Prolog

7.3K 212 5
                                    

*Bia's Side*

Semilir angin mengibaskan rambut panjangku dengan lembut.  Awan tampak berarak di langit dan berusaha menutupi sinar-sinar nakal matahari yang tak kunjung meredup di penghujung hari.  Di ujung langit, warna jingga mulai menggantikan biru dengan indahnya. Burung-burung yang masih asyik bermain pun tidak ingin mengakhiri hari, berkeliaran mewarnai biru yang masih tidak rela memberi waktunya untuk jingga.

Sudah pukul 4.17.

Berarti aku sudah menghabiskan hampir 3 jam waktuku duduk membolak-balikkan dua buku tebal di depanku.  Tugas yang diberikan Pak Herman sudah kuselesaikan sejak 1 jam yang lalu.  Namun, aku masih belum bisa beranjak dari sini.

Aku menatap wajah pria yang tertidur pulas di sampingku.  Kumis dan brewok tipisnya membuatnya nampak jauh lebih tua dari usianya.  Namun dengan potongan rambut pendek yang trendi dan penampakan otot yang agak menyembul dari balik kaosnya, membuatnya sangat manly.  Tidak heran banyak wanita yang terpesona dengannya, termasuk aku.

Ya.  Aku.  Tapi aku tidak pernah berpikir akan benar-benar menjalani hubungan serius dengan Reno.  Aku hanya mengaguminya.

Aku hanya seorang teman biasa baginya.  Teman kuliah yang kebetulan selalu mendapat kelas yang sama.

Sama sekali bukan karena aku tidak percaya diri bisa mendapatkan hatinya. Hanya saja begitu sulit saat banyak wanita mendekati Reno dengan gencar, sedangkan aku selalu ada di wilayah friendzone. Tidak apa. Dia menyambut perhatianku saja sudah membuatku sangat bahagia.

Reno menggeliat. Pelan-pelan dia membuka mata dan pandangan kami saling bertemu. Aku tetap diam dan menikmati pandangan itu, sama sekali tidak ingin berpaling. "Padahal mau aku tinggal pulang," godaku.

#Reno's Side#

Aku menggeliat dan memicingkan mata ke arah wanita di sampingku. Dia sedang menatapku. Apa terjadi sesuatu saat aku tidur?

"Padahal mau aku tinggal pulang," katanya memecahkan keheningan di antara kami.  Bia tertawa kecil. Tawa khasnya itu yang tidak bisa membuatku melupakannya. "Seharusnya aku foto kamu saat tidur, dan kujadikan meme di instagram. Pasti followers-ku bertambah." Tangan Bia sibuk membereskan buku-buku di depannya.

"Urgh.. Aku nggak tahu kalau kamu bisa setega itu padaku." Kusandarkan kepalaku di bahu kecil Bia.  Aroma tubuhnya menguar dan memenuhi indra penciumanku. Apakah Vino sering sedekat ini dengannya?

Rasanya emosiku sudah sampai di ubun-ubun jika membayangkan apa yang dilakukan Bia dengan pacarnya, Vino.  Mereka tidak sering bertemu.  Hanya beberapa bulan sekali karena Vino lebih sering melakukan perjalanan kantor ke luar negeri.  Aku pun tidak pernah benar-benar mengenalnya.  Hanya beberapa cerita dari Bia dan dari foto-foto media sosialnya.  Entah kenapa Bia tidak begitu suka mengumbar hubungan dengan pria yang jauh lebih tua darinya itu.

"Apa tugasmu sudah selesai?"

"Sudah.  Pasti kamu mau nyontek." Bia menyodorkan paksa dua buku tebalnya ke tanganku.  "Kerjain sendiri dulu.  Di situ ada jawabannya semua."

"Ayolah, Bi," setengah merengek.  "Paling nggak kan ajari aku.  Serius, aku nggak paham yang dijelasin Pak Herman." Aku terus-menerus mengeluarkan jurus rengekanku pada Bia.  Aku tahu dia paling tidak tahan jika aku terus menerus merengek padanya.  Aku hanya ingin waktu lebih lama denganmu.

FlirtationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang