Chapter 1

3.9K 112 9
                                    

“Kupikir kamu salah orang,” gadis itu mengangkat wajahnya, dan mengalihkan tatapannya dari cincin dengan tiga mata berlian di atasnya, untuk kemudian menatap mata kecoklatan milik salah seorang kenalannya di masa SMA dahulu.

“Aku nggak mungkin akan seceroboh itu.” pemilik mata coklat itu menyahuti sembari tersenyum tipis.

“Aldo,” kata gadis itu sembari menghela napas lelah, “Ini nggak akan berhasil.”

“Kenapa?” lelaki itu tak mau menyerah.
Bagaimana mungkin ia akan menyerah, jika gadis yang dikenalnya belasan tahun lalu kini berada dalam jarak pandangnya, dan sejak lama telah mencuri perhatiannya?
Tentu dirinya tak kan sebodoh itu. Dan membiarkan dirinya kembali kehilangan jejak gadis itu.

“Aku nggak bisa,” gadis itu lalu berbalik arah dan melangkah dengan cepat.

“Mia!”

Ia sama sekali tak berniat untuk berbalik dan kemudian mendengarkan banyak kata dari bibir lelaki itu lagi. Dirinya sudah sangat memahami apa yang akan dikatakan oleh lelaki itu, dan ia tak ingin perduli.

Membuang jauh-jauh rasa di dadanya, Mia –nama gadis itu- mengutuk dan menyumpahi dirinya sendiri karena telah membuat lelaki itu tertarik padanya.

Bukan ini yang diinginkannya.

Sudah sangat lama, dari terakhir kali ia merasa cukup dekat dengan seorang lelaki dan berakhir dengan hal yang tak kan pernah mampu dilupakannya. Sekalipun matanya terpejam, bayangan itu akan selalu menghantuinya.

Dan ia, tak menyukai segala tentang masa lalunya.

            “Setidaknya aku butuh alasan.” Aldo, lelaki itu benar-benar tak mau menyerah. Ia berlari dan kini berada tepat di hadapan Mia dengan wajahnya yang mengeras dan seperti hendak marah.

            Tapi bagi dirinya, ia sama sekali tak perduli jika lelaki itu marah dan membencinya. Setidaknya, itu akan lebih mudah untuk menyingkirkan dirinya dan harapan menjadi istri bagi lelaki itu.

                       

            “Nggak ada alasan, Do.” katanya dengan putus asa, “Aku cuma nggak bisa.”

            “Tapi kenapa?”

            Apa sih susahnya? Cukup dengan mengerti arti dari kata ‘nggak bisa’, dan lalu membiarkan dirinya kembali dalam kesendirian? Kenapa harus banyak pertanyaan yang sudah pasti tak kan pernah mampu untuk dijawabnya?

Kenapa harus mempersulit, jika kau bisa mundur dan menarik gadis manapun untuk kau jadikan istrimu?

            Mia menggeleng lemah, “Aku nggak punya alasan pasti.”

            “Kalau begitu, terima lamaranku.”

            “Kamu nggak punya hak buat maksa aku.” kata Mia dengan tegas. “Lagipula,” tambahnya kemudian, “Seharusnya kamu berpikir tempat seperti apa yang pantas untuk melamar seorang wanita. Dan bukannya di café seperti ini.”

The Secret MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang