padahal sedari tadi aku menunggu kedatangannya dan berakhir tertidur, namun aku malah menyuruhnya untuk segera pulang? Bodohnya dirimu Luhan” Kembali merutuki kebodohannya itu.
.
.
.
.
Di tempat lain, Sehun dalam perjalanan pulang menuju apartemen miliknya. Sebelum itu, ia parkirkan mobilnya dipinggiran toko kue untuk sekedar melihat lihat dan membelikan sahabatnya kue sebagai tanda kembalinya ia dari Jepang.
"Kenapa baru terpikirkan olehku? Baru saja aku pulang dari tempatnya. Semoga dia masih di rumahnya" pikir Sehun dan memesan kue berhiaskan coklat dengan toping cherry dan strawberry diatas dan dipinggir kue nya.
Sehun pun kembali memutar arah mobilnya dan melaju menuju flat kecil tempat Luhan tinggal.
"Semoga dia suka ini, aku juga membelikan bubbletea kesukaannya" monolog Sehun sambil tersenyum.
Ya perjalanan yang ditempuh Sehun memang sangat lama. Mengingat lalu lintas di kota Seoul yang tak ada matinya, bahkan ketika malam sudah di puncaknya pun orang-orang masih lalu lalang meramaikan gelapnya malam.
Saat ini Sehun masih terjebak di lampu merah yang tak tau kapan akan meloloskan dirinya dari antrian panjang mobil-mobil yang sering kita sebut macet.
"Ah~ kenapa panjang sekali. Aku takut Luhan sudah tidur." Pikirnya lagi sambil menyamankan posisi duduknya, menyandarkan kepalanya di kursi pengemudi.
"Lu, aku merindukanmu. Andai tak ada keputusan itu aku pasti akan selalu ada disisimu, menjadi sahabat yang baik yang selalu menghiburmu dalam senang maupun susah. Aku menyesal Lu" Kini tatapan pemuda berkulit pucat itu berganti menjadi sedih, sedih akan ketidakmampuannya menjadi sahabat yang baik bagi Luhan. Tapi taukah kau Sehun, Luhan tak menganggapmu sebagai sekedar sahabat saja.
.
.
.
.
Setelah 20 menit terjembak macet, tibalah Sehun di depan ruangan berukuran 3×3 itu. Ya disebut ruangan karena itu hanya terdiri dari satu ruang yang disulap menjadi banyak rongga. Walau kecil tapi Luhan bersyukur masih bisa memiliki tempat bernaung. Ini berkat sahabatnya yang memberikan semua ini, tapi bukan Sehun tentunya.
"Luhan! Luhan!"
Sehun meneriaki nama itu lagi. Di jam jam seperti ini, jam bagi banyak orang sudah tertidur lelap, namun Sehun tetap nekad menemui Luhan dan menggedor pintu kayu itu seakan tak ada orang lain yang menempati flat disebelah flat Luhan tersebut.

-CKLEK-

Untung hanya dengan dua kali teriakan nama dan sedikit gedoran pintu Luhan sudah membuka pintunya.

-BRUG-

Belum sempat Luhan melihat siapa yang bertamu, Sehun sudah terlebih dahulu membawa Luhan dalam dekapannya, memeluknya erat. Luhan hanya bisa membulatkan mata rusanya, terkejut akan keadaan yang dialami saat ini.
"Se-Sehun" cicit Luhan pelan dan terbata, namun masih dapat ditangkap oleh indra pendengaran Sehun.
"Hmm.. ada apa Lu?" Masih memeluk Luhan tanpa berniat melepaskannya.
"Ke-kenapa kau ada disini?"
Sehun pun melepaskan pelukannya dan menatap manik indah milik Luhan. Sahabatnya itu.
"Sudah ku katakan tadi, aku merindukanmu Lu"
"A-ah, ta-tapi ini sudah larut malam"
Sehun hanya menggeleng pelan, membuat rasa penasaran Luhan kembali bangun.
"Ada apa sebenarnya?"
"Sebelum itu, ayo masuk dulu" tanpa menjawab pertanyaan dari Luhan, Sehun membawa Luhan masuk kedalam karena udara di luar sudah semakin dingin. –siapa tuan rumah sebenarnya?—
Sesampainya di dalam, Luhan membuatkan Sehun segelas teh hangat, ya karena hanya itu yang ia miliki. Luhan pun duduk di sebelah Sehun dan kembali menanyakan hal yang belum sempat Sehun jawab, atau tepatnya ditunda oleh Sehun.
"Ada apa Sehun?"
"Kenapa hanya bertanya itu saja?"
"Karena.." Luhan tak tau harus berkata apa lagi. Ia pun memasang wajah berpikirnya sambil membawa telunjuknya mengetuk-ngetuk kecil dagunya.
"Haha.. sudah jangan terlalu dipikirkan, kau terlihat lucu Lu"
"E-eh.. maaf"
"Kenapa kau minta maaf, kau tidak salah apapun"
"Ba-baiklah"
"Hei, kenapa kau jadi seperti ini? tadi kau tak seperti ini kurasa"
"Mungkin hanya perasaanmu saja" Luhan hanya bisa menundukkan wajahnya dan menatap lantai dengan tatapan yang sulit diartikan.
‘Aish taukah kau Hunnie, aku tak bisa mengatur kata-kataku, aku gugup sampai terbata-bata seperti itu. Tak biasa? Tentu saja, karena yang selalu kau lihat hanya Luhan yang tenang, namun sekarang yang kau lihat malah Luhan yang seperti ini. Kenapa aku bodoh sekali? Luhan kau memang bodoh dan aneh’
"Hei Lu, kau melamun?"
Tak ada jawaban dari pemilik nama. Sehun kembali memanggil nama Luhan namun tak digubris oleh Luhan. Akhirnya, entah mendapat keberanian dari mana, dikecupnya singkat pipi Luhan yang berhasil membuat Luhan tersentak dan menatap Sehun terkejut. Namun berbeda dengan Sehun, ia terus mendekat ke wajah mungil Luhan, merain tengkuknya dan menenpelkan bibirnya dengan belahan bibir milik Luhan. Lagi, Luhan hanya bisa membulatkan matanya, masih diam dan tak membalas ciuman yang diberkan oleh Sehun namun tak juga menolaknya. Tak mendapat penolakan dari Luhan, Sehun pun memberanikan dirinya melumat halus bibir mungin yang terasa manis bagi Sehun. Namun belum lama Sehun melumat, Luhan sudah

-PLAK-

menampar pipi pucat Sehun samapi menimbulkan sedikit semu merah disana.
"Pe-pergi Se-Sehun" Air matanya begitu saja jatuh membasahi pipinya. Ditundukkannya kepalanya menatap lantai dengan tatapan kosong.
"Lu.. ma-maafkan aku, a-aku tak bermaksud"
"Pergi!"
"Kau kenapa Lu?" Mencoba meraih tubuh mungil itu dan ingin membawanya ke dekapannya. Namun
"Jangan sentuh aku, aku tak pantas disentuh olehmu, tak pantas mendapatkan kasih sayang darimu" kini air mata itu sudah membasahi pipi Luhan dan berjatuhan tak henti hentinya. Ya Luhan menangis dengan isakan yang kentara didengar oleh telinga Sehun.
"Kau kenapa Lu? Apa kau sakit? Sikapmu berubah dari sebelumnya" mencoba meraih kening Luhan, namun lagi-lagi ditampik oleh Luhan.
"Kau sebenarnya kenapa Lu?"
"Aku mohon Sehun, tinggalkan aku sendiri"
Sehun sebenarnya tidak yakin meninggalkan Luhan sendiri dalam kondiri seperti ini, namun apa daya karena Luhan yang memintanya.
“Maafkan aku dan tinggalkan aku sendiri” Mohon Luhan lagi.
"Baiklah Lu, aku akan pergi. Jaga dirimu Lu. Sebenarnya aku kesini ingin memberimu kue kesukaanmu dan bubbletea rasa taro kesukaanmu. Aku hanya ingin memakannya bersamamu, namun karena kesalahanku, kau menjadi menangis Lu. Maaf membuatmu menangis. Aku pergi"
Bunyi pintu yang tertutup mengiringi kepergian Sehun. Setelah Sehun pergi, tangisan Luhan kembali pecah, isakan demi isakan keluar tanpa henti.
"Apa yang aku lakukan? Hiks... hiks"
"Aku menodainya, bibir ini hiks... hiks"
Menangis, hanya itu yang dapat menghiasi malam Luhan. Dengan sisa tenaganya, ia langkahkan kakinya menuju tempat tidur. Menangis disana mungkin bukan ide yang buruk.
Menit berganti jam, kini Luhan sudah tertidur dengan sisa jejak air mata yang masih terliat di pipinya dan sudut matanya. Dengan alis yang berkerut, sepertinya tidurnya kali ini tidak nyenyak atau ada yang mengacau pikirannya.
...
...
...
Yehet!! Part 1 sudah muncul, maaf atas kegajean cerita dan kemoloran waktu
Terimakasih yang sudah melihat dan mampir 😊😊

Only In Chat Room (HunHan) | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang